NovelToon NovelToon
Jika Aku Dipelukmu

Jika Aku Dipelukmu

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Enemy to Lovers / Rebirth For Love / Idola sekolah / Tamat
Popularitas:501
Nilai: 5
Nama Author: Miss Anonimity

Keinginan untuk dipeluk erat oleh seseorang yang dicintai dengan sepenuh jiwa, merasakan hangatnya pelukan yang membungkus seluruh keberadaan, menghilangkan rasa takut dan kesepian, serta memberikan rasa aman dan nyaman yang tak tergantikan, seperti pelukan yang dapat menyembuhkan luka hati dan menenangkan pikiran yang kacau, memberikan kesempatan untuk melepaskan semua beban dan menemukan kembali kebahagiaan dalam pelukan kasih sayang yang tulus.

Hal tersebut adalah sesuatu yang diinginkan setiap pasangan. Namun apalah daya, ketika maut menjemput sesuatu yang harusnya di peluk dengan erat. Memisahkan dalam jurang keputusasaan dan penyesalan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 34 : Jika Aku Dipelukmu

"Zee, Freya mana?"

"Tadi katanya mau ke perpus, Sha."

"Perpus, ya. Itu tempat kesukaan Fonix. Gak heran kenapa dia ke sana."

"Jujur, gue gak nyangka Fonix bakal pergi secepat ini."

"Kalau Lo berada di posisi Fonix, apa Lo rela ngasih jantung Lo sendiri?"

"Entahlah.."

...***...

Tempat ini terasa sepi, Begitu sepi sampai suara sekecil apapun bisa kudengar. Untuk yang pertama kalinya setelah beberapa bulan, aku menginjakan kaki lagi ke tempat ini, setelah kepergiannya. Kursi di ujung ruangan, tepat tersinari oleh cahaya yang membias. Menyamarkan beberapa debu yang beterbangan. Kakiku dengan ringan melangkah mendekatinya. Ketika semakin dekat, aku mengusap meja itu dengan tanganku. Agak sedikit berdebu, seperti biasa anak-anak yang piket sangat malas membersihkan tempat ini.

Aku mendaratkan tubuhku pada kursi tempat biasa dia membaca buku di sini. Aroma tubuhnya masih tersisa di tempat ini. Menyatu dengan kesunyian, seiring waktu yang terus berputar. Suara napasku yang lembut bisa terlihat dari pantulan cahaya, mataku mulai berembun, menandakan bahwa aku sedang menahan air mata. Aku menutup mata, membiarkan kenangan tentangnya memenuhi ruang kosong di hatiku. Bau kertas buku dan aroma tubuhnya masih terasa di sini, seperti sebuah pengingat bahwa dia pernah ada di sini.

Waktu sepertinya berhenti di tempat ini. Aku bisa merasakan kehadirannya, seperti dia sedang duduk di sebelahku, membaca buku dengan mata yang berbinar. Aku membuka mata, berharap dia ada di sini, tapi hanya ada kursi kosong yang menantangku. Aku menarik napas dalam-dalam, membiarkan kesedihan ini mengalir keluar. Aku tahu bahwa aku harus move on, tapi kenangan tentangnya masih terlalu berat untuk ku lupakan. Aku menyentuh dadaku, detak jantung ini adalah miliknya. Begitu nyaman dan hangat, setiap kali aku merasakannya. Aku akan terus mengingatnya, meski hanya kenangan bersamanya yang tersisa.

...***...

"Hei cantik, Kok ngelamun sih.." Kedua sahabatku ini, Marsha dan Azizi. Keduanya mungkin sangat dekat denganku, tapi mereka sama sekali tidak bisa menggantikan posisinya untukku. Seperti saat ini, keduanya menemaniku di bangku taman sekolah, menatap anak-anak lain yang tengah berolahraga. Celotehan mereka seakan tak terdengar olehku. Yang ada, adalah 'sunyi', benar-benar sunyi.

"Fre, Lo jadi pindah ke jepang?" Tanya Marsha. Aku mengangguk pelan untuk memberikan sebuah jawaban.

"Yah, kita pasti bakal kangen banget sama Lo.." Azizi terlihat mengerucutkan bibirnya sembari memeluku. Aku hanya bisa memberikan senyuman tipis, bahkan nyaris tak terlihat.

"Fre.."

"Hm?" Jawabku singkat.

"Sebagai sahabat, Kita tau apa yang Lo rasain sekarang. Ya, meski gue sama Azizi gak terlalu dekat sama dia, tapi kita berdua juga ikut sedih dia pergi secepat ini. Kita tau kalau Lo cinta banget sama dia. Gue berharap Lo bisa menemukan orang yang sama kayak dia di masa depan." Ucap Marsha.

Aku menggeleng pelan, "Dia hanya satu, dan tidak akan ada yang sama seperti dia." Ucapku. Memang benar, Fonix adalah Fonix, tidak ada apapun atau siapapun di dunia ini yang bisa menggantikannya di hatiku.

...***...

"Mau pulang bareng gak, Fre?" Tawar Azizi.

Aku yang tengah memasukan semua buku-buku ku, menggeleng pelan. "Ada yang menjemputku.."

"Yaudah, tapi nanti kita janji bakal nganter Lo ke bandara." Ucap Marsha.

"Terimakasih.." memang temanku. Berharap persahabatan ini tidak akan terputus untuk selamanya.

...***...

Di pintu gerbang sekolah, beberapa pria kekar berbaju hitam, berdiri di belakang mobil mewah. Mereka menjadi pusat perhatian orang-orang di sekolahku. Di antara mereka, berdiri seorang pria dengan rambut hitam panjang, yang ku ketahui bernama Himea Jun. Dia adalah orang kepercayaan Fonix. Sejak kepergian Fonix yang rupanya telah memberikan perusahaan besar milik mendiang ibunya padaku, aku kini telah menjadi nona muda yang di hormati.

Ayah Fonix telah menjadikanku menantu, meski secara resmi aku tidak menikah dengan Fonix. Bahkan ayah Fonix secara resmi mengumumkan pada pengusaha terkenal saat di pernikahannya, kalau aku adalah menantu terbaiknya. Sejujurnya aku merasa takut. Takut kalau orang tua Fonix akan membenciku setelah dia memberikan jantungnya padaku. Tapi nyatanya tidak. Keluarga Fonix menyambutku dengan hangat.

Aku berjalan menuju kelompok orang-orang berbaju hitam itu. Aku kini sudah terbiasa menjadi pusat perhatian publik, sejak di resmikan menjadi menantu keluarga Tantra, yang saat ini menyandang gelar sebagai keluarga terkaya nomor satu di dunia. Dengan sikap introvert ku yang baru, terkecuali Marsha dan Azizi, murid-murid lain nampak segan dan takut padaku.

"Nona muda, silahkan.." Aku mengangguk dan berterimakasih ketika Himea membukakan pintu mobil untukku. Aku melangkah masuk ke dalam mobil mewah itu. Himea duduk di sebelahku, memberikan instruksi kepada pengemudi sebelum menoleh padaku.

"Apakah hari ini menyenangkan, Nona?" tanyanya dengan suara yang lembut.

Aku hanya tersenyum tipis, tidak ingin menunjukkan betapa hancur hatiku masih terasa. Aku tahu Himea peduli padaku, tapi aku tidak ingin membebaninya dengan kesedihanku.

Mobil melaju dengan mulus, meninggalkan keramaian sekolah di belakang. Aku menatap keluar jendela, melihat pemandangan kota yang sibuk dan penuh warna. Aku merasa seperti berada di dunia lain, jauh dari kenyataan pahit yang kutemui beberapa bulan lalu.

"Nona, maafkan saya jika sedikit menyinggung anda. Tapi sejak Nona resmi menjadi pewaris dari Fenidelity Group, banyak hal yang harus Nona pelajari. Dan mungkin akan menyita waktu remaja anda yang berharga." Ucap Himea.

"Tidak masalah, lagipula aku tidak terlalu perduli dengan masa remajaku lagi. Dia sudah memberikan semuanya untukku, bahkan kehidupannya. Itu menunjukkan betapa dia sangat mencintaiku. Meski harus menyita masa remajaku, aku akan melindungi apa yang sudah dia lindungi."

Himea mengangguk, "pilihan tuan muda sangat tepat, anda memiliki sifat yang hampir sama dengan Nona Feni. Tidak heran tuan muda rela memberikan kehidupannya."

"Siapa Nona Feni?" Tanyaku.

"Beliau adalah ibunda, dari tuan muda Fonix. Beliau memiliki penyakit yang sama dengan yang pernah anda alami. Namun, beliau tidak seberuntung anda. Saat tuan muda berusia 1 tahun, Nona Feni menutup mata untuk selamanya." Jelas Himea.

Aku sedikit terhenyak, aku baru mengetahui Fakta itu.

...***...

Aku membungkukkan badanku, Untuk mencabuti Rumput yang Tumbuh diatas batu nisan seseorang. Dibalik nisan ini, Seseorang yang Pernah Hadir dalam Hidupku, Terlelap selamanya.

"Kamu tau, diantara semua alat musik Aku paling menyukai piano."

"Kenapa?"

"Mm....kenapa ya! Nggak tau sih, tapi Piano itu...bagi aku sangat spesial."

"Aku baru tau, kalau kamu Bisa bermain piano?"

"Bisa tau, mau dengar?"

"Kapan kapan".

"Kamu mah...".

"Terimakasih, aku akan menjaga jantung ini dengan baik." Tangisanku tidak bisa kubendung. Mengalir dengan deras dari kedua kelopak mataku. Rumput Yang tumbuh, kucengkram dengan erat. Aku menggertakan gigiku, untuk melepas semua 'emosi'.

Setelah bercengkrama begitu lama di pemakaman Fonix, aku berpamitan padanya untuk pulang. Aku akan kembali lagi ketika waktunya tiba. Dan untuk yang terakhir kalinya sebelum aku pergi, aku mencium batu nisannya lembut.

Aku melangkah keluar dari pemakaman, meninggalkan kenangan pahit manis bersama Fonix di belakang. Aku merasa sedikit lebih lega setelah mengungkapkan perasaan di depan batu nisannya. Aku berjalan menuju mobil yang menunggu, Himea menyambutku dengan senyum.

Setelah kepergian Freya dari pemakaman Fonix, seorang gadis berambut bondol, keluar dari tempat persembunyiannya. Gadis tersebut membawa seikat bunga. Gita menatap kepergian mobil Freya sampai tidak terlihat, kemudian berjalan mendekati nisan Fonix. Meletakan bunga yang dia bawa di sana.

"Kau beruntung, memiliki kekasih seperti dia yang sangat mencintaimu. Sekarang aku mengerti kenapa kau rela memberikan jantungmu sendiri untuk menyelamatkannya."

"Sudah kuduga kau ada di sini.." Gita menoleh pada Eli yang menghampirinya. "Kau sudah berdamai dengan dirimu sendiri?" Tanya Eli.

Gita mengangguk, berdiri di samping Eli. "Dendamku dan dia sudah selesai, dan sekarang kami adalah teman."

Eli menepuk pundak Gita, "Aku bangga denganmu." Ucapnya. "Baiklah, sebentar lagi hujan. Kita bisa terkena Flu jika terlalu lama." Gita mengikuti langkah Eli, menjauhi pemakaman.

Pemakaman yang sunyi itu kini hanya dihiasi oleh deretan nisan yang rapi dan bunga yang diletakkan di atasnya. Suara angin yang lembut berhembus di antara pepohonan, menimbulkan kesan yang tenang dan damai. Di tengah kesunyian itu, nisan Fonix terlihat menonjol, dengan bunga yang baru saja diletakkan di atasnya oleh Gita. Cahaya matahari yang mulai memudar menyinari pemakaman, menimbulkan bayangan yang panjang dan teduh di antara nisan-nisan. Suara burung yang bernyanyi di kejauhan menjadi satu-satunya suara yang terdengar, menambah kesan kesunyian dan keheningan di tempat itu. Di tengah kesunyian pemakaman, kenangan tentang Fonix dan Freya masih terasa kuat. Nisan Fonix menjadi simbol cinta dan pengorbanan yang mendalam, sementara kesunyian di sekitarnya menjadi pengingat akan kehilangan yang tak tergantikan.

...***...

Jika aku dipelukmu

Sekejap ku terbakar dan akan menjadi abu

Jika aku terus begini

Menghilang dari dunia ini pun ku tak apa

Dibanding tak disentuhmu

Dan menjadi sebuah fosil

Better

Ah mengapa kau tersenyum begitu manis kepadaku?

Ah sejak tadi dirimu tidak mau berbicara apa pun

Ah sampai kapan dirimu akan menunggu di sini?

Ah kamu cukup bangun sejenak dan mengulurkan tanganmu padaku

Demi hari ini ku sudah memakai

Baju yang paling kusuka

Yang memang kubuka bagai kupu-kupu

Sepasang sayap ini kurentangkan

Jika aku dipelukmu

Akankah ku menyala dan berubah menjadi abu?

Sejak lahir sampai sekarang

Tak ada sesal dalam isi hidupku ini

Dibandingkan menjaganya

Sesuatu yang berharga

Better

Alunan nada Piano yang dimainkan oleh Freya, mengalun ke segala penjuru di ruangan besar yang indah ini. Lagu ini menjadi lagu Favoritnya ketika dia sedang senggang.

Sepuluh tahun telah berlalu sejak kepergian Fonix, namun kenangan tentangnya masih terasa begitu kuat dalam hidup Freya. Ia kini telah menjadi seorang wanita muda yang tangguh dan bijaksana, dengan tanggung jawab besar sebagai pewaris Fenidelity Group. Meskipun kesedihan masih menghantuinya, Freya telah belajar untuk hidup dengan kehilangan itu dan menggunakan pengalaman pahitnya untuk menjadi lebih kuat. Di tengah kesibukannya sebagai pemimpin perusahaan besar, Freya masih menemukan waktu untuk bermain piano, sebuah kegiatan yang memberinya ketenangan dan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya. Alunan nada piano yang mengalun dari jari-jarinya seakan membawa kembali kenangan indah bersama Fonix, namun juga mengingatkannya akan kehilangan yang tak tergantikan.

Freya kini telah menjadi ikon di dunia bisnis, dikenal karena kecerdasan dan kepemimpinannya yang visioner. Namun, di balik semua kesuksesannya, ia masih menyimpan kenangan tentang cinta sejati yang pernah ia alami. Meskipun Fonix telah pergi, cintanya tidak pernah pudar, dan Freya terus menjaganya dengan hati yang penuh cinta dan kesetiaan.

Freya terus menjalani hidupnya dengan penuh semangat, meskipun bayang-bayang kehilangan Fonix selalu ada di dalam hatinya. Ia tahu bahwa cinta sejati tidak pernah mati, dan kenangan tentang Fonix akan selalu menjadi bagian dari dirinya. Dengan hati yang tabah dan jiwa yang kuat, Freya melangkah maju, membawa cinta dan kenangan Fonix dalam setiap langkahnya. Tidak lama, seorang gadis kecil yang lucu, berlari menghampiri Freya yang duduk melamun di atas kursi piano.

"Mamah!" Serunya dengan gembira.

Gadis kecil itu memiliki rambut hitam yang panjang dan lurus, dengan mata besar yang berwarna coklat hangat. Wajahnya yang mungil dipenuhi dengan senyum cerah dan mata yang berbinar. Ia memiliki kulit yang bersih dan halus, dengan pipi yang merah jambu. Gadis kecil itu mengenakan gaun putih yang cantik, dengan pita merah muda yang menghiasi rambutnya. Serta bintik hitam kecil di bawah matanya.

Ketika ia berlari menghampiri Freya, ia menjerit dengan gembira, "Mamah!" Serunya dengan suara yang nyaring dan penuh semangat. Freya tersenyum dan membuka lengannya lebar-lebar, menyambut gadis kecil itu dengan penuh cinta. Gadis kecil itu memeluk Freya dengan erat, dan Freya membalas pelukannya dengan hangat. "Fiony sayang Mamah!" Serunya dengan suara yang penuh kasih. Freya membelai rambut gadis kecil itu dengan lembut, "mamah juga, sayang. Sudah siap ke pernikahan Tante Marsha?" tanyanya dengan suara yang penuh perhatian.

Gadis kecil itu tersenyum dan mengangguk, "Nanti Fiony mau makan yang banyak, biar tambah gendut.." Serunya dengan nada yang lucu. Freya hanya tertawa kecil.

Fiony Alveria Tantri, gadis kecil itu diadopsi oleh Freya di panti asuhan, secara tidak sengaja. Freya merupakan Donatur terbesar di sebuah panti asuhan di jepang. Secara tidak sengaja, ia bertemu dengan Fiony yang masih balita. Fiony kecil adalah gadis yang cengeng, namun setiap kali bertemu dengan Freya, gadis itu selalu tertawa riang. Freya yang tersentuh lalu mengadopsi anak itu. Dan secara kebetulan, Freya menyadari terdapat kemiripan dalam nama Fiony dan Fonix.

Gadis kecil tersebut kini telah berumur 2 tahun. Ia sangat pintar dan aktif, dan juga sangat manja pada ibu angkatnya. Fiony sangat menyukai segala hal yang berbau tentang ayam. Bahkan di kamarnya, menumpuk boneka ayam bermacam-macam warna.

"Kamu di sini, nenek cariin Loh." Veranda menghampiri Freya yang tengah menggendong Fiony.

"Biar sama mamah dulu aja, kamu siap-siap dulu, sebentar lagi kita berangkat." Ucap Veranda.

Freya mengangguk, "Kamu sama nenek dulu ya, mamah mau siap-siap dulu." Ujar Freya. Fiony mengangguk mengerti dengan patuh.

'Kamu lihat dia, Sayang. Jika saja kamu masih ada di sini, anak kita pasti akan selucu Fiony' Ucap Freya di dalam hatinya.

......—END—......

1
Riding Storm
Boleh kasih saran?? /Applaud/
Riding Storm: Wkwk, sama aja. Kalau males ya gak bakal ada yang berubah. Semangat, Kak.
Miss Anonimity: Udah lama pengen di Revisi, tapi masih perang sama rasa males.
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!