NovelToon NovelToon
Usia Bukan Masalah

Usia Bukan Masalah

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Tante
Popularitas:284
Nilai: 5
Nama Author: abbylu

"Dia, seorang wanita yang bercerai berusia 40 tahun...
Dia, seorang bintang rock berusia 26 tahun...
Cinta ini seharusnya tidak terjadi,
Namun hal itu membuat keduanya rela melawan seluruh dunia."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon abbylu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 4

Malam itu mengalir bagaikan segelas anggur—dalam tawa, cerita, dan rahasia yang terungkap. Di atas atap yang hangat, dipenuhi aroma herbal dari kebun kecil, Madeline dan Liam bercakap seolah dunia luar tak lagi ada.

Kota yang berkilau di bawah mereka hanyalah latar kabur dari momen yang begitu intim—dunia kecil mereka dipenuhi kisah hidup, luka yang dibagi, dan sebuah ketertarikan yang tumbuh tanpa diminta.

Namun seperti semua momen magis, keajaiban itu mulai memudar ketika Madeline, tersadar oleh ketakutan lamanya, bangkit perlahan. Senyumnya yang tadi lembut memudar perlahan, dan matanya yang hangat berubah menjadi bayang-bayang keraguan.

“Aku rasa kamu harus pulang,” ucapnya, suaranya terdengar lebih mantap dari perasaannya.

Liam memandangnya, heran tapi lembut. Ia mengikuti Madeline ke tepi atap, tempat gadis itu menatap kerlip lampu kota seolah mencari jawaban pada cakrawala.

Ia berdiri di belakangnya, cukup dekat hingga dada mereka nyaris bersentuhan. Dengan perlahan, tangannya menyentuh lengan Madeline—sebuah sentuhan ringan yang membuat perempuan itu merinding.

“Jangan bilang kamu tak merasakannya,” bisiknya di dekat telinga Madeline. “Koneksi ini... nyata. Aku tahu sejak pertama melihatmu.”

Madeline memejamkan mata. Hatinya bergetar. Ini bukan sekadar ketertarikan biasa, tapi sesuatu yang lebih dalam, lebih berbahaya. Dan karena itu, ia harus melindungi dirinya. Ia mencoba menahan.

“Aku terlalu tua untukmu,” gumamnya dengan nada getir.

Liam menatap wajahnya dan memutar tubuhnya agar menghadap dirinya.

“Tidak,” jawabnya yakin.

Dan sebelum Madeline sempat berpikir lebih jauh, ia menciumnya—perlahan dan penuh penghargaan. Bukan dengan terburu-buru, tetapi dengan pengertian dan kekuatan yang mengguncang hati. Madeline, yang sudah lama tak merasakan keintiman sejati, mendapati dirinya tenggelam dalam hangatnya pelukan dan rasa yang seolah membangunkannya dari tidur panjang.

Ketika mereka akhirnya saling melepaskan, Madeline menyandarkan kening di dadanya, napasnya berat dan gemetar.

“Ini tidak benar,” bisiknya.

“Kenapa tidak?” tanya Liam lembut.

“Karena aku... janda dengan anak remaja. Apa kata orang nanti?”

“Apa pedulimu dengan omongan orang?” balas Liam tenang. “Kalau peran kita dibalik dan aku yang lebih tua, takkan ada yang protes. Orang selalu bicara. Tapi yang penting itu apa yang kita rasa. Dan kamu... kamu membuatku merasa hidup.”

Madeline nyaris tersenyum, namun realita kembali menahannya. Ia menatap mata Liam, lalu menghela napas.

“Lebih baik sampai di sini saja,” ucapnya pelan, menarik diri dari pelukan itu. “Terima kasih... tapi aku tak bisa.”

Liam tak memaksa. Ia mengangguk dan berjalan ke arah pintu atap. Namun sebelum pergi, ia menoleh dan berkata:

“Pikirkan ini, Madeline. Tak setiap hari kamu menemukan seseorang yang bisa bicara denganmu selama berjam-jam tanpa melirik jam. Dan tak setiap hari kamu merasa... seperti tadi.”

Madeline hanya bisa menatap kepergiannya. Ketika pintu tertutup, udara malam terasa lebih berat. Ia duduk dan menatap bintang, membiarkan keheningan menyelimuti.

Malam itu sempurna. Dan mungkin karena itulah, terasa begitu menyakitkan.

---

Malam itu, Madeline tak bisa tidur.

Setiap kali memejamkan mata, ia kembali merasakan hangatnya tangan Liam, rasa dari ciuman itu, dan cara pria itu memandangnya—seolah dirinya adalah wanita paling diinginkan di dunia. Sudah berapa lama sejak terakhir kali ia dipandang seperti itu? Sudah berapa lama sejak dirinya merasa hidup?

Ia mencoba menenangkan pikirannya, bahkan menegur dirinya sendiri. “Apa yang kau pikirkan, Madeline? Dia masih muda... bisa saja jadi anakmu.” Tapi hatinya tahu itu tidak benar. Liam bukan anak-anak. Ia pria dewasa, berdikari, dan tahu apa yang ia mau.

Namun, tekanan sosial selalu kejam. Ia sudah terlalu lama berjuang untuk memperbaiki hidup, membesarkan putrinya dengan benar, menjaga agar semuanya tetap seimbang. Dan kini… kini ia merasa berada di tepi jurang emosional yang begitu dalam, dan itu menakutkan.

---

Sementara itu, Liam berjalan menyusuri trotoar Los Angeles, tangan di saku, dan jantung berdetak lebih cepat dari biasanya.

Ia tidak bingung. Ia tahu betul apa yang dirasakannya. Ada sesuatu dalam diri Madeline yang menariknya lebih dari sekadar fisik. Kisah hidupnya, keteguhan hatinya, caranya tertawa—bahkan bagaimana ia bicara soal masakan, semuanya nyata. Tanpa topeng, tanpa kepura-puraan.

Ia pernah mengenal wanita lebih tua sebelumnya, tapi belum pernah ingin lebih dari sekadar percakapan ringan atau kebersamaan sementara. Madeline berbeda. Dan meskipun malam itu ia tak berhasil meyakinkannya, ia tetap mengagumi keberanian Madeline untuk tetap teguh.

“Pikirkan saja,” katanya tadi. Dan ia benar-benar berharap Madeline mempertimbangkannya.

---

Pagi harinya, Madeline berdiri di depan cermin dengan ekspresi yang tak jauh berbeda seperti biasanya… namun ada sesuatu yang berubah.

Mungkin rona di pipinya yang sedikit lebih cerah. Mungkin senyuman kecil yang muncul saat ia memulas lipstik. Tapi ada satu hal yang pasti—untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, seseorang telah membuatnya merasa diinginkan… bukan karena peran sebagai ibu, bukan karena keahliannya memasak, bukan karena kesopanan atau status sosial… tapi karena dirinya sendiri.

Dan perasaan itu, meski ia mencoba menyangkal… telah mengguncang dirinya sampai ke tulang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!