Detektif Arthur dihantui oleh kecelakaan mengerikan yang merenggut ingatannya tentang masa lalunya, termasuk sosok seorang gadis yang selalu menghantuinya dalam mimpi. Kini, sebuah kasus baru membawanya pada Reyna, seorang analis forensik yang cerdas dan misterius. Semakin dalam Arthur menyelidiki kasus ini, semakin banyak ia menemukan kesamaan antara Reyna dan gadis dalam mimpinya. Apakah Reyna adalah kunci untuk mengungkap misteri masa lalunya? Atau, apakah masa lalu itu sendiri yang akan membawanya pada kebenaran yang kelam dan tak terduga? Dalam setiap petunjuk forensik, Arthur harus mengurai teka-teki rumit yang menghubungkan masa lalunya dengan kasus yang sedang dihadapinya, di mana kebenaran tersembunyi di balik teka-teki forensik yang mengancam kehidupan mereka keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sintasina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenangan Ayah
Sementara hujan masih terus mengguyur kota, Reyna tiba di apartemennya. Cahaya lampu jalan yang tembus pandang dari jendela apartemennya, menerangi jalan masuknya yang basah kuyup. Ia segera melangkah masuk, melepas jaket tebalnya dengan gerakan lelah, suara gesekan kain pada kain terdengar nyaring di dalam ruangan yang hening. Jaket itu ia lempar begitu saja ke sofa, sebelum melepas sepatunya dan menaruhnya berdampingan dengan rapi di samping pintu. Bau basah tanah dan aspal menempel kuat pada pakaian dan rambutnya.
Reyna membutuhkan waktu untuk menenangkan dirinya. Ia melangkah ke kamar mandi, menyalakan lampu. Ubin kamar mandi yang berwarna putih berkilau terlihat bersih dan menyegarkan. Ia menghidupkan keran air hangat, suara air yang mengalir perlahan membuat suasana semakin menenangkan. Uap air hangat mulai menyelimuti ruangan, membuat udara terasa lebih lembut dan nyaman.
Setelah melepas pakaian basahnya, Reyna melangkah masuk ke bawah guyuran air hangat. Air itu membasahi kulitnya, membilas lelah dan tekanan yang ia rasakan sepanjang hari. Aroma sabun mandinya, dengan wanginya yang menyegarkan dan menenangkan, tersebar di ruangan. Busanya yang lembut membuat kulitnya terasa lebih halus dan bersih. Suasana hanya diisi oleh suara air yang mengalir dan napas Reyna yang perlahan-lahan menjadi lebih tenang. Ia menikmati kesunyian dan kehangatan kamar mandi, sebuah pelarian sementara dari tekanan pekerjaannya dan juga dari keprihatinannya terhadap Arthur. Setelah membersihkan diri, ia menutup keran air dan melap tubuhnya dengan handuk yang lembut. Aroma sabun dan handuk yang bersih membuatnya merasa lebih rileks. Ia memandang bayangannya di cermin, melihat wajahnya yang sudah terlihat lebih tenang daripada beberapa jam yang lalu.
Setelah beberapa saat bercermin, Reyna berjalan menuju kamarnya. Ia tidak langsung mengenakan pakaian tidur. Dengan tubuh masih dibalut handuk lembut, ia menjatuhkan diri ke tempat tidur yang empuk. Ia terdiam sesaat, menatap langit-langit apartemennya dengan mata yang berkedip pelan beberapa kali, seakan mencoba untuk melepas segala tekanan yang menyelimuti pikirannya. Suasana kamar yang hening hanya diiringi oleh suara detak jantungnya yang perlahan-lahan menenangkan.
Setelah beberapa saat, Reyna perlahan bangun dan berjalan menuju mejanya. Ia membuka laci meja, mengeluarkan sebuah buku tua yang kulitnya sudah sedikit kusam karena sering digunakan. Buku inilah yang menjadi tempat Reyna menyimpan catatan dan petunjuk untuk beberapa kasus yang sedang ditanganinya. Dengan hati-hati, ia membuka buku itu dan mencari bagian yang bertuliskan 'Kasus Bunga Mawar Hitam'. Matanya berhenti pada sebuah catatan yang menunjukkan nama tempat— 'The Crimson Rose Pub' di kota San Francisco, California. Nama tempat itu tertulis dengan huruf yang tegas, seolah menunjukkan pentingnya lokasi tersebut dalam penyelidikan kasus ini. Reyna menatap nama tempat itu sejenak, mencoba untuk mengingat-ingat informasi yang ia miliki tentang tempat tersebut. Ia kemudian membuka halaman lainnya, melihat beberapa foto dan keterangan yang berkaitan dengan kasus tersebut. Wajahnya tampak sedikit lebih konsentrasi, seolah ia sedang mencari sesuatu yang penting.
Reyna menatap nama 'The Crimson Rose Pub', namun pikirannya melayang. Ia terbawa arus kenangan masa kecilnya, ke suatu malam yang gelap dan dingin. Hujan deras mengusir kehangatan di dalam rumahnya. Gadis kecil Reyna berdiri di ruang tamu, memeluk erat boneka kesayangannya. Ia menunggu ayahnya pulang, sebuah rutinitas yang selalu ia lakukan setiap malam.
Di luar, pintu rumah dibuka. Seorang pria bertubuh besar dengan beberapa bekas luka di wajahnya muncul di ambang pintu. Sebelum masuk, pria itu berbicara dengan orang lain yang sama besarnya dan sama mengerikannya. Reyna tidak bisa melihat dengan jelas, namun ia ingat dengan jelas suara tawa mereka yang terdengar kejam dan mengancam.
Pria besar itu adalah ayahnya. Setelah percakapan singkat itu, ayahnya masuk, menutup pintu dengan kuat. Ia melihat putrinya sedang berdiri menunggunya seperti biasa. Senyum lebar tersungging di wajah ayahnya, namun Reyna kecil merasakan sesuatu yang tidak beres.
"Putriku sayang… kemarilah, peluk Ayah," kata ayahnya, suaranya agak kasar namun mencoba untuk terdengar lembut. Ia berjongkok, membuka lengannya selebar-lebarnya.
Reyna kecil berlari menuju ayahnya, memeluk erat tubuhnya yang besar dan kuat. Meskipun Reyna kecil merasa takut pada ayahnya, ia juga sangat menyayangi ayahnya. Ada sebuah kontradiksi yang besar di hati gadis kecil itu, sebuah campuran antara cinta dan takut yang tak bisa ia jelaskan. Ia menanamkan kepalanya di dada ayahnya, merasakan detak jantung ayahnya yang berdebar keras, seolah mencerminkan sesuatu yang ia sembunyikan. Kenangan itu begitu jelas dan menyakitkan, mengingatkannya pada sebuah masa lalu yang sulit untuk ia lupakan.
Kenangan masa kecil itu menghilang, Reyna kembali ke kenyataan. Ia mengeratkan genggamannya pada buku catatan kasus 'Bunga Mawar Hitam', jari-jarinya menekan kulit buku yang sudah usang. Tatapannya kosong, seolah jiwanya masih tertinggal di masa lalu. Suasana kamar yang tadinya tenang kini terasa berat dan menekan. Bayangan ayahnya, pria besar dengan bekas luka di wajahnya, dan tawa kejamnya masih berputar-putar di benaknya.
Ia bergumam perlahan, suaranya nyaris tak terdengar, "Ayah… apa yang sebenarnya kau sembunyikan?" Pertanyaan itu telah menghantuinya selama bertahun-tahun, sebuah misteri yang tak pernah terpecahkan. Ia menatap nama 'The Crimson Rose Pub' kembali, seolah nama tempat itu berkaitan dengan misteri masa lalu ayahnya. Apakah ayahnya terlibat dalam sesuatu yang gelap? Apakah 'The Crimson Rose Pub' memiliki peran dalam misteri yang telah lama menghantuinya? Pertanyaan-pertanyaan itu menggerogoti pikirannya, menciptakan suasana yang semakin menegaskan keseriusan kasus 'Bunga Mawar Hitam'. Ia harus menemukan jawabannya. Ia harus mengungkap segala sesuatu yang disembunyikan ayahnya. Meskipun hal itu mungkin akan menimbulkan rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam.
Di tengah kesunyian kamar dan renungan mendalamnya, ponsel Reyna tiba-tiba berdering nyaring, membuyarkan konsentrasinya. Ia tersentak kaget, sebelum mengambil ponselnya dari atas meja. Nama Inspektur Jaxon tertera di layar. Reyna langsung menjawab panggilan itu.
"Halo, Inspektur," sahut Reyna, suaranya terdengar tenang namun sedikit tegang.
Suara Inspektur Jaxon terdengar dari seberang telepon, "Reyna, aku butuh bantuanmu. Arthur… dia mabuk berat. Meskipun sudah tidak mengamuk lagi, tapi kondisinya masih sangat mengkhawatirkan."
Reyna mendengus perlahan, memutar matanya dengan ekspresi kesal. Pria itu, Arthur, tidak pernah membantu pekerjaannya, malah selalu menambah masalah. "Saya akan segera ke sana, Inspektur," jawab Reyna, suaranya terdengar sedikit datar. Ia menutup panggilan telepon, kemudian dengan cepat bersiap-siap. Ia mulai mencari pakaian di lemari, melempar handuk yang ia pakai sebelum berganti pakaian, mengecek tas dan mencari kunci mobilnya. Perasaan kesal dan sedikit lelah bercampur jadi satu. Ia harus menangani Arthur lagi, di tengah kesibukannya memecahkan kasus 'Bunga Mawar Hitam'. Namun, sebagai rekan kerja, ia merasa bertanggung jawab untuk membantu Arthur yang sedang dalam keadaan sulit. Ia mengambil kunci mobilnya dan bergegas meninggalkan apartemennya, meninggalkan buku catatan kasus yang masih terbuka di atas meja.