Kayla lahir dari pernikahan tanpa cinta, hanya karena permintaan sahabat ibunya. Sejak kecil, ia diperlakukan seperti beban oleh sang ayah yang membenci ibunya. Setelah ibunya meninggal karena sakit tanpa bantuan, Kayla diusir dan hidup sebatang kara. Meski hidupnya penuh luka, Kayla tumbuh menjadi gadis kuat, pintar, dan sopan. Berkat beasiswa, ia menjadi dokter anak. Dalam pekerjaannya, takdir mempertemukannya kembali dengan sang ayah yang kini menjadi pasien kritis. Kayla menolongnya… tanpa mengungkap siapa dirinya. Seiring waktu, ia terlibat lebih jauh dalam dunia kekuasaan setelah diminta menjadi dokter pribadi seorang pria misterius, Liam pengusaha dingin yang pernah ia selamatkan. Di tengah dunia yang baru, Kayla terus menjaga prinsip dan ketulusan, ditemani tiga sahabatnya yang setia. Namun masa lalu mulai mengintai kembali, dan cinta tumbuh dari tempat yang tak terduga…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Senin pagi – Rumah Kayla
Langit mendung, sisa hujan malam masih membasahi jalan kecil depan perumahan.
Kayla baru saja sampai dari villa. Matanya sedikit sayu tapi tenang. Ia turun dari mobil, membawa tas ransel dan oleh-oleh kecil untuk kakek Albert.
Saat hendak membuka pagar rumah mungilnya, ia berhenti.
Sebuah kotak cokelat tua tergeletak di anak tangga.Tidak ada nama pengirim. Tidak ada pita. Hanya satu catatan kecil bertuliskan:
"Untuk seseorang yang menyelamatkan nyawa orang keras kepala." Kayla menunduk. Tangannya menyentuh kotak itu pelan, lalu membawanya masuk.
Di dalam rumah
Kayla duduk di sofa ruang tamunya. Ia membuka kotak itu.
Di dalamnya, sebuah buku kedokteran sudah tua dan menguning, dengan bekas lipatan di berbagai halaman. Judulnya: “Trauma Internal dan Stabilisasi Darurat”.
Kayla mengerutkan kening. Ia membuka halaman pertama.
Ada catatan tangan di sisi dalam sampul: “Untuk siapapun yang tahu cara menyelamatkan tanpa membunuh harga diri pasien.”
— L
Kayla membeku. "L. Liam"
Ia menutup buku itu pelan. “Kenapa dia kirim buku ini?”
Tak ada nomor. Tak ada bunga. Tak ada pesan manis.Hanya buku tua… dan satu kalimat yang menusuk logika sekaligus emosi.
Sore hari – Rumah Kakek Albert
“Jadi dia kirim buku?” tanya kakek Albert sambil menyeruput tehnya.
“Iya…,” jawab Kayla pelan.
“Dia gak kirim bunga?” tanya kakek Albert
Kayla menggeleng.
Kakek Albert tertawa kecil. “Berarti dia tahu kamu bukan tipe yang gampang luluh pakai mawar.”
Kayla ikut tersenyum. “Atau dia terlalu malas buat romantis.”
“Justru karena dia beda. Kamu biasanya gak pernah mau cerita kalau ada cowok aneh yang naksir kamu. Tapi kali ini kamu datang ke sini dan cerita.” ujar kakek Albert
Kayla menatap cangkir tehnya. “Mungkin karena... aku juga gak ngerti kenapa aku gak marah.”
Kakek Albert menepuk punggung tangannya. “Kadang, luka paling lama... datang dari orang asing yang nyaris kamu tolong sebagai manusia. Bukan sebagai korban masa lalu.”
Kayla diam.
Di tempat lain – Penthouse milik Liam
Liam duduk di balkon, ditemani Renzo.
“Kamu yakin dia bakal ngerti maksud kamu ngirimin buku tua itu?” tanya Renzo.
Liam menjawab singkat. “Kalau dia gak ngerti, berarti bukan dia.”
Renzo menggeleng sambil tersenyum. “Dan kalau dia ngerti?”
Liam menatap jauh ke langit Jakarta yang mendung.
“Berarti aku harus siap… kalau tembok ini benar-benar roboh.”
...----------------...
Rabu pagi – Ruang ganti staf RS
Kayla baru selesai memeriksa pasien anak dengan demam tinggi. Hari ini rumah sakit padat, tapi ia tetap seperti biasa — tenang, cekatan, dan selalu tepat waktu.
Ia berjalan ke ruang ganti staf untuk mengambil dokumen yang ia simpan di dalam loker pribadinya.
Saat membuka loker…
Ada sebuah amplop abu-abu.
Bukan dari rumah sakit. Tidak ada nama pengirim. Sama seperti sebelumnya.
Kayla mengangkatnya pelan. Kali ini lebih tipis.
Ia membuka, dan di dalamnya hanya ada selembar kertas kecil.
Tulisan tangan itu… lagi-lagi mirip dengan sebelumnya.
Isi surat:
" Kalau jantung manusia bisa berdetak tanpa diperintah...kenapa hatimu masih kau kendalikan seketat itu?
— L
---
Kayla menghela napas dalam-dalam.
Ia duduk di bangku panjang ruang ganti, memandangi tulisan itu.
“L lagi…” bisiknya.
Beberapa saat kemudian, Cika masuk sambil membawa berkas.
“Eh, Kay, lo ngapain bengong di situ?”
Kayla buru-buru melipat surat itu. “Nggak. Cuma… istirahat sebentar.”
Cika mendekat. “Lo baik-baik aja, kan?”
Kayla mengangguk, tapi tak bisa menyembunyikan raut berpikirnya.
---
Siang hari – Grup chat "Trio Dokter Heboh"
📱 Cika:
“Gue curiga Kayla lagi deket sama cowok.”
📱 Rina:
“Setuju. Dia makin banyak bengong tapi senyum sendiri.”
📱 Lala:
“APA?! JANGAN-JANGAN PASIEN! GUE BIKIN FORMULIR TES KEJIWAAN NIH 😭”
📱 Cika:
“Kita harus selidiki. Misi: ‘SIAPA L’ dimulai.”
📱 Kayla (muncul):
“…aku bisa baca semua chat ini 😑”
📱 Lala:
“YA TERLAMBAT 😭 CINTA LO DALAM BAHAYA, BESTIE.”
---
Sore – Kamar Kayla
Kayla membuka kembali surat itu. Ia menaruhnya di samping buku kedokteran tua dari Liam.
Di dalam hatinya, ia tahu.
“L” itu Liam.
Ia juga tahu… semakin ia diam, semakin Liam maju perlahan, dengan cara yang tidak biasa.
Bukan bunga, bukan ajakan makan malam,
Tapi surat, teka-teki… dan kehadiran yang tetap tak terlihat namun terasa.
---
Di sisi lain – Liam di ruang kerja mewahnya
Renzo masuk membawa laporan perusahaan.
Liam menutup laptop. “Dia terima suratnya?”
“Kayla?” tanya Renzo. “Aku nggak tahu. Tapi kalau dia diam… berarti dia mikir. Dan itu artinya… kamu berhasil.”
Liam hanya menatap langit-langit.
“Dia wanita yang tidak bisa ditaklukkan dengan cara biasa.”
Renzo tersenyum. “Dan kamu pria yang baru belajar jatuh cinta dengan cara yang salah kaprah.”
Hari Jumat – Rumah Sakit Anak Sentra
Kayla sedang menyelesaikan laporan pasien saat seorang perawat masuk ke ruangan kerjanya dengan amplop tebal bersegel.
“Dokter Kayla, ini ada kiriman untuk Anda. Katanya sangat penting.”
Kayla menerima amplop itu. Di bagian depan tertulis:
“Undangan Eksklusif – Seminar Internasional Kedokteran Anak”
Tempat: Ballroom Hotel Alesha, Minggu sore
Dresscode: Formal – Undangan hanya untuk dokter terpilih.
Alis Kayla terangkat. “Aku gak pernah daftar seminar ini…”
Namun rasa penasaran membuatnya membuka amplop itu. Di dalamnya ada brosur, kartu akses, dan catatan kecil…
“Aku tahu kamu tidak suka kejutan. Tapi kali ini, izinkan aku menjadi alasan kamu datang. — L.”
---
Minggu sore – Hotel Alesha
Kayla berdiri di depan ballroom yang nyaris kosong. Ia mengenakan setelan formal elegan, rambut digulung rapi. Di tangannya, undangan seminar.
Tidak ada orang lain. Tidak ada keramaian.
Hanya denting musik lembut dan ruangan terang benderang yang sangat mewah, namun kosong.
Tiba-tiba, dari balik tirai kaca, langkah sepatu terdengar.
Liam masuk. Mengenakan jas gelap dan ekspresi datarnya yang khas. Tangan di saku, mata menatap lurus ke arahnya.
Kayla berdiri tegak. “Jadi… tidak ada seminar?”
Liam mendekat, lalu berhenti dua meter darinya.
“Saya tidak punya cara lain untuk mengajak kamu bicara, tanpa kamu menghindar.”
Kayla menghela napas. “Kalau ini penting… kenapa tidak lewat surat lagi?”
Liam menatapnya tenang. “Karena aku ingin kamu melihat mataku, saat aku bicara.”
Keheningan.
“Aku bukan orang baik, Kayla,” ucap Liam. “Dan aku sadar… setiap langkahku bisa membuatmu mundur. Tapi kamu… adalah satu-satunya orang yang pernah menyentuh hidupku tanpa menyentuh egoku.”
Kayla menatapnya dalam. “Aku dokter, tuan Liam. Aku menolong pasien, bukan mengubah mereka.”
“Aku tidak minta diubah.” Liam pelan. “Aku cuma ingin kamu tahu... bahwa setelah semua luka, mungkin kamu berhak untuk tahu... bagaimana rasanya dihargai. Bukan karena kamu pintar. Tapi karena kamu hidup.”
Kayla tertunduk.
“Aku tidak sedang menawarkan hubungan.” Liam melanjutkan, “Aku cuma menawarkan... waktu. Untuk mengenal. Untuk bicara. Tanpa tekanan. Tanpa tuntutan.”
Ia menyodorkan kartu nama kecil berdesain minimalis.
Di baliknya hanya ada satu kalimat, "Untuk saat kamu siap duduk tanpa harus berjaga."
Kayla menatap kartu itu… lalu mengambilnya pelan.
---
Beberapa saat kemudian
Kayla duduk sendirian di sudut ballroom. Segelas teh hangat disediakan diam-diam oleh pelayan.
Tak ada musik. Tak ada percakapan lain.
Hanya detak jantungnya sendiri yang terasa lebih nyata dari sebelumnya.
“Dia tidak mengajakku jatuh cinta. Tapi dia memberiku pilihan... untuk tidak sendirian.”
Bersambung
mantap 👍
kl orng lain,mngkn g bkln skuat kayla....
ank kcil,brthan hdp s luarn sna pdhl dia msh pnya sseorng yg nmanya ayah.....
😭😭😭
mudah dipahami
mna pas lg,jdinya ga ara th jd nyamuk....😁😁😁.....
Liam niat bgt y mau pdkt,smp kayla prgi kmna pun d ikutin....blngnya sih kbetulan.....tp ha pa2 lh,nmanya jg usaha....smngtttt....
trnyta ank yg d buang,skrng mlah jd kbnggaan orng lain....slain pntr,kayla jg tlus....skrng dia pnya kluarga yg syng dn pduli sm dia....