NovelToon NovelToon
RAHASIA MASA LALU SUAMI DAN SANG IPAR

RAHASIA MASA LALU SUAMI DAN SANG IPAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Selingkuh / Cintapertama
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Barra Ayazzio

Bagaimana rasanya menjadi istri yang selalu kalah oleh masa lalu suami sendiri?
Raisha tak pernah menyangka, perempuan yang dulu diceritakan Rezky sebagai "teman lama”itu ternyata cinta pertamanya.

Awalnya, ia mencoba percaya. Tapi rasa percaya itu mulai rapuh saat Rezky mulai sering diam setiap kali nama Nadia disebut.
Lalu tatapan itu—hangat tapi salah arah—muncul lagi di antara mereka. Parahnya, ibu mertua malah mendukung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Barra Ayazzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30. Nasehat Mertua

Ruang keluarga sore itu terasa tegang. Matahari mulai condong, menembus tirai tipis dan jatuh ke lantai seperti garis-garis emas yang tak mampu menghangatkan suasana. Bu Ratna berdiri dengan tangan terlipat di dada, wajahnya jelas menunjukkan kemarahan yang sudah lama ia tahan. Rezky hanya bisa menunduk, berdiri di dekat sofa dengan gelisah. Dia datang setelah Bu Ratna menelponnya.

"Rezky,” suara Bu Ratna akhirnya pecah—pelan, tapi tajam, "Mama sudah dengar dari Icha.”

Rezky menelan ludah. “Tentang apa, Ma?”

"Jangan pura-pura tidak tahu. "Bu Ratna melangkah maju, setiap langkahnya seperti menampar keheningan. “Mama tahu Ibu kamu— mengultimatum Icha soal kehamilan. Enam bulan. Kalau tidak hamil, dia boleh diceraikan atau dipoligami.” Suaranya bergetar karena marah dan kecewa. “Kamu biarkan itu terjadi?”

Rezky mengangkat wajahnya sedikit, tapi sorot matanya redup. “Ma, aku, aku nggak tahu harus gimana waktu itu. Ibu terlalu keras, dan Icha—”

"Dan kamu diam?” potong Bu Ratna cepat, nadanya meninggi. “Kamu diam sementara istri kamu ditekan seperti itu? Rezky, itu bukan hal kecil. Itu menyangkut martabat dan perasaan Icha sebagai perempuan, sebagai istrimu.”

Rezky menarik napas panjang, kedua tangannya saling menggenggam gelisah. “Aku cuma takut memperkeruh keadaan, Ma…”

Bu Ratna menggeleng keras. “Justru di situlah kamu salah.” Ia mendekat dan menyentuh bahu Rezky, tapi genggamannya tegas, bukan lembut. "Seorang suami harus melindungi istrinya. Kalau kamu diam, siapa yang akan berdiri di sisi Icha? Kamu takut memperkeruh keadaan, tapi kamu malah membiarkan Icha menghadapi semuanya sendirian. Mama, sudah melihat gelagat ini pas adikmu menikah, tapi mama gak bertanya, ternyata inilah jawabannya. Kamu tahu? Dia tadi datang di tengah gerimis, dia menangis mengadukan semuanya. Kamu benar-benar tega, Rezky.”

Rezky memejamkan mata, suara ibunya seperti menembus pertahanan yang selama ini ia pasang. "Aku sayang sama Icha, Ma. Aku cuma bingung harus apa?”

"Kamu nggak perlu hebat untuk membela istrimu,” kata Bu Ratna lebih pelan, tapi tetap tajam. “Kamu hanya perlu ada untuk dia. Bicara. Menegur ibu kamu dengan baik-baik. Menunjukkan pada Icha bahwa dia tidak sendirian.”

Hening beberapa detik. Hanya suara jam dinding yang terdengar, berdetak lambat namun menusuk.

"Ma…” Rezky akhirnya bersuara, suaranya serak. "Aku salah.”

Bu Ratna menghela napas, amarahnya bergeser menjadi kepedihan seorang ibu yang cemas. "Mama tidak mau lihat Ica terluka lagi. Dia sudah cukup banyak berkorban untuk kamu. Kalau kamu benar-benar mencintai dia, kamu harus mulai berdiri sebagai suami yang Icha butuhkan.”

Rezky menunduk lebih dalam lagi, dadanya terasa sesak. Kata-kata Bu Ratna menampar sisi dirinya yang selama ini dia abaikan.

"Aku akan minta maaf ke Icha, Ma,” katanya lirih. “Dan aku akan bicara sama ibu.”

Untuk pertama kalinya sejak percakapan dimulai, Bu Ratna mengangguk kecil—bukan puas, tapi lega bahwa Rezky akhirnya mengerti.

"Bagus,” ujarnya pelan. “Sebelum terlambat.”

Ruang keluarga masih dipenuhi sisa ketegangan ketika Papa Raisha—Pak Hartanto—masuk rumah, baru pulang kerja. Lelaki itu tidak pernah meninggikan suara, tapi aura wibawanya cukup untuk membuat siapa pun menegakkan punggung. Ia menatap Bu Ratna dan Rezky bergantian sebelum menarik napas panjang.

"Ada Rezky, sudah lama? Ichanya mana? Kok gak kelihatan?” tanyanya pelan, namun nada suaranya membuat Rezky otomatis merapikan duduknya, lalu berdiri, dan mengulurkan tangannya.

"Sehat, Pa?"

"Alhamdulillah. Kamu sendiri?" Pak Hartanto balik bertanya.

"Alhamdulillah, baik juga, Pa."

" Ada apa ini? Kok seperti ada yang sedang dibicarakan?"

Bu Ratna memberi isyarat bahwa Rezky yang harus menjelaskan. Rezky pun akhirnya menceritakan semuanya—tentang ultimatum enam bulan, tentang tekanan dari ibunya, tentang dirinya yang hanya diam dan berharap keadaan mereda sendiri.

Pak Hartanto mendengarkan tanpa menyela. Tangannya terlipat, wajahnya tenang, tapi matanya menyimpan sesuatu yang membuat Rezky merasa semakin kecil.

Setelah Rezky selesai, hening beberapa detik.

"Rezky,” ujar Pak Hartanto akhirnya. Suaranya sangat tenang, tapi tegas. “Papa bukan orang yang suka ikut campur urusan rumah tangga anak. Tapi ini menyangkut putri Papa. Menyangkut kebahagiaan seorang perempuan yang kamu minta datang ke hidup kamu.”

Rezky menunduk. “Iya, Pak… aku mengerti.”

"Belum.” Pak Hartanto menggeleng perlahan. "Kalau kamu mengerti, kamu tidak akan membiarkan Icha memikul tekanan seperti itu sendirian.”

Rezky terdiam, tidak berani membantah.

Pak Hartanto melangkah mendekat dan duduk di hadapan Rezky. “Kamu harus tahu satu hal, Rezky. Dalam pernikahan, bukan hanya istri yang wajib berbakti pada suami. Suami pun punya kewajiban yang sama beratnya untuk melindungi istrinya. Bahkan ketika yang ia hadapi orang tua sendiri.”

Rezky mengangkat kepala sedikit, matanya berkaca-kaca. "Aku hanya… bingung harus bagaimana, Pak.”

"Bingung itu wajar,” jawab Pak Hartanto pelan. "Tapi membiarkan istri kamu merasa tidak punya siapa-siapa? Itu pilihan. Dan itu pilihan yang salah.”

Rezky meneguk ludah, dadanya terasa berat.

Pak Hartanto melanjutkan, suaranya lebih lembut tapi tetap menusuk, “Kamu harus tahu, tekanan soal keturunan itu bukan hal sepele. Pada perempuan, itu bisa jadi beban mental yang tidak kelihatan, tapi sangat menyakitkan. Kamu mungkin tidak melihat Icha menangis, tapi papa yakin hatinya sangat tertekan.”

Bu Ratna yang sedari tadi diam mengangguk pelan, mendukung ucapan suaminya.

"Kami menerima kamu sebagai menantu,” kata Pak Hartanto “Tapi kalau kamu mau Icha tetap kuat, kamu harus lebih dulu jadi rumah yang aman untuk dia. Bukan membiarkan dia jadi tameng untuk meredakan konflik keluargamu.”

Rezky menunduk lebih dalam, suaranya pecah, "Aku benar-benar sayang sama Icha, Pa. Aku tidak mau kehilangan dia.”

Pak Hartanto menatapnya lama, lalu memberi satu nasihat terakhir—tegas, jelas, dan menyentuh.

"Kalau kamu tidak mau kehilangan dia, maka kamu harus mulai berdiri untuknya. Bahkan kalau itu artinya kamu harus berdiri melawan ketakutanmu sendiri. Suami yang baik bukan yang berani pada orang lain, tapi berani membela istrinya.”

Satu kalimat yang memaku Rezky di tempatnya.

"Aku akan perbaiki semuanya, Pa.” Ucapnya lirih namun mantap. “Aku akan bicara baik-baik dengan Ibu. Dan aku akan minta maaf ke Icha.”

Pak Hartanto akhirnya mengangguk—perlahan, tetapi penuh makna.

"Bagus. Lakukan sebelum luka itu terlanjur dalam.”

"Bolehkah aku ketemu Icha sekarang?" Rezky menatap Bu Ratna dan Pak Hartanto bergantian.

"Masuk aja ke kamar, tadi sih masih tidur, setelah seharian ini curhat dan menangis." Bu Ratna menjawab sambil matanya tak lepas menatap menantunya.

Rezky melangkah menuju kamar yang ditunjukkan Bu Ratna. Di depan kamar, Rezky berdiri sebentar. Dia mengatur nafas lalu mengetuk pintu. Tak ada jawaban. Rezky memberanikan diri masuk, dilihatnya Icha sedang Shalat Ashar. Dia menunggu Icha menyelesaikan shalatnya.

1
Candela Antunez
Nggak sia-sia baca ini. 💪
Barra Ayazzio: Terimakasih, lanjut baca ya Kak. 🥰
total 1 replies
Classroom Of The Elite
Sangat kreatif
Barra Ayazzio: Terimakasih 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!