Cinta membuat seorang gadis bernama Suratih, menentang restu ayahnya. Damar, pemuda yang membuat hatinya lebih memilihnya daripada apa yang dikatakan orang tuanya, membuatnya mengambil keputusan yang sebenarnya mengecewakan sang ayah. Apakah Suratih akan bahagia membangun rumah tangga bersama Damar, setelah jalan yang dia tempuh salah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 30
"Ibu! Bagaimana ini! Laras gak mau perjodohan ini dibatalkan!" Laras mengguncang lengan Sari, dengan tatapan memelas.
"Kira-kira siapa wanita yang di sembunyikan den Damar? Apa mungkin Ratih? Tapi gak mungkin." gumam Inah dengan lirih, menatap pintu kamar Damar penuh tanya.
Masalahnya kan ayahnya Suratih itu galaknya bukan main. Mana mungkin anaknya bisa di bawa begitu saja oleh Damar. Bahkan Inah pun berpikir seperti itu.
Damar melirik Suryo, Sari dan Laras, ketiganya tampak melangkah maju. Berdiri lebih dekat dengan Sumi. Mereka benar benar ingin tau dengan kejutan yang akan Damar berikan pada Sumi.
"Kenapa kalian masih di sini! Perlukah Damar mengusir bibi, paman dan Laras dari rumah ini?" tanya Damar dengan tatapan sinis.
"Cepat buka pintunya, Damar!" titah Sumi dengan penuh emosi.
"Ibu janji, jangan apa-apain dia! Dia gak salah! Damar yang mak sa dia buat tinggal di kamar Damar! Damar udah ngebet ternak kecebong bu! Mungkin sudah ada yang berhasil tumbuh di dalam rahimnya." ujar Damar tanpa saringan.
Brug brug brug.
"Damarr!!! Keterlaluan kamu! Kamu mau buat ibu mati!" gerutu Sumi dengan penuh emosi. Ia bahkan mencengkram dan memukul-mukul dada serta lengan Damar.
Sumi benar-benar kecewa pada anaknya itu. Bagaimana bisa anak wanita yang terhormat seperti dirinya melakukan hal memalukan seperti itu. Sumi tak habis pikir, dia merasa gagal menjadi ibu.
Inah yang mendengarnya, langsung menutup mulutnya gak percaya, "Astaga den Damar nekad banget!"
Kreeek.
Laras yang gak sabar, langsung mendorong handle pintu kamar Damar yang gak lagi terkunci.
"Laras! Lancang kamu!" pekik Damar dengan penuh emosi. Apa lagi melihat perempuan itu dengan beraninya masuk ke dalam kamarnya.
"Siapa wanita yang sudah berani menggoda mu, Damar! Bisa-bisanya kamu permalukan ibu!" Sumi melangkah masuk dengan langkah terhuyung.
Damar yang gak tega, langsung memapah sang ibu memasuki kamarnya.
"Maaf bu, bukan dia yang menggoda Damar. Tapi Damar yang memaksa dia melayani Damar di kamar ini!" seru Damar dengan wajah tenangnya, gak ada rasa takut atau pun penyesalan di wajahnya.
"Kamu siapa? Ke- kenapa kamu bisa ada di sini? Apa yang kamu lakukan dengan bang Damar?" cecar Laras dengan tatapan gak percaya, kedua tangannya terkepal erat saat berada di depan Suratih.
Suratih menelan salivanya sulit, "Aku …"
Belum sempat Suratih mengatakannya, Laras sudah lebih dulu meluapkan kekesalannya. Wanita berjilbab itu menjambak rambut Suratih. Tanpa segan Laras melayangkan pukul pada tubuh Suratih.
"Wanita jalangg kamu! Kamu merebut calon suami ku! Kamu berani merebut bang Damar dari ku! Dasar kamu wanita gak tau malu! Kurang ajar kamu! Wanita sialan kamu! Mati kamu!" ujar Laras dengan penuh emosi.
Bugh bugh bugh bugh.
"Akkkhhh sakit! Bang Damar!" teriak Suratih dengan wajah kesakitan, tubuhnya yang lemah usai di gempur 2 malam terakhir oleh Damar. Dan sekarang dihujani pukulan dari Laras. Entah apa lagi yang akan Suratih hadapi kedepannya.
Damar melotot tajam ke arah Laras, melihat wanita yang ia cintai diperlakukan kasar oleh orang lain. Membuatnya meradang.
Namun pandangannya juga beralih pada Sumi yang hampir pingsan.
Inah langsung meraih tubuh Sumi untuk ia papah masuk ke dalam kamar Damar.
Sreeek.
Damar menarik lengan Laras dengan kasar.
Bugh.
Tubuh Laras terhempas ke lantai usai membentur nakas.
"Akkhhhh!" pekik Laras dengan wajah kesakitan. Bokongnya mendarat dengan keras di lantai tanpa karpet.
"Ya ampun, Laras! Kamu gak apa apa, nak?" tanya Sari yang langsung menghampiri anak gadisnya.
"Gak apa apa gimana sih bu! Bokong Laras sakit ini!" jawab Laras dengan wajah kesalnya.
Baik Sari dan Suryo segera membantu Laras untuk berdiri.
"Bang Damar jahat bangat sih! Harusnya bang Damar dorong dia! Dia udah godain bang Damar! Dia jalang, bang! Dia itu pelacurrr, bukan wanita baik-baik" pekik Laras lagi dengan tatapan penuh kesal.
Sementara di sisi Suratih.
Grap.
"Bang! Tubuh Ratih sakit jadi tambah sakit!" cerocos Suratih dengan terisak dan teredam.
Suratih memeluk erat pinggang Damar. Saat Damar sudah berdiri disisi tempat tidur. Ia menyembunyikan wajah lelahnya di dada bidang Damar yang berotot.
"Maafin, abang! Ini gak seharusnya terjadi sama kamu!" Damar membelai puncak kepala Suratih penuh penyesalan.
Sumi menatap tajam Suratih yang berada dalam pelukan Damar.
‘Anak si pincang ini lagi! Kenapa harus dia yang Damar cintai? Apa gak ada wanita lain yang bisa mengalihkan perhatian Damar darinya? Aku sangat membenci bapaknya! Tapi apa yang sudah Damar lakukan padanya?’ batin Sumi dengan wajah merah padam.
Inah membola kaget, mendengar suara Suratih, "Astagaaaa, jadi benar kamu Tih? Kamu yang disembunyikan den Damar?"
"Kalian kenal wanita jalangg itu, mpo Sum? Inah?" tanya Sari penasaran,
"Dia bukan jalangg, bi!" sentak Damar dengan tatapan nyalang pada Sari.
"Apa namanya kalo bukan ja lang, Damar? Dia wanita gak benar, dia pelacurrr Damar! Menjual tubuhnya demi uang! Dia …"
Damar menunjuk Laras dengan jari telunjuknya, "Stop bi! Laras yang pelacurrr! Dia wanita yang gak benar!"
Laras menggeleng, dengan wajah kepalang gugup, "E- enak aja, i- itu gak be- benar! A- aku wa- wanita baik baik, bang! A- abang pa- pasti di hasut si ja- lang itu! A- aku bukan pela- cur! A- aku Laras calon istri abang!"
"Damar! Jangan lancang kamu! Laras calon istri kamu!" herdik Sumi dengan nada tinggi.
"Damar bisa buktikan perkataan Damar, bu! Setelah itu, Damar harap ga ada alasan buat ibu tolak Ratih! Ratih seribu kali lebih baik dari Laras! Laras yang selama ini ibu kenal baik! Gak lebih dari wanita penghibur!" seru Damar dengan tatapan sinis.
Grap.
Suryo yang gak terima putrinya di hina, langsung menghampiri Damar. Ia bahkan mencengkram leher kaos yang Damar kenakan.
"Lancang kamu, Damar! Paman selalu mendidik Laras dengan baik! Tidak seperti kamu yang otak binatang, otak sampah! Menyembunyikan wanita di dalam kamar!" hardik Suryo, ia bahkan mengangkat satu tangannya yang sudah terkepal. Siap melayangkan tonjokan di wajah Damar.
"Suryo!" teriak Sumi dengan lantang.
Suryo mendengus kesal, lalu melepaskan cengkraman tangannya dari kaos Damar.
"Kalo bukan karena ibu mu! Sudah habis kau di tangan paman!"
Laras mengepalkan tangannya, dengan wajah pias, ‘Mati kamu Laras, kalo sampai bang Damar bisa buktikan kamu itu jalang! Musnah sudah harapan ku menjadi seorang istri pewaris!’ batin Laras.
Laras menepis tangan Sari dari lengannya, wanita berjilbab itu bersimpuh di depan Sumi. Ia bahkan sampai memeluk kaki Sumi.
"Tolong percaya sama Laras, bu! Bang Damar bo- bohong, bu! Bang Damar cuma cari alasan buat gak nikah sama Laras! Bang Damar, bang Damar pa- pasti di hasut sama jalang itu, bu! La- Laras cuma cinta sama bang Damar!" cerocos Laras dengan wajah pias.
Sumi menundukkan kepalanya, menatap dalam netra Laras, ‘Ada apa dengan Laras, dia bukan seperti sedang meyakin kan ku! Tapi dia sedang ketakutan akan suatu hal, apa mungkin yang dikatakan Damar itu benar? Jika Damar bisa membuktikan perkataannya? Berarti yang selama ini ku nilai baik? Jauh lebih buruk dari wanita yang ku pandang sebelah mata?’
Sreeek.
***
Bersambung …