Nadia Prameswari menjalani kehidupan yang sempurna dengan suaminya di mata publik. Namun sebenarnya, pernikahan itu hanya untuk kepentingan bisnis dan politik.
Nadia seorang wanita aseksual, membuat Arya selingkuh dengan adik tirinya.
Hal itu membuat Nadia bertekad memasang chip di otaknya untuk mengaktifkan hasrat yang selama ini tidak pernah dia rasakan.
Namun, apa yang terjadi setelah rasa itu aktif? Apa dia akan menjerat Arya atau justru terjerat pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
"Prof, apa bisa biochip di kepalaku diambil lagi?" tanya Nadia sambil menatap Axel.
"Mengapa Anda ingin mengambilnya? Apa ada keluhan?" tanya Axel. Dia membuka buku panduannya dan membaca efek samping yang kemungkinan terjadi.
"Tidak ada. Tapi perasaanku jadi sangat sensitif. Aku merasa aku sekarang jadi wanita yang lemah. Aku seperti tidak bisa mengendalikan perasaanku sendiri."
Axel tersenyum mendengar pengakuan Nadia. "Bu Nadia, tidak apa-apa. Itu manusiawi. Selama Bu Nadia masih bisa mengontrolnya, itu aman."
"Tapi...." Nadia terdiam karena dia tidak tahu apa masih bisa bersama Niko atau tidak.
"Biochip itu sudah menyebar ke seluruh jaringan otak dan sulit sekali diambil. Lama-kelamaan, biochip itu akan benar-benar menyatu dengan tubuh dan sudah tidak bisa ditemukan lagi. Sebelumnya, saya sudah memberi penjelasan pada Bu Nadia. Mungkin Bu Nadia lupa."
Nadia hanya menghela napas panjang. "Ya sudah, tidak apa-apa."
Kemudian dia keluar dari laboratorium itu dan berjalan menuju lift. Biasanya Niko selalu mengikutinya ke mana pun dia pergi, namun sekarang dia sendiri. Rasanya dia kesepian.
Nadia kini sampai di ruangannya dan duduk di kursinya. Dia membuka layar laptopnya dan fokus kembali bekerja.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba saja pintu ruangan Nadia terbuka dengan kasar.
Nadia mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya dan menatap Rissa yang kini berdiri di hadapannya dengan wajah penuh emosi.
"Kak Nadia sengaja tidak memberi proyek pada perusahaanku!"
Nadia tersenyum kecil dan menatap Rissa dengan santai. "Perusahaanmu? Karena kamu tidak mau memberikan padaku, jadi kamu urus saja sendiri. Kamu yang bertanggung jawab, mengapa marah padaku?"
Rissa semakin kesal. Dia mendekat dan memukul meja cukup keras. "Kak Nadia! Sejak awal, perusahaan produksi selalu mengerjakan proyek dari hasil penelitian perusahaan ini."
"Iya, itu sebelum kamu pegang. Apa kamu mau bekerja di divisi penjualan lagi? Biar aku yang pegang perusahaan itu selama Papa belum pulih." Nadia semakin mendekat dan menatapnya sambil tersenyum. "Apa kamu sudah hamil anak Arya, jadi kamu ingin terus menguasai perusahaan itu, atau kamu akan memengaruhi Papa agar mendapatkan perusahaan ini juga?"
"Kak Nadia, memang kenapa kalau aku berhasil hamil anak dari Kak Arya? Kak Nadia tidak bisa, kan?"
Nadia kembali menatap layar laptopnya. "Iya, terserah kamu saja. Aku tidak peduli. Mau kamu hamil sama Arya atau tidak, aku juga tidak akan mengambil perusahaan itu karena aku sudah punya tim produksi sendiri. Kalau kamu ingin perusahaan kamu berjalan, buat tim penelitian sendiri. Mudah, bukan?"
Rissa merasa semakin kesal. Akhirnya dia keluar dari ruangan itu dengan hentakan kaki di lantai beberapa kali.
Nadia hanya tersenyum. "Dasar anak manja. Ingin menguasai perusahaan tapi tidak tahu caranya bekerja."
Kemudian Nadia tenggelam dalam pekerjaannya. Tenggorokannya terasa kering. Dia melihat air mineral di mejanya telah habis.
"Niko, ambilkan air!" Tersadar, Niko sudah tidak ada di sisinya karena biasanya Niko selalu menyiapkan air mineral untuknya.
"Iya, ada apa, Bu Nadia?" tanya Vera yang mendengar suara Nadia.
Entah mengapa hatinya terasa sangat sensitif. Baru dua hari tidak bertemu, dia sudah sangat merindukan Niko. Tapi dia terlalu gengsi untuk mengakuinya, apalagi meminta Niko kembali.
"Ambilkan minuman, ya."
Vera menganggukkan kepalanya dan segera mengambil sebotol air mineral yang langsung dia letakkan di atas meja Nadia.
Nadia mengambil botol air mineral itu. Biasanya Niko selalu siaga membuka penutup botol untuknya.
"Bu Nadia, mengapa Pak Niko tidak masuk?" tanya Vera dengan hati-hati karena dia tahu suasana hati Nadia sedang tidak baik-baik saja.
Nadia meneguk minumannya terlebih dahulu lalu menjawab pertanyaan sekretarisnya itu. "Niko sudah tidak bekerja lagi di sini. Jadi, untuk sementara, pekerjaan Niko kamu yang handle, ya."
"Baik, Bu Nadia." Kemudian Vera keluar dari ruangan Nadia.
Begitu pintu tertutup, Nadia menatap ruang kosong di hadapannya. Dia merasa benar-benar sendiri. Biochip di kepalanya mungkin membuat perasaannya hidup kembali—tapi ironisnya, justru rasa itu yang membuatnya menderita.
Tangannya terangkat menyentuh sisi kepalanya sendiri. "Hatiku sangat resah. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Niko tidak datang menemuiku lagi."
***
"Nadia." Arya melambaikan tangannya pada Nadia yang baru saja keluar dari perusahaannya.
Sejenak, Nadia seperti melihat Niko di wajah Arya, namun buru-buru dia menggelengkan kepalanya dan menepis pikirannya.
Terpaksa Nadia tersenyum pada Arya karena banyak karyawannya yang juga baru saja keluar dari perusahaan.
"Mas Arya, mengapa ada di sini?"
Arya justru membukakan pintu mobil untuk Nadia. "Biar mobil kamu dibawa sopir. Kita pulang bersama saja."
Nadia menatapnya penuh curiga, namun dia tetap masuk ke dalam mobil itu dan duduk di sisi kursi pengemudi.
Arya masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengamannya sambil menoleh pada Nadia. "Sekarang sudah tidak ada Niko, jadi mau tidak mau kamu hanya bisa mengandalkanku."
Nadia tersenyum kecil sambil membuang pandangannya dari Arya. "Aku masih bisa mengandalkan diriku sendiri."
"Benarkah? Kita lihat saja nanti." Arya mulai melajukan mobilnya meninggalkan kawasan perusahaan Nadia.
"Rissa yang memintamu untuk menemuiku?" tanya Nadia tanpa menoleh sedikit pun pada Arya.
"Tidak. Aku tidak mau mencampuri perusahaannya. Dia harus berusaha agar bisa mengungguli kamu. Di antara banyak wanita, kamulah wanita paling hebat."
Nadia menatap Arya dengan kesal. Dia tahu, Arya pasti sedang ada maunya. "Mau apa kamu?"
"Kamu memang sangat pintar. Aku mau pinjam dana sama kamu. Lusa akan ada pembagian sembako untuk satu kelurahan. Pemilihan sudah semakin dekat, aku dan tim harus bertindak cepat."
"Sudah aku duga! Memang aset kamu tidak cukup untuk membiayai kampanye kamu sendiri?"
Arya mengangkat kedua bahunya. Dia kini menghentikan mobilnya di halaman rumah Nadia. "Jelas tidak cukup. Banyak biaya yang harus aku keluarkan. Aku pasti akan mengganti setelah aku berhasil terpilih. Jika pamorku terus naik, kamu juga akan mendapat keuntungan. Produk kamu pasti akan semakin dipercaya, bahkan kamu juga bisa mengekspornya. Aku akan memperjuangkan itu."
"Tergantung sikap kamu ke depannya bagaimana. Baru aku akan memberi kamu pinjaman." Nadia akan keluar dari mobil, tapi Arya menahannya.
"Memang, kamu mau aku bersikap bagaimana? Aku memang sengaja menyingkirkan Niko karena Niko telah membohongi kamu." Arya semakin mendekat dan mengendus leher Nadia. "Wangi kamu sekarang berbeda. Kenapa kamu lebih menggoda begini?"
Nadia mendorong Arya, tapi Arya sama sekali tidak berkutik dan semakin mendekati Nadia. Dia menelan salivanya saat merasakan hangatnya hembusan napas Arya.
Kedua tangannya mengepal. Dia harus bisa mengendalikan diri. Jangan sampai tergoda oleh Arya!
hottttt
di tunggu updatenya
pasti Nadia luluh...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
parah ni