"Aku hanya minta satu tahun, Jingga. Setelah melahirkan anak Langit, kau bebas pergi. Tapi jangan pernah berharap cinta darinya, karena hatinya hanya milikku.” – Nesya.
_______
Di balik senyumnya yang manis, tersimpan rahasia dan ambisi yang tak pernah ku duga. Suamiku terikat janji, dan aku hanyalah madu pilihan istrinya—bukan untuk dicinta, tapi untuk memenuhi kehendak dan keturunan.
Setiap hari adalah permainan hati, setiap kata adalah ujian kesetiaan. Aku belajar bahwa cinta tidak selalu adil, dan kebahagiaan bisa datang dari pilihan yang salah.
Apakah aku akan tetap menanggung belenggu ini… atau memberontak demi kebebasan hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Benih iri yang tumbuh jadi duri
...0o0__0o0...
...“Kamu…” Langit menatapnya dalam, separuh heran, separuh tak percaya. “Kamu mencintaiku, Dek ?”...
...Jingga mengerjap polos, wajahnya masih memerah. “Nggak tahu,” jawabnya jujur dengan nada polos khasnya....
...Langit mengerutkan kening. “Tadi kamu bilang I love you, kan ?”...
...“Oh—itu ?” Jingga menepuk pipinya sendiri, lalu tersenyum malu. “Hehehe… aku cuma ngikutin video TikTok yang semalam aku tonton. Katanya, kalau suami mau kerja, bilang I love you biar rumah tangganya makin romantis.”...
...Langit menganga. Sekian detik ia hanya bisa menatap tanpa kata. Semua getar-getar romantis di dadanya langsung jungkir balik....
...“Jadi… kamu—ngomong itu karena lihat VT TikTok, Dek ?”...
...Jingga mengangguk polos. “Iya, kenapa emang, Kak ?”...
...Langit memejamkan mata, menatap langit-langit rumah dengan napas berat, lalu menggeleng tak percaya....
...“Ya ampun, Dek… kamu tahu nggak, Kakak hampir nggak bisa kerja gara-gara kamu.”...
...Jingga tersenyum dengan polos. “Loh, kenapa, Kak ?”...
...Langit mendekat satu langkah, menatapnya penuh arti. Suaranya rendah tapi terdengar dalam....
...“Karena kamu bikin Kakak baper parah.”...
...Jingga terdiam, matanya membesar....
...Langit tersenyum miring — senyum yang hanya muncul saat ia sedang menggoda....
...“Tunggu aja hukuman mu, Dek,” ucapnya pelan tapi tajam. “Nanti malam kamu nggak bakal lolos. Dan jangan coba-coba kabur.”...
...Wajah Jingga langsung memerah. “Hah ?! Kenapa aku harus di hukum, Kak ?!”...
...Langit hanya terkekeh, menepuk lembut kepala istrinya yang kini panik sendiri. “Karena kamu sudah bikin jantung Kakak kerja lembur sebelum sampai rumah sakit.”...
...Langit berbalik lagi, melangkah menuju pintu sambil tersenyum kecil....
...“Assalamualaikum, istri polos kakak yang paling bisa bikin deg-degan dan greget.”...
...Pintu tertutup, meninggalkan Jingga yang masih berdiri di tempat, pipinya merona, bibirnya menggigit senyum kecil yang tak bisa ia sembunyikan....
..."Walaikumsalam. Aku cuma mau bilang hati-hati, Kak… tapi kenapa malah aku yang deg-degan begini…” gumamnya pelan sambil memegang dadanya sendiri....
...Tanpa ada niatan membalas, Langit melangkah menuju pintu. Tapi sebelum keluar, ia sempat menoleh sebentar — hanya satu tatapan singkat, tapi cukup untuk membuat Jingga merasa seluruh tubuhnya bergetar....
...Begitu pintu tertutup, Jingga terpejam, menahan napas yang tak sadar ia tahan sejak tadi....
...Di dadanya, jantungnya masih berdebar cepat, seolah baru saja menyaksikan sesuatu yang tak seharusnya terjadi — tapi juga tak sanggup ia sesali....
...0o0__0o0...
...Baru saja Jingga hendak melangkah ke kamarnya, suara tajam milik Nesya menghentikan langkahnya....
...“Ternyata di balik wajah polosmu itu tersimpan kelicikan, ya.”...
...Nada suaranya bergetar menahan marah. “Bisa-bisanya kamu manfaatin momen sarapan pagi tadi dan bikin aku terlihat buruk di depan Umi dan Langit.”...
...Jingga memutar tubuhnya perlahan. Tatapan matanya masih lembut, tapi jelas ada keberanian yang baru saja tumbuh di dalam dirinya. Ia menatap Nesya tanpa gentar....
...“Mungkin, Kak Nesya perlu membedakan mana licik dan mana hak seorang istri,” jawab Jingga tenang. “Ingat, kita berdua sama-sama istri sah Kak Langit.”...
...Nesya menatapnya tajam, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. “Hak ? Jangan sok bicara tentang hak, Jingga. Kalau kamu benar-benar paham arti hak, kamu nggak akan mencoba mengambil perhatian yang seharusnya jadi milik ku.”...
...Jingga menahan napas. Suaranya tetap lembut, tapi kali ini tegas....
...> “Aku nggak pernah berusaha ngambil apa pun, Kak. Aku cuma ingin diperlakukan sama. Aku juga manusia, aku juga punya perasaan.”...
...Nesya melangkah maju, jaraknya kini hanya sejengkal dari Jingga. Sorot matanya bergetar di antara marah dan cemburu....
...> “Kamu pikir gampang jadi aku, Jingga? Melihat suami yang dulu cuma milikku, sekarang bagi kasih dengan perempuan lain yang selalu tampak suci di depan semua orang?”...
...Kata-kata itu menampar batin Jingga, tapi ia tetap berdiri tegak....
... “Aku nggak pernah minta posisi ini, Kak,” ucapnya lirih tapi jelas. “Aku menerima pernikahan ini karena penawaran kakak dan kondisi aku lagi terdesak. Tapi sejak awal, aku juga berjanji… nggak akan rebut apa pun dari Kak Nesya.”...
...Nesya mengerutkan kening, wajahnya menegang. “Tapi kamu gagal menepati janji itu.”...
...Jingga menatapnya dalam-dalam, suaranya sedikit bergetar. “Kalau mencintai suami sendiri disebut gagal… mungkin iya, Kak. Aku gagal.”...
...Ucapan itu membuat Nesya terdiam sejenak — seperti tertusuk kata-kata yang tak ia sangka akan keluar dari bibir Jingga....
...Hening sesaat. Hanya suara detak jam dan napas yang tak beraturan....
...Jingga menunduk sedikit, lalu berkata pelan namun mantap. “Aku nggak akan pernah berniat melawan Kak Nesya. Tapi aku juga nggak akan terus diam dan di anggap nggak punya perasaan.”...
...Jingga melangkah pergi melewati Nesya yang masih terpaku di tempat. Dingin, namun menyisakan getaran kecil yang sulit di jelaskan....
...Saat Jingga melewatinya, bahu mereka bersentuhan pelan — cukup untuk membuat Nesya sadar bahwa gadis yang dulu ia pandang lemah… kini sudah mulai berani menatap balik....
...0o0__0o0...
...Di kamar megah yang beraroma bunga mawar, Nesya berdiri di depan cermin besar. Tatapannya tajam, memantul pada bayangannya sendiri — perempuan cantik dengan wajah sempurna, tapi matanya kini menyimpan luka dan amarah yang tak lagi bisa di sembunyikan....
...Tangannya mengepal di meja rias, suaranya bergetar....
...“Semakin hari, dia makin berani… Jingga benar-benar tahu cara bikin aku muak.”...
...Bayangan Jingga saat membalas ucapannya pagi tadi terus terputar di kepala. Tatapan lembut tapi tegas dari gadis itu terasa seperti tamparan....
...“Dia pikir cuma karena Abi Langit bersikap lembut, dia sudah bisa sejajar denganku ?” gumamnya dingin, hampir seperti bisikan racun....
...Nesya duduk di tepi ranjang, menunduk — tapi bukan dalam penyesalan, melainkan menahan bara yang terus menyala di dadanya....
...“Kamu gagal menepati janji itu…”...
...“Kalau mencintai suami sendiri disebut gagal, mungkin iya, Kak…”...
...Kalimat itu terus menggema di kepala Nesya....
...Suara lembut Jingga yang dulu terdengar sopan, kini berubah menjadi gema tajam yang menikam dadanya tanpa ampun....
...Kata “mencintai suami sendiri” terasa seperti belati yang menancap dalam....
...Nesya memejamkan mata, tapi bayangan Jingga dengan tatapan tenangnya terus menghantui....
...“Berani sekali dia mengaku mencintai Abi Langit di depan mata aku…” suaranya parau, nyaris bergetar. “Padahal dia cuma numpang belas kasihan waktu itu. Dan sekarang—dia berani menantang ku ?”...
...Tangannya mengepal di atas meja rias. Jemarinya gemetar, menahan marah yang menumpuk. Tatapan di cermin membalas dengan sinis — wajah cantik yang dulu ia banggakan, kini tampak seperti sosok asing dengan mata merah dan senyum getir....
...Nesya menegakkan punggungnya, menatap bayangan itu lurus-lurus. Senyumnya perlahan berubah menjadi miring — senyum dingin, tajam, dan gelap....
...“Kalau kelembutan dan kebaikanku cuma di anggap kelemahan…” bisiknya rendah, “mungkin memang saatnya aku berhenti jadi istri yang baik.”...
...Nesya mencondongkan tubuh, menatap lebih dekat ke arah cermin, hingga pantulan dirinya terasa seperti musuh yang ia ajak bicara....
...“Jingga…” suaranya hampir seperti desis ular....
...“Kamu cuma gadis kemarin sore. Jangan bermimpi bisa bersaing denganku. Bersaing denganku hanya akan membuat mu menyesal. Aku adalah Nesya — dan aku tidak akan pernah kalah dari gadis sok polos seperti kamu.”...
...Ia tersenyum lagi, tapi kini matanya dingin, kosong....
...Di dalam kepalanya, roda-roda rencana mulai berputar — licik, halus, dan mematikan....
...Nesya tahu betul kelemahan suaminya....
...Langit terlalu lembut, terlalu mudah merasa bersalah, dan terlalu percaya pada kata-kata yang terdengar tulus....
...Dan itulah celah yang akan Nesya gunakan....
...Ia akan memanfaatkan sisi itu, membalikkan kebaikan Langit menjadi senjata untuk menjauhkan Jingga. Ia akan membuat Jingga tampak salah — tampak tak pantas. Hingga akhirnya, Langit sendiri yang percaya bahwa Jingga tak lagi layak di sisinya....
...Cahaya lampu meja redup memantulkan siluet wajahnya di cermin. Senyum Nesya mengembang, perlahan — begitu indah tapi menakutkan....
...“Kau pikir cinta akan melindungi mu, Jingga ? Tidak. Cinta justru akan jadi alasan mengapa kau hancur.”...
...0o0__0o0...