NovelToon NovelToon
GALAK DI LUAR, LIAR DI DALAM

GALAK DI LUAR, LIAR DI DALAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Aliansi Pernikahan
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: mamana

"sudahlah mas, jangan marah terus"
bujuk Selina pada suaminya Dante yang selalu mempermasalahkan hal-hal kecil dan sangat possesif..
"kau tau kan apa yang harus kau perbuat agar amarahku surut"
ucap Dante sambil membelakangi tubuh Selina..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mamana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kenyataan untuk bu Ratna

Setelah Dante beranjak ke kamar mandi, Selina pun beranjak bangun dari tempat tidurnya. Ia lalu mengenakan daster lembut warna biru muda dan melangkah ke dapur.

Udara pagi masih lembap, aroma embun bercampur wangi pandan dari halaman belakang. Di meja dapur, Selina mulai menyiapkan sarapan seperti kebiasaannya setiap hari. Menu sederhana, tapi selalu ia buat dengan hati:

nasi hangat yang baru matang dari magic com,

telur dadar gulung isi sayur,

tumis buncis wortel dengan irisan bakso,

sambal terasi yang baru diulek,

dan teh manis hangat kesukaan Dante.

Sambil mengiris bawang, Selina sempat tersenyum kecil, meski tadi Dante sempat membuatnya canggung, ia tahu suaminya tetap lelaki yang ia cintai, hanya saja tak pandai mengekspresikan perasaan.

Ceceran aroma bawang dan tumisan bumbu mulai memenuhi ruangan. Wajah Selina berembun oleh uap panas dari wajan, tapi tangannya cekatan. Ia menata nasi dan lauk di piring, menambahkan sambal sedikit di sisi, lalu menuang teh ke dalam dua cangkir.

Tak lama kemudian, Dante keluar dari kamar, sudah rapi dengan kemeja putih dan celana abu. Rambutnya masih sedikit basah. “Wangi banget pagi ini,” katanya pelan sambil duduk di meja makan.

Selina menoleh sambil tersenyum. “Aku cuma masak seadanya, Mas. Tapi semoga cukup buat energi kerja.”

Dante menatap piringnya, lalu pada wajah Selina. “Kamu selalu bisa bikin rumah ini terasa… hidup,” katanya singkat, tapi nadanya tulus.

Selina menunduk, jantungnya berdebar kecil mendengar kalimat itu, kalimat langka dari bibir Dante.

Mereka sarapan tanpa banyak bicara. Hanya bunyi sendok dan piring yang sesekali terdengar. Dante makan perlahan, seperti sedang berpikir, sementara Selina sesekali meliriknya diam-diam.

Usai makan, Selina membereskan meja dan mencuci piring, sementara Dante berdiri di dekat pintu, mengenakan jam tangannya. “Aku berangkat dulu,” ucapnya datar.

Selina mengeringkan tangannya dengan serbet, lalu menghampiri. “Hati-hati di jalan, Mas,” katanya lembut. Ia menatap Dante sejenak, lalu menambahkan, “Jangan lupa makan siang, ya.”

Dante hanya mengangguk, tapi sebelum benar-benar melangkah keluar, ia sempat berhenti sejenak dan menatap wajah istrinya. Tatapan itu cepat berlalu, tapi cukup untuk membuat Selina tahu, ada sesuatu di dalam diri Dante yang belum benar-benar tenang pagi ini.

Pintu tertutup. Suara mesin mobil perlahan menjauh.

Kini, hanya keheningan yang tersisa. Selina berdiri di dekat jendela, menatap langit yang mulai cerah. Ia menarik napas panjang, lalu berbisik pelan, “Semoga hari ini baik-baik saja, Mas.”

Ia kembali ke dapur, merapikan sisa bahan masakan, lalu duduk di kursi makan yang tadi ditempati Dante. Hening. Hanya jam dinding yang berdetak pelan, mengingatkannya, betapa sunyi rumah bisa terasa ketika lelaki itu tak ada di dalamnya.

Pagi itu, setelah membereskan seluruh dapur dan meja makan, Selina duduk di ruang tamu dengan secangkir teh yang mulai mendingin. Telepon genggamnya berdering, nama Rini muncul di layar.

“Ya, Rin… gimana penjualan kemarin?” suara Selina terdengar lembut namun bersemangat.

“Lumayan, mbak Sel, kue brownies lumer habis semua. Tapi bahan susu cair kita tinggal sedikit. Mungkin sore aku beli lagi, ya?” jawab Rini dari seberang.

Selina tersenyum, mencatat cepat di buku kecil di pangkuannya.

“Boleh, Rin. Tapi pastikan harga naiknya nggak jauh dari biasa. Oh iya, kalau pelanggan yang pesan tart ulang tahun kemarin sudah ambil?”

“Udah, mbak. Katanya puas banget, nanti mau pesan lagi minggu depan.”

Selina tertawa kecil, merasa lega. “Syukurlah. Kalau gitu kirim aja laporan sore nanti lewat WA, ya. Terima kasih udah kerja keras.”

Baru saja percakapan mereka berakhir, suara ketukan pelan terdengar dari arah pintu.

Tok… tok… tok.

Selina menoleh cepat.

Dan ketika pintu terbuka, terlihat sosok perempuan paruh baya dengan kemeja krem dan wajah yang teduh tapi tegas Bu Ratna, mertuanya

“Eh, Ibu…!” seru Selina kaget, segera beranjak dan menunduk mencium punggung tangan mertuanya dengan hormat.

“Selamat datang, Bu. Kok nggak kasih kabar dulu?”

Bu Ratna tersenyum kecil. “Biar kejutan. Ibu juga kangen kamu, Sel.”

Beliau masuk perlahan, menaruh tas kecil di kursi. Matanya menyapu ruangan, rapi, wangi, tenang.

“Ada teh, Sel? Baru aja Ibu selesai perjalanan, haus sekali,” katanya pelan.

“Wah, kebetulan banget, Bu. Aku baru bikin tadi. Sini, aku tuangkan dulu.”

Selina bergegas ke dapur, membawa kembali dua cangkir teh manis hangat. Ia duduk di samping Bu Ratna, namun baru beberapa detik kemudian, suara lembut mertuanya berubah agak serius.

“Sel… Ibu mau tanya sesuatu. Dante sudah mau ke dokter, kan?”

Selina menelan ludahnya pelan, sedikit gugup. “Dokter…?”

“Iya. Kamu kan bilang waktu itu, kalau akan berusaha membujuk Dante agar mau periksa. Tapi Ibu takut kalau Dantenya yang masih enggan…”

Selina menghela napas. Ia tahu pertanyaan ini cepat atau lambat akan datang.

Pelan-pelan, ia bangkit dan mengambil sebuah map biru dari laci meja tamu. Di dalamnya ada hasil pemeriksaan laboratorium mereka berdua.

“mas Dante sudah mau,kok Bu,” katanya lembut, sambil membuka map itu. " maaf Selina belum kasih tahu ibu.."

Ia menunjukkan dua lembar hasil kertas, yang satu miliknya, yang satu milik Dante.

“Ini hasilnya, Bu. Kata dokter… aku normal, tapi…” suaranya merendah, “…mas Dante yang bermasalah.”

Bu Ratna menatap lembaran itu lama, kedua matanya mulai berair.

“Jadi benar… Dante…” suaranya parau, “…Dante anak yang kuat, rajin, tapi… ya Tuhan, Ibu cuma ingin bisa menimang cucu.”

Selina segera memegang tangan mertuanya, menatapnya penuh ketulusan.

“Tenang saja, Bu. Dokter bilang ini bukan hal yang nggak bisa diobati. Mas Dante hanya perlu terapi dan konsumsi obat secara rutin. Katanya kemungkinan bisa sembuh itu besar, Bu.”

Air mata Bu Ratna jatuh satu-satu di punggung tangannya yang digenggam Selina.

Ia tersenyum getir. “Kamu anak baik, Sel. Ibu tahu kamu sabar banget menghadapi Dante. Ibu cuma takut kamu sedih karena belum dikaruniai anak.”

Selina menunduk, mengusap mata Bu Ratna dengan tisu.

“Tidak apa-apa, Bu. Aku percaya waktunya akan datang. Aku juga percaya Tuhan nggak tidur.”

Bu Ratna menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri.

“Kalau begitu, nanti Ibu doakan dari rumah. Semoga Dante mau lebih terbuka dan rutin berobat. Jangan bosan ya, Sel, bimbing dia pelan-pelan.”

Selina tersenyum tipis, meski hatinya sesak. “Iya, Bu. Aku janji.”

Suasana ruang tamu kembali tenang. Hanya terdengar detik jam dinding dan desiran angin dari kipas angin yang berputar lambat.

Dalam hati, Selina tahu, perjalanan mereka masih panjang, apalagi jika Dante belum benar-benar siap menghadapi kenyataan ini.

1
Winda Marshella
ceritanya bagus, semangat thor
MamaNa: terimakasih kaka..pasti selalu semangat kaka ditunggu, updatenya ya Kaka 🙏
total 1 replies
AstutieEcc
bagus ceritanya 😍
MamaNa: terimakasih kak🙏
total 1 replies
MamaNa
siap.. pasti segera di update kakak /Pray//Pray/
0-Lui-0
Bikin susah move-on, semoga cepat update lagi ya thor!
Enoch
Wow, bikin terhanyut.
MamaNa: makasih kakak 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!