Melati, hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah elite. Namun, dia harus terjebak dengan seorang Tuan Muda yang ternyata Ayah dari anak didiknya.
Menjadi istri bayaran, bukan salah satu dari cerita yang ingin dia lalui dalam hidupnya. Ketika dia harus menikah dengan pria yang hatinya terkunci untuk sebuah cinta yang baru dan sosok baru setelah kepergian istrinya.
Namun sial, Melati malah jatuh cinta padanya. Bagaimana dia harus berjuang akan cinta yang dia miliki. Dalam pernikahan yang semu, dia harus berjuang membuka kembali hati suaminya yang sudah terkunci rapat. Namun, di saat dia benar-benar ingin berjuang dalam cinta dan pernikahannya ini. Melati, harus menyadari satu hal tentang suaminya.
"Kau tidak akan pernah ada dalam tujuan hidupku. Jadi berhenti berharap lebih!"
Melati hanya bisa diam dengan menatap punggung Zaidan yang pergi menjauh darinya setelah mengucapkan kalimat yang benar-benar menghancurkan harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur Di Kamarku!
Duduk berdampingan di sofa, Melati hanya dam dengan memainkan tangannya di atas pangkuan. Kejadian beberapa saat lalu, membuatnya cukup terkejut dan takut melihat sikap arogan Zaidan.
Dia marah hanya karena Kak Ares mengusap kepalaku. Bagaimana jika dia tahu aku menyukai Kak Ares. Aaa.. Dia bisa membunuhku.
Melati melirik suaminya yang duduk bersandar, kepalanya berada di sandaran sofa dengan mata yang terpejam. Sejenak Melati memperhatikan garis wajah yang hampir sempurna itu. Jika saja sikap Zaidan tidak dingin dan menakutkan, mungkin Melati akan lebih dulu jatuh cinta padanya sebelum pada Ares. Tapi sikap peduli dan hangat Kak Ares, yang berhasil menggoyahkan hati Melati selama beberapa tahun ini.
"Kau tahu, aku tidak suka melihatmu bersama pria lain. Sekalipun Ares!"
Melati mengerjap pelan, cukup tertegun saat mendengar suara Zaidan. Mata pria itu masih terpejam. "Aku dan Kak Ares sudah berteman sejak kuliah, Tuan. Jadi, kami memang dekat sekali"
Zaidan langsung menoleh, tatapan matanya kembali seperti tadi. Sepertinya Melati telah salah berucap, dia telah membangunkan singa yang sedang tidur. Melati beringsut ke sudut sofa tatkala melihat tatapan Zaidan yang begitu menakutkan.
"Tapi perasaanmu bukan lagi tentang sebatas teman. Apa pantas kau yang sudah menjadi seorang istri, tapi masih menyimpan perasaan pada pria lain?!"
Melati terdiam, tatapan mata mereka bertemu dan untuk beberapa saat Melati merasa telah tenggelam dalam bola mata elang itu.
"Baiklah, sampai kontrak pernikahan kita berakhir. Maka, aku akan menjaga jarak dari Kak Ares"
Tangan Zaidan mengepal erat di sisi tubuhnya, dia langsung berdiri dan meninggalkan Melati begitu saja. Brak... Pintu yang di tutup dengan keras, membuat Melati terlonjak kaget.
"Dia ini kenapa sih? Dikit-dikit marah, ngebentak, arogan. Arghh... Aku bisa gila kalau terus berlama-lama dengannya"
Melati menghembuskan napas kasar, dia berdiri dan ingin keluar dari ruang kerja ini. Tapi, ada hal yang membuat Melati sedikit penasaran pada meja kerja suaminya. Sebuah figura yang terpajang di atas meja, itu adalah foto perempuan yang sama dengan foto yang terpajang di kamar Zaidan.
Melati duduk di kursi kerja, mengambil figura foto di atas meja dan menatapnya dengan lekat. "Nona sangat beruntung karena begitu dicintai oleh Tuan Zaidan. Seandainya Nona tidak pergi secepat ini, mungkin aku juga tidak akan terjebak dengan kontrak pernikahan ini"
Melati tidak menyesal atas keputusannya, karena ini adalah pilihan yang dia buat dalam hidupnya. Maka dia harus terima konsekuensi dari pilihan hidup yang telah dia pilih.
Melati menyimpan kembali figura foto itu, lalu dia iseng membuka laci meja kerja. Sebenarnya Melati tahu jika sikapnya ini tidak sopan, karena sudah membuka privasi orang lain, meski itu adalah suaminya. Tapi rasa penasaran mengalahkan logika, karena Melati yakin dia belum tentu bisa masuk lagi ke dalam ruangan pribadi suaminya ini.
"Hanya berkas-berkas kerja ya ternyata. Aku pikir akan ada sebuah rahasia yang besar yang di simpan oleh Tuan Zaidan di laci meja kerjanya ini"
Melati akhirnya memilih keluar dari ruang kerja suaminya. Jika terlalu lama disini, dia takut akan membuat Zaidan curiga dan malah semakin marah padanya.
Ketika sampai di ruang tengah, Melati cukup terkejut melihat adanya Ibu dan Fattah disana.
"Loh Ibu, Fattah, kapan datang?" Melati menghampiri mereka, melirik ke arah suaminya yang duduk disana. "Kok gak telepon Kakak kalau sudah sampai, Dek"
"Tadi kata Kak Zaidan, katanya Kakak sedang istirahat. Jadi kami tidak mau mengganggu. Tadi Fattah ada kelas tambahan, jadi agak terlambat pulang. Maaf baru datang sekarang"
Melati tersenyum, dia duduk di samping Zaidan meski sedikit enggan setelah kejadian di ruang kerja tadi. "Tidak papa Dek, Bu. Kalian datang juga sudah senang, tapi sekarang Zen sudah tidur sepertinya. Dia lelah setelah acara tadi"
"Iya Kak tidak papa, ini ada sedikit hadiah dari aku dan Ibu. Jangan di lihat harganya ya, tolong diterima untuk Zenia" ucap Fattah sambil memberkan sebuah kotak yang dibungkus rapi.
"Iya Dek, Bu, terima kasih banyak sudah datang dan menyempatkan. Zen pasti senang menerima hadiah dari kalian"
Setelah menyerahkan hadiah, Ibu dan Fattah langsung pergi pulang. Meski Melati meminta mereka untuk menginap, tapi Ibu dan Fattah belum bisa.
Masih berada di ruang keluarga, Melati melirik pada suaminya yang duduk di sampingnya. Rasanya masih begitu belum bisa menghilangkan bayangan ketika Zaidan marah padanya tadi.
"Selamat malam Tuan, aku ke kamar duluan ya"
Melati sudah merasakan aura mengerikan ketika dia beranjak dari duduknya. Ketika sebuah tangan menariknya dengan kuat dan membuat Melati terjatuh tepat di atas pangkuan Zaidan. Melati cukup terkejut, namun dia seolah membeku dan tidak bisa melakukan apa-apa.
Zaidan menahan tubuh Melati yang hampir terjengkang ke belakang, menatap bola mata hitam legam itu dengan lekat. Ada debaran yang tidak bisa di jelaskan dalam dirinya.
"Kau mau kemana? Mulai sekarang tidur di kamarku"
Matanya mengerjap kaget, seperti shock atas ucapan Zaidan barusan. "Mak-maksud Tuan?"
Zaidan mengetuk kening Melati dengan jarinya. "Kau lupa, jika aku berhak mengubah apapun yang ada dalam kontrak pernikahan kita. Jadi, sekarang aku ingin kita tidur satu kamar!"
Melati hampir tidak bisa lagi berpikir, jika terus tidur satu kamar dengan Zaidan, maka tidak bisa di pungkiri jika mungkin saja akan ada hal yang terjadi selain hanya tidur.
Bagaimana jika dia juga melanggar syarat yang aku berikan. Bagaimana jika dia akan menyentuh tubuhku. Aa.. Bagaimana ini?
"Em, Tu-tuan ... tapi kamar itu bukankah untuk mendiang Nona Diana ya. Apa tidak papa jika aku yang malah menjadi penghuni kamar itu?"
Bagus Melati, ayo cepat cari alasan yang tepat.
Zaidan sedikit menegakan tubuh Melati, tapi masih memegang pinggangnya. "Mau bagaimana pun, Diana tidak akan kembali lagi. Dan aku tidak mau jika tiba-tiba Mama datang dan melihat kita tidur dalam kamar terpisah"
Melati sedikit mengerutkan keningnya, melihat wajah dingin tanpa ekspresi Zaidan, semakin membuatnya bingung. Ini masih terasa aneh bagi Melati, ketika tiba-tiba Zaidan memintanya untuk tidur satu kamar. Padahal dulu saja jelas dia melarang Melati untuk masuk ke dalam kamar itu.
"Em..."
"Kau lupa bagaimana kontrak pernikahan kita? Kau tidak boleh membantah apapun yang aku ucapkan. Pahami tentang itu!"
Melati langsung mneutup mulutnya yang hampir ingin mengatakan penolakan. Bukan dia lupa akan kesepakatan dalam kontrak pernikahan yang dia tanda tangani. Tapi, Melati ingin mencoba negosiasi atas permintaan Zaidan yang satu ini.
"Sepertinya kau nyaman sekali berada di pangkuanku"
Melati mengerjap kaget, pikirannya langsung tertarik ke alam sadarnya dalam seketika. Dia segera berdiri dengan terburu-buru dari atas pangkuan Zaidan.
"Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu"
Zaidan berdiri dari duduknya dengan sedikit menggerakkan kakinya, seolah menunjukan pada Melati jika kakinya sampai pegal.
"Maaf Tuan, apa kakinya sakit ya?"
Tapi ini bukan salahku! Aaa.. Dia sendiri yang menarik aku sampai jatuh ke atas pangkuannya.
"Tidak, karena aku tahu kau suka duduk di atas pangkuanku" ucap Zaidan yang langsung berlalu begitu saja ke arah tangga.
Melati hanya menatap punggung pria itu dengan kedua tangan mengepal di sisi tubuhnya.
Tidak! Aku tidak pernah suka duduk di pangkuanmu, hey Tuan Muda!
Hanya berani berteriak dalam hatinya dengan perasaan kesal.
Bersambung
Seperti nya Sany di belakang kekacauan ini 😠😠😠
laksanakan tugas sebaik mungkin .
sebagai mn perjanjian pernikahan ..
skali2 si sany harus dikerasin diberi pelajaran biar nggak makin nglunjak jd perempuan