NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Dokter Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Transmigrasi / Era Kolonial
Popularitas:6.5k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Aruna Prameswari tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah dalam sekejap. Seorang dokter muda abad ke-21 yang penuh idealisme, ia mendadak terhempas ke abad ke-19, masa kelam kolonial Belanda di tanah Jawa. Saat rakyat tercekik oleh sistem tanam paksa, kelaparan, dan penyakit menular, kehadiran Aruna dengan pengetahuan medis modern membuatnya dipandang sebagai penyelamat sekaligus ancaman.

Di mata rakyat kecil, ia adalah cahaya harapan; seorang penyembuh ajaib yang mampu melawan derita. Namun bagi pihak kolonial, Aruna hanyalah alat berharga yang harus dikendalikan.

Pertemuannya dengan Gubernur Jenderal Van der Capellen membuka lembaran baru dalam hidupnya. Sosok pria itu bukan hanya sekedar penguasa, tetapi juga lawan, sekutu, sekaligus seseorang yang perlahan menguji hati Aruna. Dalam dunia asing yang menyesakkan, Aruna harus mencari arti keberadaannya: apakah ia hanya tamu yang tersesat di masa lalu, atau justru takdir membawanya ke sini untuk mengubah sejarah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16. VAN DER CAPELLEN

Pintu kayu jati raksasa itu terbuka perlahan, mengeluarkan suara berderit berat, seolah menyambut sekaligus memeringatkan siapa saja yang masuk. Dua prajurit Belanda menyingkirkannya dengan kedua tangan, memerlihatkan bagian dalam gedung yang tampak megah sekaligus dingin.

Aruna melangkah masuk, masih diapit oleh dua serdadu yang mengawalnya dengan bayonet terhunus. Begitu kakinya menjejak lantai marmer putih yang mengilat, hawa berbeda langsung menyelimuti. Bau garam laut dan anyir kanal dari luar digantikan aroma lilin lebah yang terbakar, bercampur samar wangi kayu tua.

Langit-langit ruangan menjulang tinggi, dipenuhi balok kayu kokoh yang melintang, sementara dinding-dinding dihiasi dengan lukisan besar: potret para gubernur jenderal terdahulu. Mereka berpose gagah dalam balutan seragam, mata mereka tajam menatap lurus, seakan masih mengawasi dari masa lalu.

Aruna berhenti sejenak, pandangannya terpaku pada sebuah lukisan besar seorang pria dengan rambut putih bergelombang, jubah megah, dan tongkat komando di tangan. Tulisan di bawahnya berbunyi: Jan Pieterszoon Coen. Nama yang ia kenal dari buku sejarah, sang pendiri Batavia, sekaligus penjahat berdarah bagi banyak pribumi.

Hatinya bergetar. "Aku benar-benar berada di jantung sejarah," gumamnya pelan.

"Vooruit! (Maju!)" hardik seorang prajurit, mendorong bahu Aruna.

Aruna kembali melangkah, melewati lorong panjang yang diterangi cahaya lampu minyak yang digantung pada besi-besi tempa. Suara langkah sepatu tentara bergema di sepanjang lorong, menambah kesan mencekam.

Sesekali, ia melihat pejabat Belanda melintas, berpakaian rapih dengan jas panjang, celana ketat, dan sepatu mengilap. Mereka membawa map-map tebal, berbicara dengan bahasa Belanda cepat yang sebagian Aruna pahami. Tatapan mereka singgah sekilas kepada Aruna, sebagian merendahkan, sebagian penasaran.

Namun bukan hanya orang Eropa yang ada di sana. Di sudut-sudut lorong, tampak para pribumi yang bekerja sebagai jongos dan babu: membersihkan lantai, membawa baki berisi dokumen atau minuman, menunduk setiap kali seorang pejabat lewat. Mata mereka tak pernah berani menatap lurus.

Aruna merasakan getir menjalari dadanya. Dunia ini adalah dunia yang timpang, dan kini ia berdiri di tengah pusaran kekuasaan yang menentukan nasib banyak orang.

Mereka tiba di sebuah aula besar. Lantai marmernya berkilau, sementara di sisi kiri-kanan berjajar tiang-tiang kokoh bergaya Dorik, menambah kesan anggun sekaligus dingin. Di ujung ruangan, berdiri sebuah pintu besar berukir lambang kerajaan Belanda, singa yang menggenggam pedang.

Dua pengawal berseragam merah dengan topi segitiga berdiri di sana. Begitu melihat kedatangan Willem, keduanya memberi hormat dengan senapan terangkat.

"De gouverneur-generaal wacht binnen. (Tuan gubernur jenderal menunggu di dalam)," kata salah satu dengan suara lantang.

Willem mengangguk, lalu menoleh ke arah Aruna. Tatapannya tajam, namun juga penuh perhitungan. "Luister goed, Jong Meisje (Dengar baik-baik, gadis muda)," katanya dalam bahasa Belanda. "Sekali saja kau berkata yang tak pantas di hadapan Tuan Van der Capellen, hidupmu akan berakhir di sini juga."

Aruna membalas tatapannya, berusaha tetap tenang meski jantungnya berdegup kencang. "Ik begrijp het, generaal. (Saya mengerti, Jenderal)," jawabnya, juga dalam bahasa Belanda, dengan lidah yang fasih dan lancar.

Willem sempat tertegun, begitu pula para prajurit yang mendampingi. Mereka saling berpandangan, terkejut mendengar seorang pribumi berbicara bahasa Belanda sefasih itu. Namun tak ada yang berkata lebih jauh, hanya keheningan singkat yang seakan menebalkan ketegangan di udara.

Pintu besar berukir singa itu pun dibuka. Cahaya keemasan dari jendela besar di dalam ruangan menyemburat keluar, seakan memanggil sekaligus menantang.

"Binnen. (Masuk)," perintah Willem.

Aruna melangkah masuk, dadanya berdegup kencang.

Ruangan itu lebih megah dari apa pun yang pernah ia lihat sebelumnya. Langit-langitnya tinggi, dihiasi lampu gantung besar dari kristal yang memantulkan cahaya matahari sore. Lantai marmer bercorak abu-abu, sementara di sisi kanan-kiri berjajar meja kayu jati besar penuh dokumen, peta-peta Hindia Belanda, dan tinta dengan pena bulu angsa.

Di tengah ruangan, di depan jendela besar yang menghadap ke halaman, berdiri sebuah meja besar. Di belakangnya, seorang pria tinggi berusia sekitar empat puluh tahunan duduk dengan tenang. Rambut pirangnya disisir rapi ke belakang, wajahnya tirus namun tegas, matanya biru pucat menusuk, dan hidungnya mancung khas bangsawan Eropa. Ia mengenakan seragam resmi dengan epaulet emas berkilat di bahu, menandakan kedudukannya.

Dialah Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Tatapannya langsung tertuju pada Aruna yang digiring masuk. Senyumnya tipis, samar, namun mengandung wibawa dingin yang membuat bulu kuduk Aruna meremang.

"Dus dit is de jong meisje man waarover men spreekt. (Jadi inilah gadis muda yang mereka bicarakan)," ucap Van der Capellen pelan, namun suaranya bergema tegas di seluruh ruangan.

Aruna berdiri terpaku. Rasanya seperti waktu berhenti. Semua yang ia pelajari tentang tokoh ini dalam buku sejarah kini berdiri nyata di hadapannya. Sosok yang dulu hanya berupa nama dalam catatan, kini adalah manusia dengan daging dan darah, dengan kuasa penuh atas hidup banyak orang, termasuk dirinya.

Suasana ruangan itu begitu hening, hanya terdengar dentang jarum jam dari dinding dan derik kursi kayu ketika Van der Capellen sedikit mengubah posisi duduknya. Aruna berdiri tegak di hadapannya, diapit dua prajurit dengan senjata yang masih siap di tangan.

Tatapan biru pucat gubernur itu menelisik, seperti ingin menembus hingga ke sumsum tulang Aruna.

"Komm dichterbij. (Mendekatlah)," ujarnya tenang, namun ada nada perintah yang tak bisa dibantah.

Aruna melangkah maju, suara langkahnya terdengar jelas di lantai marmer yang bergema. Ia mencoba menjaga napasnya tetap teratur, meski jantungnya berdetak begitu kencang seakan ingin melompat keluar dari dada.

Van der Capellen mengamatinya dari kepala hingga kaki. Lalu, dengan bahasa Belanda yang fasih dan berintonasi khas bangsawan, ia bertanya, "Men zegt dat je bijzonder bent ... anders dan de anderen. Wat maakt jou zo speciaal? (Mereka bilang kau istimewa ... berbeda dari yang lain. Apa yang membuatmu begitu istimewa?)"

Aruna menelan ludah, mencoba memilih kata dengan hati-hati. Ia tahu, setiap kalimat bisa menjadi jalan hidup atau jalan mati.

"Mijnheer de Gouverneur-Generaal, ik ben slechts een gewone jong meisje. Wat mij hier brengt, is niet mijn wil, maar de omstandigheden. (Tuan Gubernur Jenderal, saya hanyalah seorang pemuda biasa. Yang membawa saya ke sini bukanlah kehendak saya, melainkan keadaan)," ucapnya pelan, juga dalam bahasa Belanda, lidahnya fasih seolah ia memang dilahirkan di tengah keluarga Eropa.

Suara bergumam kecil terdengar dari salah satu pejabat yang berdiri di sisi ruangan, kaget dengan kefasihan Aruna. Willem sendiri, yang berdiri tak jauh dari gubernur, melirik tajam pada Aruna, masih terkesan dengan kenyataan bahwa seorang pribumi bisa berbicara bahasa Belanda begitu lancar. Itu tidak biasa. Mencurigakan.

Van der Capellen menaikkan alisnya. Senyumnya tipis, namun tatapan matanya tetap menusuk. "Gewone jong meisje, zeg je? En toch spreek je mijn taal beter dan velen die hier geboren zijn. Waar heb je dit geleerd? (Pemuda biasa, katamu? Namun kau berbicara bahasaku lebih baik dari banyak orang yang lahir di sini. Dari mana kau belajar ini?)"

Aruna menunduk sejenak, lalu mengangkat wajahnya dengan tenang. "Van de boeken, Mijnheer. En van luisteren. (Dari buku-buku, Tuan. Dan dari mendengar)."

Seketika suasana ruangan menjadi lebih berat. Para pejabat Belanda saling berpandangan, sebagian tidak percaya, sebagian lainnya mencibir. Seorang pria berkumis tipis di sisi kiri berkata lirih kepada rekannya, "Onmogelijk ... een inlander die dit kan? (Tak mungkin ... seorang pribumi bisa begini?)"

Namun Van der Capellen justru menyandarkan punggungnya ke kursi, jemarinya mengetuk pelan permukaan meja kayu.

"Hmm ... boeken en luisteren (Buku dan mendengarkan)," gumam Van der Capellen seakan sedang menimbang sesuatu yang hanya ia ketahui. Ia lalu mencondongkan tubuhnya sedikit, menatap Aruna lebih dekat.

"Vertel me, jong meisje, geloof je in lot? In de kracht van de tijd? (Katakan padaku, anak muda… apakah kau percaya pada takdir? Pada kekuatan waktu?)"

Pertanyaan itu menghantam Aruna lebih kuat daripada yang ia perkirakan. Karena hanya ia yang tahu bahwa dirinya bukan sekadar orang pribumi biasa, melainkan seseorang yang terlempar dari masa depan ke dalam pusaran sejarah ini. Pertanyaan itu, tentang takdir dan waktu, terasa seperti godaan dari nasib untuk menguji dirinya.

Aruna terdiam sesaat, lalu dengan suara tenang ia menjawab, "Ja, Mijnheer. Ik geloof dat de tijd mensen op plaatsen zet die ze nooit hadden verwacht. (Ya, Tuan. Saya percaya bahwa waktu menempatkan manusia di tempat yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya)"

Jawaban itu membuat seisi ruangan kembali bergemuruh lirih. Van der Capellen menatap Aruna lebih lama, seakan mencoba membaca lapisan-lapisan yang tersembunyi di balik kata-kata itu.

Senyumnya kembali muncul, samar namun dingin. "Een wijs antwoord voor iemand zo jong. (Jawaban yang bijak untuk seseorang yang begitu muda)," ujarnya.

Willem akhirnya angkat bicara, suaranya tegas. "Mijnheer, dit is de gevangene die ik u heb beloofd. Hij heeft onderweg mijn man het leven gered, door een operatie die zelfs onze artsen niet durfden te doen. (Tuan, inilah tahanan yang saya janjikan. Ia telah menyelamatkan nyawa prajurit saya dalam perjalanan, dengan operasi yang bahkan dokter-dokter kita tak berani lakukan)"

Ruangan seketika hening. Semua mata tertuju pada Aruna.

Van der Capellen menatapnya lagi, kali ini dengan sorot mata yang lebih dalam. "Dus je bent niet alleen iemand die onze taal spreekt, maar ook iemand die levens redt. Interessant.(Jadi kau bukan hanya seseorang yang bisa berbicara bahasa kami, tapi juga menyelamatkan nyawa. Menarik)."

Van der Capellen berdiri perlahan dari kursinya, tinggi badannya menjulang, dan berjalan mendekati Aruna. Suara langkah sepatunya menggema di ruangan yang hening. Setiap langkah terasa berat, bagaikan detik-detik yang menekan dada Aruna semakin kuat.

Sampai akhirnya, ia berdiri tepat di hadapan Aruna, jarak hanya beberapa jengkal. Mata birunya menatap tajam, lalu dengan suara rendah ia berkata, "Misschien ben jij hier met een reden, jong meisje. (Mungkin kau berada di sini dengan sebuah alasan, anak muda)"

Aruna menahan napas. Kata-kata itu menggantung di udara, seolah pertanda bahwa nasibnya akan berubah drastis mulai dari detik itu.

1
Jelita S
Kita yg ngontrak ini diam z lh,,,
Archiemorarty: Jomblo gigit jari aja pokoknya mah 🤣
total 1 replies
Jelita S
aku jdi senyum2 sendiri 😍😍
Jelita S
ada jga kompeni yg baik seperti Gubernur satu ini,,,pantesan sampe skg msih banyak orang kita yg menikah sama Belanda kompeni penjajah😄😄😄
Archiemorarty: Van der Capellen aslinya di dunia nyata memang baik, sayang sma pribumi, sampe buatin sekolah khusus buat pribumi agar lebih maju. Sampe dikatain sma pejabat Belanda zaman itu kalau Van der terlalu lemah untuk seorang pemimpin hindia belanda /Grimace/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
cie cie yang mau MP jadi senyum" sendiri 🤣🤭😄
Archiemorarty: Hahahaha.... astaga /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
menjadi melow deh dan jadi baper sama perkataan nya Van Der 😍😭❤❤
Archiemorarty: waktunya romance dulu kita...abis itu panik...abis itu melow...abis itu...ehh..apa lagi ya /Slight/
total 1 replies
Jelita S
gantung z si Concon itu
Archiemorarty: Astaga 🤣
total 1 replies
Jelita S
adakah ramuan pencabut nyawa yg Aruna buat biar tak kasihkan sama si Concon gila itu😂
Archiemorarty: Tinggal cekokin gerusan aer gerusan biji apel aja, sianida alami itu /Slight/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Van Der lucu banget
Archiemorarty: Hahaha /Facepalm/
total 3 replies
gaby
Tukang Fitnah niat mempermalukan tabib, harus di hukum yg mempermalukan jg. Dalam perang sekalipun, Dokter atau tenaga medis tdk boleh di serang.
Archiemorarty: Benar itu, aturan dari zaman dulu banget itu kalau tenaga medis nggak boleh diserang. emang dasar si buntelan itu aja yang dengki /Smug/
total 1 replies
Wulan Sari
semoga membela si Neng yah 🙂
Archiemorarty: Pastinya /Proud/
total 1 replies
gaby
Jeng jeng jeng, Kang Van der siap melawan badai demi membela Neng Aruna/Kiss//Kiss/
Archiemorarty: Sudah siap sedia /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Akhirnya sang pujaan hati datang plisss selamat Aruna 😭😭😭😭
gaby
Aduuh Kang Van der kmanain?? Neng geulisnya di fitnah abis2an ko diem aja, kalo di tinggal kabur Aruna tau rasa kamu jomblo lg. Maria & suaminya mana neh, mreka kan berhutang nyawa sm Aruna, mana gratis lg alias ga dipungut bayaran. Sbg org belanda yg berpendidikan harus tau bakas budi. Jadilah saksi hidup kebaikan Aruna. Kalo ga ada Aruna km dah jadi Duda & kamu Maria pasti skrg dah jadi kunti kolonial/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...sabar sabar /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
plisss up yang banyak
Archiemorarty: Hahaha...jari othor keriting nanti /Facepalm/
total 1 replies
Jelita S
dasar si bandot tua,,,tak kempesin perutnya baru tau rasa kamu kompeni Belanda
Archiemorarty: Hahaha...kempesin aja, rusuh dia soalnya /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
aduh bagaimana Aruna menangani fitnah tersebut
Archiemorarty: Hihihi...ditunggu besok ya /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
seru bangettt, ternyata Van deer romantis juga yaa kan jadi baperrr 😍😍😭😭😭
Archiemorarty: Bapak Gubernur kita diem diem bucin atuh /Chuckle/
total 1 replies
gaby
" Jangan panggil aq lagi dgn sebutan Tuan, tp panggilah dgn sebutan Akang". Asseeek/Facepalm//Facepalm/
Archiemorarty: Asyekkk
total 1 replies
gaby
Akhirnya rasà penasaranku terbayarkan. Smoga Maria & suaminya menyebarluaskan kehebatan & kebaikan Aruna, agar Aruna makin di hormati. Kalo Aruna dah pny alat medis, dia bisa jd dokter terkaya di Batavia, ga ada saingannya kalo urusan bedah. Kalo dah kaya Aruna bisa membeli para budak utk dia latih atau pekerjakan dgn upah layak. Ga sia2 Van der membujang sampe puluhan tahun, ternyata nunggu jodohnya lahir/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...membujang demi doi dateng ya/Proud/
total 1 replies
gaby
Babnya lompat atau gmn thor?? Kayanya kmrn babnya tentang Aruna yg menolong wanita belanda yg namanya Maria, apa kabarnya Maria?? Bagaimana reaksi publik ketika melihat Aruna menyelamatkan pasien sesak napas di tengah2 keramaian pasar. Dan bagaimana respon warga kolonial ketika mendengar kesaksian dr suami Maria yg jd saksi kehebatan Aruna. Ko seolah2 bab kmrn terpotong
Archiemorarty: owalah iya, salah update aku...astaga. maapkan othor... update lagi ngantuk ini. ku ubah ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!