Perjalanan Kisah Cinta Om Pram dan Kailla -Season 2
Ini adalah kelanjutan dari Novel dengan Judul Istri Kecil Sang Presdir.
Kisah ini menceritakan seorang gadis, Kailla yang harus mengorbankan masa mudanya dan terpaksa menikah dengan laki-laki yang sudah dianggap Om nya sendiri, Pram.
Dan Pram terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang Ibu, disaat tahu istrinya adalah putri dari orang yang sudah menghancurkan keluarga mereka.
Disinilah masalah dimulai, saat sang Ibu meminta Pram menikahi wanita lain dan membalaskan dendam keluarga mereka pada istrinya sendiri.
Akankah Pram tega menyakiti istrinya, di saat dia tahu kalau kematian ayahnya disebabkan mertuanya sendiri.
Akankah Kailla tetap bertahan di sisi Pram, disaat mengetahui kalau suaminya sendiri ingin membalas dendam padanya. Akankah dia tetap bertahan atau pergi?
Ikuti perjalanan rumah tangga Kailla dan Om Pram.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 : Pram Mengamuk
Kalimat Bayu sedang berputar ulang di otak Kailla, dengan tatapan sayu, sesekali menarik ingus yang mengumpul di hidungnya karena terlalu banyak menangis.
Airmata itu tetap keluar, walau bersusah payah ditahannya. Airmata dan isak tangis yang empunya sendiri tidak tahu jelas maknanya.
Banyak pikiran yang mengisi otak Kailla, yang biasa hanya diisi kenakalan dan keisengan. Hatinya pun ada banyak rasa, yang biasanya diisi kebahagiaan karena cinta Pram yang bertubi-tubi dan tanpa batas.
“Jadi tetap mau pergi atau tetap disisi Pak Pram, Non?” tanya Bayu, usil. Padahal dia sendiri sudah tahu jelas jawabannya.
Kailla menarik pintu mobil yang dibuka Bayu, menutupnya kencang. Duduk bersandar sambil memejamkan mata. Bayu sendiri memilih menunggu di luar, ultimatum dan tamparan Pram sewaktu di Austria masih membekas, saat dia tanpa sengaja masuk ke kamar hotel tempat Kailla menginap.
Lama berdiri di luar mobil, menghabiskan sisa rokok di dalam kotak ditemani taburan bintang dan semburat rembulan malam.
“Nasib jomblo akut begini amat ya!” ucapnya pelan, tersenyum membayangkan sosok Kinar yang sedang tersenyum manis padanya.
Terlalu sering menonton adegan mesra kedua majikannya, setiap pasangan suami istri itu duduk semobil, membuatnya mati rasa. Tadinya dia sudah khawatir, kalau tidak bisa merasakan jatuh cinta seperti ciptaan Tuhan lainnya.
Tapi dugaannya salah, dia merasakan bulir-bulir cinta itu tumbuh tepat saat pertama kali Pram mengenalkan Kinar padanya. Semalaman dia tidak bisa tidur, terganggu dengan bayangan Kinar yang tersenyum padanya, muncul setiap dia menutup mata.
Kedua sudut bibir tertarik ke atas setiap mengingat Kinar, apalagi tadi Kinarnya tampak luar biasa dengan gaun panjang tergerai indah. Senyuman Bayu terhenti saat ekor matanya menangkap sebuah mobil sport yang tidak asing berhenti tidak terlalu jauh dari mobilnya terparkir.
“Bos memang luar biasa! Beruntung Non Kailla, mendapatkan cinta Pak Pram,” ucap Bayu pelan, menggelengkan kepala.
“Pantas saja si mantan tergila-gila, sudah belasan tahun terlewat masih saja cinta mati,” lanjut Bayu, membayangkan Anita sosok mantan pacar Pram yang sekarang berujung di rumah sakit jiwa.
Tidak ada yang turun dari dalam mobil. Hanya terparkir diam di sana. Bayu mengeluarkan ponselnya, mengecek jam digital yang tertera di layar.
“Sudah hampir jam sepuluh malam,” ucapnya pelan.
Tangannya sudah beralih ke gagang pintu mobil, membuka dan mengecek kondisi Kailla yang diam dan tidak bersuara.
“Si pembuat onar sudah tidur,” bisik Bayu pelan, menutup pintu mobil kembali dan berjalan menghampiri mobil sport yang sudah bisa Bayu tebak adalah milik Pram.
Tok!Tok!Tok!
Ketukan halus di kaca jendela mobil, diikuti pintu mobil yang terbuka. Dugaan Bayu tidak salah.
Pram turun dengan wajah berantakan, rambut acak-acakan, bahkan kemeja kerja yang belum berganti sejak pagi tadi.
Kemeja kerja berantakan, tidak serapi terakhir Bayu meninggalkannya. Tiga kancing teratas terbuka, dengan tangan kemeja yang tergulung sampai ke lengan.
Pandangan Bayu tertuju pada luka di sudut bibir majikannya dan tetesan darah beku dari luka terbuka di punggung tangan Pram.
“Bos!” sapa Bayu saat majikannya sudah berdiri tepat di hadapannya. Bahkan Pram tidak menatap padanya. Pandangan laki-laki matang itu terus-terusan mengarah ke mobil yang vellfire putih, tempat istrinya saat ini berada.
Sam menyusul keluar dari pintu sopir, saat Pram sudah melangkah pergi menuju ke mobil yang dikemudikan Bayu.
“Sam, apa yang terjadi?” tanya Bayu heran, menunjuk ke arah sudut bibirnya sendiri.
“Pak Pram menggila di rumah, menghancurkan kaca mobil,” bisik Sam pelan, menceritakan penyebab tangan Pram yang terluka parah.
“Bukannya dia sudah tahu Non Kailla bersamaku. Seperti biasa, setiap aku mematikan ponsel, bukannya Pak Pram sudah paham,” jelas Bayu heran.
“Ponselmu tidak aktif, Pak Pram langsung melempar hancur ponselnya sendiri,” cerita Sam bergidik, mengingat seberapa menyeramkan kejadian tadi di rumah. Suara kaca yang pecah berhamburan, belum teriakan Pram menggelegar.
Hanya terlambat membuka gerbang saja, majikannya sudah menarik kerah seragam security yang berjaga. Emosi Pram tidak terkontrol.
Jauh sekali disaat menghadapi Kailla yang berbuat kekacauan, laki-laki itu bisa setenang air danau tanpa riak, walaupun istrinya berbuat seenaknya dan menghancurkan mobil kesayangannya. Pram tetap masih bisa tersenyum.
Bayu menggelengkan kepala, belum pernah melihat Pram segila ini. Kecuali saat berhadapan dengan orang-orang yang menyakiti istrinya. Pram hanya bisa tenang saat bersama Kailla. Dia mengingat jelas kejadian di Bandung, penculikan Kailla pertama kali. Ekspresi mengerikan Pram bisa berubah drastis saat mendengar nama istrinya.
“Yang mengurusi GPS semua mobilnya Pak Pram itu Pak David. Yah sudah, semakin dia menggila. Pak David yang ditunggu tidak kunjung muncul,” jelas Sam.
“Aku juga tidak tahu bagaimana ceritanya, kaca mobil yang biasa Pak Pram pakai ke kantor itu bisa hancur. Tidak jelas dipukul menggunakan apa. Saat aku datang, kaca mobil sudah hancur berantakan, tangan Pak Pram luka, darahnya kemana-mana.”
“Lalu kenapa bibirnya sobek?” tanya Bayu heran, yang dipakai memukul tangan, kenapa bibir Pram ikut sobek.
Sam terbahak.
“Pak Pram baku hantam dengan Ricko tadi di rumah. Ricko lebih parah, wajah tampannya babak belur kena hajar Pak Pram.”
“Lah, bagaimana ceritanya?” tanya Bayu.
“Ricko sok jadi pahlawan kesiangan. Dia menarik Pak Pram yang hendak menghancurkan kaca mobil kembali. Maksudnya menghentikan tindakan gila Pak Pram, tapi malah kena hajar,” cerita Sam lagi.
“Untung Pak David datang, langsung memberi titik lokasi Non Kailla. Pak Pram langsung berhenti menghajar Ricko. Buru-buru jalan kesini dengan kondisi berantakan,”lanjut Sam.
Bayu menggelengkan kepala. Pandangannya tertuju pada Pram yang sedang berdiri tertegun di depan pintu mobil yang terbuka, menatap istrinya tertidur lelap.
“Baru begini saja, dia sudah gila. Apalagi kalau tadi beneran ditinggal pergi!” ucap Bayu.
“Pak Pram itu khawatir kamu tidak bisa menahan Non Kailla. Sudah empat tahun ini, Pak Pram tidak membayar orang untuk mengawasi Non Kailla selain kita bertiga. Itu yang membuatnya tidak tenang.”
“Kata Pak Pram, sampai Non Kailla kabur kali ini, dia bisa kehilangan jejak istrinya. Biasanya kan ada yang memata-matai Non Kailla diam-diam.”
“Alamat bakal dapat teman baru kita Sam,” celetuk Bayu tersenyum.
“Sepertinya bakal ada tambahan asisten lagi!” sahut Sam mengangguk.
***
Berdiri diam, hanya menatap istrinya. Jangan ditanya bagaimana perasaannya. Ada banyak kata maaf yang mengumpul di dada dan siap dilontarkannnya karena membuat Kailla menangis lagi.
Keputusannya untuk belum memiliki anak dulu sebelum mendapat restu sang mama, ternyata melukai perasaan istrinya. Dan dia yang paling bersalah dalam hal ini, bukan Kailla.
Dengan sedikit keraguan, Pram masuk ke dalam mobil dan duduk disisi istrinya. Membawa tubuh lemas Kailla yang terlelap ke dalam dekapannya.
“Pak, apa kita langsung pulang?” tanya Bayu, menyusul masuk ke dalam mobil.
“Kailla cerita apa?” tanya Pram, tidak rela mengalihkan pandangan penuh cinta dari wajah polos yang terlelap. Tapi saat terjaga wajah polos itu berubah menjadi wajah penuh kenakalan dan kemanjaan luar biasa.
“Tadi Non Kailla mau ke tempat mamanya, habis itu mau ke rumah sakit ke tempat Pak Riadi, tapi aku mencegahnya,” jawab Bayu.
“Lalu apalagi?” tanya Pram, mengusap lembut rambut istrinya.
“Dia tidak mau bertemu dengan Bos, tidak mau pulang ke rumah.”
“Oh....kalau begitu biarkan saja tetap sini. Besok pagi kita ke tempat mamanya Kailla,” perintah Pram.
“Baik Bos, itu tangannya...” Bayu bertanya sambil menatap punggung tangan Pram yang masih terlihat darah membeku.
“Minta Sam belikan alkohol dan obat merah nanti,” perintah Pram, baru sempat menatap tangannya yang terluka.
Bay, aku mau tidur sekarang. Tolong bangunkan aku, sebelum istriku bangun. Aku tidak mau dia tahu, kalau aku mengikutinya.” ucap Pram, mengeratkan pelukannya pada sang istri.
***
Terimakasih.
Mohon tinggakan jejak like dan komennya
Love you all