TOLONG DI PERSIAPKAN MENTAL UNTUK MEMBACA CERITA INI YA KAWAN KAWAN...
Cerita ini menceritakan tentang Rere yang berumur 17 tahun mengalami kekerasan dan penculikan secara brutal, konflik hebat dan berat.
.....
Semilir angin sejuk dirasakan Rere ketika mobil sudah berjalan. Dia sama sekali tidak bisa mencerna semua kejadian 10 menit yang lalu. Tamparan Ben di pipinya sekarang terasa panas, namun entah kenapa rasa itu sekarang menghangatkan hatinya. Perilaku Ben yang kasar sekaligus lembut tadi benar-benar menggugahnya. Rere juga tidak bisa memutar otaknya untuk bertindak lebih lanjut. Rasa luar biasa lelah menggerogoti tubuhnya sekarang. Kedua kelopak matanya yang indah itu sekarang terasa berkilo-kilo beratnya. Rere memejamkan mata mencoba mempelajari apa yang sekarang dirasakannya dalam hati. Dia bahkan sempat merasakan Ben membelai rambutnya sambil berbisik “I’m really sorry Re…” sebelum dia terlelap tertidur terbawa alam bawah sadarnya untuk mengistirahatkan hati dan tubuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MegaHerdian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Konflik berat
PLAK! PLAK!
Yap. Dua tamparan keras mendarat di pipi kiri dan kanannya, rasa panas dan perih mulai menjalar. Rere mengusap pipi nya yang terasa makin panas dan sakit, di lihat nya Ben dengan raut yang murka dan memerah menatap tajam ke arah nya.
"Ternyata lo licik juga!!" desis Ben murka, dengan kasar dia merampas kunci itu dari tangan Rere.
"Jangan pernah lo berharap bisa keluar dari sini!!" Ben menghempaskan tubuh Rere ke tempat tidur. Wajahnya merah menahan amarah dan nafsu yang tertunda.
Bagaimana ini...... Rencana yang sudah dia siapkan ternyata gagal... Saat melihat Ben yang begitu murka Rere tau, Ben tidak akan pernah melepaskan nya.
"Lo gak bisa ngurung gue selamanya di sini" rintih Rere berusaha berkomunikasi.
"Gue bukan barang… Gue harus keluar… gue udah lama gak kena matahari…gue udah bolos sekolah 3 hari, gak ada kabar… mereka akan pikir gue mati atau apa… orangtua gue.. sodara gue… Apa lo pikir lo gak terlalu egois?!" protes Rere memelas.
"Lo udah ngedapetin semuanya gue gak akan lapor polisi please biarin gue hidup tenang gue bakal ngelupain semuanya Please lepasin gue" Rintih Rere lagi mencoba berkomunikasi dengan Ben mencoba membuat nya lebih mengerti.
"Bagus!" ketus Ben dengan dingin.
"Bagus kalo mereka pikir lo mati! Jadi gak ada yang cari-cari lagi!" raung Ben masih dengan tatapan murka.
"Dan lo salah, lo itu udah jadi hak milik gue!" Rere ketakutan mendengar Ben memberi tekanan pada kata ‘hak milik’ menunjukkan kalau dia sudah berkuasa atas dirinya.
"Dengar! Gue bisa ngelakuin apa aja yang gue mau! Apa lo pikir gue peduli ama komentar orang-orang!! Dan jangan bahas soal matahari! such a lame excuse!!" sambil membentak, Ben mulai mengenakan pakaiannya satu per satu. Dia merasa terhina ditipu seperti itu. Angan-angannya untuk bermain ‘dua arah’ hilang sudah.
"Dan gue gak takut polisi!! jadi simpen aja semua cara-cara lo buat keluar dari sini!! Lo tau sendiri gue bisa lebih kejam dari yang tadi!! Gue bisa nekat lebih dari yang bisa lo bayangin!! Jangan bikin gue ngelupain semua akal sehat gue!! Paham lo!!" Bentak Ben lagi serasa emosi dengan tipu daya Rere yang menghanyutkan.
"Ben, lo gak bisa ngancurin masa depan gue Ben" Rere masih berusaha menyakinkan Ben. Berharap dia bisa mengerti.
"Biarin gue selesain sekolah gue dulu Ben" Rere masih mencoba berkomunikasi dengan Ben, bagaimana pun juga Rere harus memastikan masa depannya.
"Kalo suatu hari lo udah bosen sama ma gue, dan lo pengen ngebuang gue… Gue gak bakal bisa hidup tanpa pendidikan" Rere berusaha menjelaskan. Tetapi rupanya Ben sudah siap-siap untuk meninggalkan kamar menuju ke pintu. Rere menyadarinya dan segera saja dia bangkit dari tempat tidurnya, berlari membuang tubuhnya di kaki Ben.
"Please Ben lepasin gue Lo masih bisa ngedapetin orang yang lebih cantik dari gue… lebih seksi pasti banyak Ben Please" Seru Rere memelas memeluk kaki Ben sambil menatap lantai karpet. Sekali lagi Ben tidak bergeming. Dia berkutat melepaskan kakinya dari pelukan Rere, membuka pintu dan keluar meninggalkan Rere yang masih bersimpuh di lantai karpet. Lagi-lagi Rere mendengar pintu dikunci dari luar.
Dia sekarang sudah kehilangan akal. Rencananya yang dia pikir akan berhasil ternyata dimentahkan dengan mudah oleh Ben. Seperti tidak ada harapan lagi Rere akhirnya mengangkat tubuhnya berjalan menuju kamar mandi. Mungkin membenamkan tubuhnya di air hangat akan melunturkan masalahnya sedikit demi sedikit. Rasanya air yang tadi begitu hangat menentramkan sekarang dingin seperti jarum-jarum kecil yang menusuk setiap inci kulit tubuhnya. Rere terbangun menggigil dari bath up, dia mengeringkan tubuhnya, mengenakan bathrobe dan keluar dari kamar mandi. Dilihatnya Ben sudah duduk di sofa samping tempat tidur. Ekspresi kecewa sebelum dia meninggalkan kamar sekarang sudah sedikit berkurang. Dengan takut-takut Rere berjalan ke arah lemari pakaian. Dia mengambil pakaian dalam yang segera dikenakan. Selama tinggal di dalam sekapan, Rere mendapat begitu banyak pakaian dari Ben. Hampir setiap kali Ben keluar kamar pergi entah kemana, dia selalu membawa pakaian baru untuk dikenakan Rere.
Niatnya untuk mengurung Rere lebih lama ternyata memang sungguh-sungguh ditunjukkannya. Masih dalam diam, Rere mengambil salah satu baju dan celana pendek dan baru saja selesai dikenakan ketika dengan tiba-tiba Ben berbicara padanya.
"Duduk Re" suara Ben hampir tanpa nada. Rere takut dengan suara itu. Seperti tidak bisa ditebak apa yang akan terjadi. Dia lebih suka Ben berteriak atau marah-marah daripada tanpa ekspresi.
Dengan rasa takut Rere duduk di samping Ben, Ben masih dalam diam diam menyesap sebatang rokok tanpa menatap ke arah Rere sedikit pun.
Dia melihat ada bungkusan plastik di tangan Ben yang Rere nilai dari bentuknya, isinya pasti berbentuk segi empat pipih. Prediksi Rere ternyata betul. Ben segera mengeluarkan isi dari bungkusan plastik itu. Langsung saja dalam genggaman Ben, sebuah CD silver ditunjukkan kepadanya. Rere tidak melihat ada semacam tulisan atau gambar pada CD itu.
"Do you wanna see this?" tanya Ben pelan.
Rere semakin takut dan menatap penuh curiga kepada Ben, tatapan matanya saat ini seperti sebuah kemenangan penuh dengan ejekan yang Rere sendiri tidak tau apa yang akan Ben perlihatkan kepada nya.
Tanpa menunggu persetujuan Rere Ben beranjak dan menghidupkan tv, memasukkan DVD yang dia bawa tadi, Ben kembali duduk di samping Rere, sekilas Ben bisa melihat senyum sinis yang Ben lontarkan kepadanya.
Rere merasa tubuhnya panas dan berkeringat padahal dia baru saja mandi dan bahkan rambutnya pun masih basah.
Dengan penuh cemas Rere menatap ke arah tv yang memulai menampilkan sesuatu yang Rere tidak tau itu apa.
Screen TV sekarang berubah menjadi biru. Perlahan tapi pasti, gambar di TV menayangkan sesuatu dengan gerakan kasar membuat Rere mengernyit kan kening nya bingung! Sebenarnya apa yang ingin Ben perlihatkan kepada nya saat ini.
Seperti terekam oleh handycam yang di ambil oleh orang yang sangat amatir dari cara memegang nya pun yang tidak fokus dan tidak terarah dengan benar. Tayangan itu menunjukkan sebuah ruangan yang lumayan terang menurut Rere yang awalnya gelap kini mulai terang.
Degup jantung Rere berdebar tak menentu saat beberapa scene dari vidio itu menampakkan suatu ruangan yang tidak asing lagi, harap harap cemas membuat Rere semakin tidak nyaman sekarang.
Rere menggigit bibir bawahnya, jari jemari tangan nya saling bertautan saat dia menatap ke layar tv...
Oh...Shit....Ben!!!!!!!
Hebatt bgt km thor..sehari 2x ..
aq ma suami sminggu 2x atau kadang sminggu 1x..sama2 repot,sama2 pasif mainnya,kpn2 bagi tips ya thor hehehehe
gmn baiknya tuh 2 bocah deh thorr..tinggal urus sj..aq sediain sesaji sama like yg bnyk dehhh
thooor bikin rere bahagia kasian