Jeha, pria tampan dengan ambisi besar, menjebak Anne, CEO cantik dalam cinta satu malam hingga akhirnya keduanya menikah. Setelah Anne lumpuh akibat kecelakaan, Jeha mengambil alih kekuasaan dan berubah menjadi pria arogan yang menghancurkan hidup Anne.
Sementara itu, Reu adalah pelayan restoran miskin dengan hidup terbelit hutang. Ketika Jeha bertemu Reu dan menyadari kemiripan wajah mereka, dia menawarkan kesepakatan. Reu harus menjadi Jeha selama 2 tahun, dan semua hutangnya akan lunas.
Akankah Reu berhasil menjalankan peran ini? Dan apa yang akan terjadi pada hidup Jeha dan Anne?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
Reu kemudian melepaskan tubuh Anne dengan lembut, kemudian Joseph mendekat dan menekan kepala Reu untuk segera menunduk dan sedikit membungkuk sebagai permohonan maaf, karena menyentuh nyonya muda mereka tanpa ijin.
Anne hanya diam, melirik sesaat ke arah pengawal yang baru saja bersentuhan dengannya. Aromah tubuh pengawalnya membuatnya teringat Reu.
Setelah selesai terapi, baik Anne dan pengawalnya pulang ke rumah.
Anne keluar dari mobil, kemudian Reu membantu mengeluarkan kursi roda dari bagasi. Sedang Joseph mengeluarkan tas yang berisi obat-obatan dari dalam bagasi.
“Kalian bisa menunggu di halaman belakang, jika aku butuh bantuan, akan aku hubungi,” ucap Anne, menunjukkan smartwatch yang di pakainya guna lebih cepat saat memanggil dua pengawalnya.
Reu dan Joseph mengangguk. Setelah itu pergi ke halaman belakang, memantau situasi rumah lewat cctv.
Tiba-tiba ponsel Reu berdering, dia terkejut melihat nomor yang tertera, panggilan telepon yang berpusat dari telepon ruang tamu rumah Anne.
“Aku ke toilet sebentar,” ucap Reu pada Joseph.
Reu kemudian bersembunyi di toilet dan mengangkat telepon.
“Papa.” suara Lyox terdengar dari balik telepon.
Reu membuka maskernya, “Kamu sudah dirumah,” jawab Reu lirih.
“Apa, papa? Katakan lebih keras, aku tidak bisa mendengarnya?” sahut Lyox.
“Papa sedang bekerja.” Reu semakin melirihkan suaranya, kemudian segera mematikan telepon. Reu kembali ke ruang cctv, dan saat ini dari layar televisi melihat Lyox berada di ruang tamu bersama Anne.
Disisi lain, Lyox merasa kesal ketika teleponnya dimatikan begitu saja oleh papanya. Lyox menghentakkan kedua kakinya, dan menendang kaki kursi.
“Ada apa?” Anne mendekat, dan menyentuh tangan putranya.
“Aku baru saja menelpon papa, tapi dia langsung mematikan teleponnya,” jawab Lyox kesal. Anne yang mendengarnya mengernyit, menaruh rasa tidak percaya dengan perkataan putranya.
“Kamu bermimpi? Darimana kamu dapat nomor teleponnya?” tanya Anne.
“Kemarin aku baru saja bertemu papa di rumah paman Edward, aku tidak bermimpi. Papa yang memberikan nomor telepon itu padaku. Aku menghafalnya dan mencatatnya, lihat!” Lyox menunjukkan nomor telepon yang dicatatnya di memo.
Anne menggigit bibirnya, penasaran dengan ucapan Lyox. Kemudian menekan nomor telepon yang di maksud, dan benar saja nomor itu tersambung.
Reu yang mengetahui, saat ini Anne yang berusaha menelponnya segera menonaktifkan teleponnya.
“Astaga,” gumam Reu.
“Kenapa?” tanya Joseph menoleh mencari tahu.
“Tidak.” Reu segera mengalihkan layar cctv ruang tamu ke arah ruang makan.
Sebuah panggilan di dapatkan, Reu dan Joseph diminta untuk mengawal nyonya Igrid ke bandara.
Mereka berdua bergegas menuju garasi, dan mengikuti mobil nyonya besar mereka dari belakang.
Tiba di bandara, empat orang pengawal mengikuti langkah nyonya besar dari belakang sambil membawakan dua koper serta tas lain yang akan dibawa ke Amerika. Nyonya besar terlebih dahulu pergi kesana, setelah itu Edward dan Willy serta istrinya akan menyusul esok harinya. Sedangkan Zack, sudah terlebih dahulu pergi ke Amerika setelah mengurus perceraiannya dengan Bella.
Setelah menyelesaikan proses check-in dan memastikan keamanan nyonya Igrid. Semua pengawal sedikit membungkuk, memberikan rasa hormat dan sebagai tanda jika tugas mereka sudah selesai.
Kemudian, petugas bandara mengambil alih semua barang yang dibawa para pengawal.
“Kalian bisa kembali,” ucap Nyonya Igrid.
“Baik, Nyonya,” jawab pengawal dengan serentak dan hormat.
“Kami akan kembali ke mobil. Silakan berangkat dengan selamat, Nyonya.” Setelah Nyonya Igrid mengangguk, pengawal menunggu sampai nyonya besar mereka naik ke eskalator dan menghilang di ruang keberangkatan. Sebelum mereka kembali ke mobil keempat pengawal menunggu instruksi lebih lanjut dari Tuan Edward untuk melanjutkan tugas lainnya.
Reu bernafas lega, ketika ibunya Anne tidak menyadari keberadaannya. Merasa penyamaran cukup sempurna.
Edward menghubungi Joseph, meminta dia dan Reu kembali kerumah Anne. Sedangkan, dua pengawal lainnya kembali ke rumah Edward. Mereka segera kembali ke mobil masing-masing dan melanjutkan tugas.
Kembali di rumah, saat ini Lyox sedang bermain baseball di temani oleh dua orang pelayan laki-laki di halaman belakang. Reu dan Joseph berdiri di sudut halaman, memperhatikan tuan mudanya.
Saat Lyox berlari berusaha menangkap bola, kakinya tersandung dan terjatuh. Dengan sigap, Reu langsung berlari ke arah Lyox.
“Ambil kotak P3K!” teriak Reu kepada kedua pelayan. Pelayan itu berlari masuk kedalam rumah.
Sedang Reu segera menggendong Lyox. Membawanya ke arah keran air, membersihkan d4rah di lutut Lyox.
Lyox meringis kesakitan merasakan perih.
“Tahan sebentar,” ucap Reu.
Mendengar suara yang familiar, Lyox kemudian mengamati pengawalnya lebih dekat. Kemudian, menarik kacamata Reu.
Membuat Lyox bisa melihat mata papanya yang dikenali, “Papa.” Mendengar itu, Reu langsung menutup mulut Lyox, dan mengambil kacamatanya kembali.
Reu menunjukkan isyarat dengan telunjuknya agar, Lyox tetap diam. Agar Joseph juga tidak mendengarnya.
“Papa,” bisik Lyox lirih, kemudian memeluk Reu dengan erat.
Kedua pelayan datang membawa obat luka dan kain kasa. Reu segera menutup luka di lutut Lyox.
“Papa disini,” bisik Lyox lagi dengan suara lirih di telinga kanan Reu. Namun, Reu tetap diam.
“Bawa tuan muda kembali ke kamar,” ucap Reu kepada kedua pelayan.
“Tuan muda, ayo kita ke kamar,” ajak pelayan. Namun, Lyox masih memeluk Reu dengan erat.
“Aku mau papa, yang mengantarnya,” bisik Lyox lagi.
Kemudian, Reu membopong tubuh Lyox berjalan masuk kedalam rumah dan menuju kamar.
Setelah masuk kedalam kamar, Lyox segera meminta turun dan mengunci pintu kamarnya.
“Papa … ini papa, kan?” Lyox melompat, kemudian meringis ketika merasa kesakitan.
Reu membuka maskernya, “Jangan katakan ini pada, mama. Mengerti!” ucap tegas Reu. Kemudian, memeluk Lyox.
“Baik, papa. Ini jadi rahasia kita berdua,” ucap Lyox, kemudian memberikan jari kelingkingnya kepada Reu. Reu menyetujuinya, lalu ke luar dari kamar Lyox.
Saat pintu ditutup, Reu terkejut dengan kehadiran Anne yang sudah berada di depannya ketika berbalik.
“Ada apa? Apa yang kau lakukan di dalam kamar putraku?” tanya Anne dengan raut wajah kesal dan marah. Reu kemudian membungkukkan tubuhnya sedikit, tanpa memberikan jawaban, pergi dari hadapan Anne.
“Berhenti disitu!” ucap Anne dengan lantang, membuat langkah Reu berhenti dan membalikkan badan.
“Aku ingin belajar berjalan di halaman belakang, bisa bantu aku kesana!” ucap Anne.
Reu dengan wajah bingung, hanya diam.
“Cepat!” gertak Anne.
Reu kemudian, memegang pegangan kursi roda Anne dan mendorongnya perlahan menuju halaman belakang.
Tiba di halaman belakang, Anne mencoba bangkit dari kursi roda. Sedang Reu masih berada di sampingnya untuk berjaga.
“Pelayan!” teriak Anne, memanggil pelayan untuk membantunya. Namun, tidak ada sahutan.
Reu kemudian mengulurkan tangannya, berniat membantu Anne berjalan.
“Apa? Kau mau membantuku?” tanya Anne, mengernyit. Reu lekas mengangguk tanpa mengeluarkan kalimat apapun.
“Kau bisu, aku lihat dari tadi tidak mengatakan apapun,” ucap Anne dengan nada sinis. Reu hanya mengangguk, kemudian menyentuh tangan Anne, membantu Anne berjalan selangkah demi selangkah.
Merasakan kelembutan dan kehangatan tangan Anne, membuat tangan Reu berkeringat karena gugup.
Sedangkan Anne, menatap pengawalnya dengan raut wajah penasaran.