Safa, gadis dari kalangan atas terpaksa menawarkan diri untuk menjadi istri dari Lingga, seorang CEO terkemuka demi menyelamatkan Perusahaan orang tua angkatnya.
"Ayo kita menikah. Aku akan melahirkan anak untukmu, asal kamu mau menolong Papaku"
"Kau yakin mau menikah dengan ku?"
"Aku yakin!"
Safa menjawabnya dengan tegas. Tanpa memikirkan suatu saat nanti hatinya bisa goyah dan mencintai Lingga.
Tapi sayangnya hati Lingga telah mati, dia hanya mencintai Asyifa tunangannya yang telah meninggal dunia. Lingga menikah hanya karena paksaan orang tua serta untuk melahirkan penerus keluarganya.
"Dia sangat mencintai anaknya, tapi tidak dengan wanita yang melahirkan anaknya" ~ Safa ~
Bagaimana nasib Safa saat Lingga pulang membawa wanita yang wajahnya begitu mirip dengan Asyifa? Apa yang akan Safa lakukan disaat dia sendiri sedang berjuang antara hidup dan mati?
Akankan Safa bertahan atau merelakan suaminya bahagia dengan wanita itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cincin yang hilang
"Maaf ya Kak, aku pulang dulu" Safa merasa tak enak dengan Juna. Tapi dia juga tak mungkin tinggal di sana sementara Lingga saat ini sudah pergi meninggalkannya berjalan lebih dulu.
"Nggak papa Safa, suamimu itu memang aneh!" Juna melirik ke arah Lingga yang saat ini menoleh ke belakang, tampak sedang menunggu Safa yang baru beranjak dari sana.
"Aneh sekali sikapmu Kak, seolah kau mencintai Safa padahal hatimu masih dipenuhi wanita lain!" Gumam Juna.
Dia merasa kasihan melihat Safa yang terlihat jatuh cinta sendirian. Jujur saja Juna patah hati, dia tak dapat jawaban apa-apa dari Safa tadi malam.Tapi dari tangisan Safa saja, Juna bisa menebak bagaimana perasaan Safa pada Lingga.
Sedangkan sampai saat ini Juna masih mencintai Safa. Wanita itu masih ada di dalam hatinya, tapi sayangnya wanita itu tak bisa ia miliki.
Juna benar-benar marah saat ini, dia kecewa dengan Lingga yang menikahi Safa begitu saja. Padahal Lingga sudah tau bagaimana perasaan Juna pada Safa. Juna menganggap Lingga adalah pengkhianat. Ingin rasanya Juna meluapkan kemarahannya, tapi setelah ia berpikir panjang, untuk apa semua itu.
Kalau sampai dia lepas kendali, justru kesempatannya untuk dekat dengan Safa hilang seketika. Lingga pasti melarangnya untuk bertemu Safa atau melarang Safa, jika sampai Juna memperlihatkan kemarahannya dengan jelas.
Makanya sampai saat ini Juna memendamnya sendiri demi bisa dekat dengan Safa. Tapi dia tidak akan merebut Safa dengan cara yang licik. Dia akan menunggu sampai Lingga benar-benar melepaskan Safa. Karena dia yakin kalau Lingga tidak akan pernah bisa melupakan Syifa.
Yang bisa Juna lakukan saat ini adalah menjadi teman untuk Safa. Dia akan berusaha menjadi teman untuk Safa dan ada di saat Safa membutuhkannya. Semoga saja Lingga tidak menghalangi niatnya itu.
Lingga membukakan pintu mobil untuk Safa yang menggendong Kendra. Kemudian dia masuk dari sisi seberangnya. Mereka duduk di bangku belakang mobil mewah milik Lingga.
"Mas, kita tadi langsung pergi gitu aja, kan jadi nggak enak sama Kak Juna"
"Ada urusan yang lebih penting daripada menemani dia makan!" Jawab Lingga.
Entah mengapa Safa menangkap jawaban Lingga itu sedikit ketus. Safa jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa yang terjadi diantara dua saudara sepupu itu.
Safa yang penasaran tentu saja hanya memendamnya saja karena itu bukan ranahnya. Nanti Lingga pasti akan mengatakan dengan wajahnya yang dingin itu.
"Tidak semua hal harus kau tau!"
Safa masih ingat jelas kata-kata itu. Bahkan suara Lingga yang saat mengatakan itu saja masih terngiang-ngiang di telinganya.
"Masuklah, aku harus ke kantor!" Ucap Lingga ketika mereka sampai di halaman rumah.
"Mas tidak masuk dulu?" Safa tidak tau kalau Lingga akan langsung langsung ke kantor karena saat ini Lingga memakai baju casual, bukan setelan jas mahal yang biasanya ia pakai.
"Tidak, aku sudah di tunggu"
"Ya sudah kalau begitu Mas hati-hati" Safa sedikit heran, kenapa Lingga harus mengantarnya sampai rumah kalau memang sedang buru-buru, padahal jarak dari hotel ke kantor lebih dekat daripada dari rumahnya.
"Hmm" Angguk Lingga kemudian mencium putranya yang terlelap dalam pangkuan Safa.
"Papa kerja dulu ya, Kendra jadi anak baik sama Mama di rumah. Nanti Papa pulang cepat" Bisik Lingga pada bayinya itu.
Setelah itu Lingga tampak terkejut karena Safa mengulurkan tangan kepadanya.
"Salim boleh kan Mas?" Safa mencoba peruntungannya.
Lingga sempat menatap Safa sekejap, sebelum akhirnya tangannya bergerak menyambut tangan Safa.
Senyum di bibir Safa langsung tercetak dengan jelas. Dia tak menyangka bisa mengecup punggung tangan suaminya lagi.
Tapi ada hal yang membuat Safa terkejut, di jari manis Lingga sudah tidak ada lagi cincin yang melingkar. Di sana hanya menyisakan bekas yang menjadikan kulit Lingga memiliki warna berbeda dan membentuk lingkaran cincin.
Jujur saja Safa merasa bahagia. Meski dia tidak tau tujuan Lingga yang sebenarnya apa, atau mungkin juga karena kejadian semalam, tapi melihat cincin itu terlepas, sungguh membuat Safa senang. Bolehkan Safa besar kepala saat ini?
Safa mengecup punggung tangan Lingga dengan lembut. Tangan Lingga yang besar dan menunjukkan vena menonjol itu terasa begitu hangat, sehingga membuat Safa enggan untuk melepaskannya.
"Aku turun dulu Mas" Namun Safa tak mau membuat Lingga marah karena dia sudah terlalu lancang.
"Hmm" Setelah Safa turun, mobil Lingga langsung melesat meninggalkan Safa.
"Kenapa Mas Lingga aneh sekali? Apa dia mulai membuka hatinya?" Gumam Safa dengan tatapan yang masih tertuju pada mobil Lingga yang sudah menjauh.
"Tapi jangan besar kepala Safa! Kamu tidak tau apa yang ada di dalam pikiran pria kaku itu! Dia sungguh susah di tebak!" Safa kembali memperingati dirinya sendiri.
Safa sendiri pun tak tau dengan keinginannya sendiri. Dia ingin membu*nuh perasannya, tapi dia sendiri merasa bahagia ketika mendapat sedikit perhatian dari Lingga.
Safa akhirnya masuk ke dalam rumah, membawa putranya yang lucu. Rasanya pasti tidak akan sanggup kalau dia berpisah dengan bayi yang sedang lucu-lucunya itu. Makanya dia tak pernah memikirkan cara untuk pergi dari hidup Lingga.
Lagipula kalau dia pergi dan membawa Kendra, dia juga tak punya uang kompensasi untuk mengganti semua uang yang telah Lingga bayarkan untuk hutang-hutang Papanya.
Kini Safa hanya bisa pasrah menjalani hidupnya, meski dia mencintai Lingga, dan Lingga mau mencintainya atau tidak, Safa tak berhak menuntut.
"Non Safa sudah pulang? Kok sendiri?" Sambut Bi Sri dan Suster dari Kendra.
"Mas Lingga langsung berangkat ke kantor Bi, katanya ada hal penting"
"Oalah, kirain Non Safa pulang sendirian. Kok tega bener Den Lingga"
"Enggak kok Bi, Mas Lingga malah antar pulang dulu baru berangkat lagi"
"Ya bagus kalau begitu, itu tandanya Den Lingga udah mulai perhatian sama Non Safa"
"Iya benar Nyonya, kayaknya Tuan Lingga mulai jatuh cinta sama Nyonya, ya kan Bi?" Suster ikut menimpali.
"Bener Non, lama-lama Den Lingga pasti jatuh cinta sama Non Safa" Bi Sri benar-benar bahagia kalau hal itu sampai terjadi. Dia memang selalu berdoa agar Lingga membuka hatinya untuk Safa.
"Itu tidak akan pernah terjadi!" Sahut seseorang yang tiba-tiba saja sudah berdiri di pintu.
hmmm muncul dri otak sbelah mna pikiran sperti itu
selalu terbawa suasana aqnya....
next..
kyaknya ada sesuatu deh dg lingga....
semau kryamu aq suka thor,menurutku novelmu bagus semua,aq sudah bca semuanya...
terus semangat ..../Good/
tak taulah,apa mungkin ada sesuatu yg mssih disembunyikn olehnya...
aq tunggu kejutan nya drimu thor...
lanjut.....
baca maraton dri tadi sdah mau mwek,eh sekarang akhirnya ndak tahan.../Sob//Sob/
ada apa dg lingga?