Bai Xue nona muda keempat dari keluarga bangsawan Bai. Di asingkan di perbatasan saat usianya baru mencapai tujuh tahunan. Saat kembali ke Ibu Kota di usianya yang kesembilan belas tahun. Dia di jebak adik kelimanya, sehingga harus bermalam bersama Tuan muda kedua Jiang. Dan dengan terpaksa Bai Xue harus menikah menjadi Nyonya kedua di kediaman Jiang.
Di tahun ke tiga pernikahannya, wanita muda itu di temukan terbunuh dengan banyaknya sayatan di sekujur tubuhnya. Wajah cantiknya bahkan tidak lagi dapat di kenali.
Semua penderitaan yang ia jalani sepanjang hidupnya seperti mimpi menakutkan. Sehingga wanita muda itu dapat terbangun kembali dengan jiwa yang telah berpindah ketubuh gadis muda berusia enam belas tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pinggiran Ibu Kota
Hanya selang satu hari setelah pernikahan Nona pertama Bai Jiao dengan pangeran ketiga. Nona kelima Bai Juan masuk kekeluarga Ling sebagai selir pertama Tuan muda pertama Ling. Sedangkan Bai Qi memilih untuk kembali kekediaman kedua Bai. Namun tetap keinginan Nyonya pertama Liu Zhe memasukkan Bai Qi keakademi masih berlaku. Dan gadis muda itu juga tidak berniat menolaknya. Karena masuk keakademi ternama di Ibu Kota akan membuatnya tetap tinggal lebih lama. Tanpa perlu meyakinkan kedua orangtuanya yang masih khawatir putrinya berada di Ibu Kota.
Bai Qi yang saat ini sudah bisa berjalan tanpa perlu mengunakan kursi roda atau tongkat. Menjadi sangat lincah selalu pergi kemanapun yang dia inginkan. Gadis pendiam yang selalu berada di dalam kamar. Dalam beberapa bulan saja sudah sangat ceria bahkan lebih ceria dari tahun-tahun sebelumnya.
Sseeeeeekkk...
Suara angin pagi terdengar cukup kuat membuat gesekan di pepohonan. Di tambah mendung yang terlihat pekat di langit.
"Nona muda, jika Tuan muda kedua melihat anda naik lagi keatas pohon. Anda bisa di berikan hukuman. Aku akan mencarikan tangga." Berlari kearah halaman belakang kediaman.
Bai Qi duduk santai menikmati udara pagi yang sangat menyejukkan di salah satu ranting pohon persik. Dia mengayunkan kedua kakinya dengan menengadahkan wajahnya kearah langit. Rintik hujan juga mulai berjatuhan. Dari kejauhan pelayan Lian bersama dua penjaga kediaman berlari membawa tangga.
"Cepat... Cepat." Pelayan Lian cukup panik memberikan arahan dua penjaga agar segera meletakkan tangga di bawah pohon.
Gadis di atas pohon justru menatap tenang. "Lian, tinggi pohon ini hanya dua meter. Tidak perlu memakai tangga. Aku bisa turun hanya dengan melompat." Tertawa bahagia melihat tingkah gugup dari semua orang yang ada di bawah.
"Nona muda. Anda harus segera turun."
"Baiklah." Bai Qi bangkit perlahan dan berdiri di tas ranting tidak terlalu besar di pohon persik itu. Semua orang semakin khawatir melihat tingkahnya. Namun dirinya hanya tersenyum senang lalu melompat turun tanpa perlu tangga yang telah di sediakan. "Bukankah ini sangat mudah." Menepuk pundak pelayannya. Dia berjalan santai keluar dari halaman kediaman pribadinya.
Di kediaman luas itu hanya ada pelayan, penjaga dan dirinya. Sedangkan kedua kakaknya sedang menjalankan tugas yang di berikan pihak istana. Bisa di bilang untuk beberapa waktu dirinya akan memiliki kebebasan. Kakak keduanya cukup ketat dalam mengawasi setiap pergerakannya. Bagitu juga kakak ketiganya yang selalu ada di setiap waktu menemani dirinya.
Dari arah belakang pelayan Lian sudah berlari mengejar ketertinggalannya. Nona mudanya sudah menunggu di depan pintu utama kediaman. Setelah melihat pelayannya datang Bai Qi melanjutkan langkahnya pergi menuju jalur utama dengan berjalan kaki.
"Ikuti." Pelayan Lian memberikan perintah kepada empat penjaga.
"Baik."
Di jalur utama Bai Qi terus melangkah pelan melihat setiap tempat dengan senyuman. Rintik hujan bahkan tidak bisa menghentikan keinginan gadis muda itu. Sekitar setengah jam perjalanan dari kediaman kedua Bai. Bai Qi masuk kedalam kedai mie yang tercium aroma kenikmatan. "Enam mie dengan tambahan daging," ujarnya sebelum duduk di kursi kosong. Melihat pelayan setianya masuk kedalam kedai mie. Bai Qi segera melambaikan tangannya meminta pelayan Lian ikut duduk bersama.
Kurang dari sepuluh menit mie sudah siap dan di sajikan di meja.
Bai Qi meniup perlahan kuah mie. Kepulan asap panas menyebar beberapa detik lalu menghilang di udara.
Baru satu suap saja mie masuk kedalam mulutnya. Gadis muda itu melihat seorang gadis kecil berdiam menatap dengan kedua mata berkaca-kaca. "Lian, bawa dia kedalam. Pesankan lagi mie untuknya."
"Baik." Pelayan Lian membawa gadis kecil yang di maksud Nona mudanya masuk kedalam kedai mie. Dia juga memesankan mie seperti permintaan Bai Qi.
Dengan lirih gadis kecil itu berkata, "Kakak perempuan, bisakah aku membawa mienya kembali?"
"Bisa," saut Bai Qi. "Apa kamu ingin membawanya untuk keluargamu?"
Gadis kecil itu mengangguk. "Apa boleh?"
"Tentu." Bai Qi mengelus lembut kepala gadis kecil di sampingnya. "Nama kamu siapa?"
"Yuan Yuan."
"Yuan Yuan, apa kakak boleh ikut pulang bersamamu?"
Gadis kecil itu mengangguk setuju.
"Kamu habiskan mie ini terlebih dulu. Baru kita pergi kerumahmu. Bagaimana?" Ujar Bai Qi dengan kelembutan.
"Baik."
Mereka bertiga segera menghabiskan mie dan pergi kekediaman yang ada di pinggiran Ibu Kota. Sebuah desa kecil yang terpinggirkan di tengah kota besar penuh kemewahan. Membutuhkan tiga jam berjalan kaki dari jalur utama hingga sampai di desa kecil di pinggiran Ibu Kota itu.
"Kamu tinggal di sini?" Bai Qi Melihat kesegala arah. Bagitu banyak kediaman kecil yang hanya di buat seadanya.
"Iya. Aku dan kakak laki-laki tinggal di sana," menunjuk kesalah satu tempat kecil dengan tenda yang terbuat dari kain berlubang. Gadis itu itu berlari kuat. "Kakak, aku membawakanmu makan siang."
Bai Qi berjalan perlahan karena jalur tanah sudah sangat becek. Gadis muda itu bahkan harus melepaskan sepatunya dan membiarkan penutup kedua kakinya sebagai alas. Agar bisa berjalan lebih jauh lagi. Gaun indahnya telah terkena cipratan lumpur di setiap ujungnya. "Aaa..." Hampir saja dirinya tergelincir. Untung saja pelayan Lian dengan sigap meraih tangannya.
"Nona muda, anda harus berjalan lebih pelan."
Saat sampai gadis muda itu meneteskan air matanya. Dia melihat alas tipis yang ada di dalam tenda sudah basah bahkan air merembas masuk. "Dalam keadaan seperti ini. Bagaimana kalian bisa tetap tinggal?"
Pemuda usia dua puluh tahunan berjalan keluar tanpa alas kaki dengan tertatih. Tubuhnya juga sudah basah kuyup dengan wajah pucat. "Nona muda terima kasih atas makanan yang telah anda berikan," ujar pemuda itu sopan.
"Kalian tinggal berdua?" Bai Qi menatap dengan mata yang masih berkaca-kaca.
"Iya. Beberapa hari lalu kaki kananku terkena pecahan kaca. Jadi tidak dapat pergi mengambil pekerjaan sebagai tukang panggul di pasar. Apa adik ku yang telah mengganggu anda?" Pemuda itu merasa tidak enak.
Bai Qi menatap dengan senyuman. "Tidak. Aku yang justru ingin ikut Yuan Yuan."
Pemuda itu melihat kedalam tendanya. "Maaf, saya tidak bisa memberikan tempat untuk anda duduk. Tempat kami masih berantakan karena hujan yang terus turun."
"Tidak masalah," ujar Bai Qi. Dia memperhatikan kembali setiap kediaman kecil yang hanya di buat dari kayu seadanya. "Bukankah pemerintah sudah memberikan bantuan setiap bulannya? Kenapa tempat ini seperti tidak terjamah bantuan sama sekali?"
Pemuda itu tertawa kecil sembari mencari tempat peganggan untuk dirinya. "Desa ini di buat karena banyaknya pengungsi yang datang di Ibu Kota. Mungkin karena kami bukan dari Ibu Kota. Sehingga hanya mendapatkan tempat tinggal tanpa mendapatkan bantuan keuangan. Bencana alam banjir, kekeringan, dan wabah yang terjadi di beberapa kota perbatasan. Membuat banyak orang memutuskan mencari tempat tinggal di luar kota mereka. Di tambah perang yang terus terjadi membuat kami rakyat biasa tidak bisa tinggal di tempat kelahiran."
lanjut up lagi thor