NovelToon NovelToon
Senjakala Di Madangkara Dalam Kisah Mengais Suka Diatas Luka

Senjakala Di Madangkara Dalam Kisah Mengais Suka Diatas Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Ilmu Kanuragan / Action / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:96
Nilai: 5
Nama Author: Eric Leonadus

Setelah mengusir Arya Widura dari Madangkara, Permadi dan Shakila menjadi orang kepercayaan Prabu Wanapati. Hubungan Dewi Garnis dan Widura pun kandas. Akan tetapi, Widura bersumpah, tidak akan pernah berhenti membongkar kedok Permadi dan Shakila sebagai orang Kuntala. Dewi Garnis dan Raden Bentar berjanji untuk membersihkan nama baik Widura.

Ternyata, bukan hanya Widura saja yang tahu identitas Permadi dan Shakila, ada orang lain lagi, seorang laki-laki misterius yang selalu mengenakan cadar hitam. Lewat si cadar hitam, Bentar dan Garnis mendapatkan kebenaran tentang siapa Permadi dan Shakila itu. Mereka adalah orang-orang licik yang berusaha untuk menggulingkan Kerajaan Madangkara dan mengembalikan kejayaan Kerajaan Kuntala. Menghadapi orang seperti mereka tidak bisa menggunakan kekerasan akan tetapi, harus menggunakan siasat jitu. Berhasilkah Bentar dan Garnis membongkar kedok mereka ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eric Leonadus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Babak Kedua Puluh Satu

# 21

“Jadi begitu ?” tanya Garnis setelah Colopala mengakhiri ceritanya.

Colopala menganggukkan kepalanya lemah. Dua titik bening keluar dari sudut matanya, air mukanya tampak lesu dan murung.

“Paman Colopala,”

Sapaan Dewi Garnis ini membuyarkan lamunan Colopala, buru – buru pria bercambang paruh baya itu mengangkat wajahnya. Saat pandangannya beradu dengan pandangan mata Dewi Garnis, tangis laki – laki itu pecah, membuat Dewi Garnis dan Shakila terkejut.

“Paman, mengapa kau menangis ?” tanya Garnis.

“Jika dia masih hidup, mungkin usianya sepantaran denganmu, nona,” kata Colopala, “Tapi, aku tak tahu sekarang dia berada dimana ? Entah masih hidup atau sudah mati,”

“Kak Garnis,” Shakila angkat bicara, “Bagaimana jika kita membawa Paman Colopala bersama kita dan membantunya mencari Dewi Wulandari ?”

“Maaf, nona... jika saya boleh tahu, apakah tujuan nona sekalian di Sadeng ?” tanya Colopala.

“Kami mencari seorang teman untuk membawa kami ke daerah KAPANDEAN,” ujar Shakila.

“KAPANDEAN. Itu adalah daerah para pendatang yang ahli dalam membuat senjata. Dulu sewaktu saya bekerja di Juragan Mataraman, beliau seringkali berkunjung kesana untuk memesan barang. Mulai dari senjata, patung hingga peralatan rumah tangga. Tapi, karena perjalanan menuju Sadeng jauh dan butuh biaya besar. Karena itulah saya menganjurkan untuk membeli barang di daerah sekitaran pesisir sungai CIANTEN dan PARAKAN. Toh, kualitas barangnya tidak kalah dengan kualitas barang di daerah Sadeng. Juragan Mataraman sering membawa saya berkeliling dan sebagian besar saya mengenal para pande itu,” jelas Colopala, “Saya menyarankan, Nona berdua beristirahat terlebih dahulu, besok pagi – pagi benar, jika Anda mengijinkan, biarlah saya antar anda berdua kemanapun anda pergi,”

“Baiklah, paman... kami setuju,” ujar Garnis.

_____

Oleh Colopala, Dewi Garnis dan Shakila diperlakukan dengan baik sekali, bahkan meminta bantuan BU SUMI untuk melayani segala keperluan mereka.

Malam itu, Shakila dan Dewi Garnis sedang duduk – duduk di beranda rumah ditemani dengan Bu Sumi sambil menikmati jahe hangat dan beberapa camilan buatan Bu Sumi, mereka terpesona dengan keindahan alam di rumah tersebut. Rumah itu terletak di tengah tanah lapang yang luas dan terbuka, di langit bertaburan bintang gemintang, bulan purnama timbul tenggelam di balik awan bercampur kabut pegunungan dan perbukitan yang membentang dari Timur ke Barat, dari Selatan ke Utara, bagai puluhan raksasa yang sedang tidur. Sementara, bunyi serangga – serangga malam yang saling sahut berpadu dengan hembusan angin, bagaikan alunan musik merdu sang dewi ratri pengiring tidur.

“Bu Sumi... sudah berapa lama Anda bekerja pada Colopala ?” tanya Dewi Garnis.

“Sudah lama sekali, Nona Garnis....” kata wanita tua itu, “Ibu sudah lupa. Pastinya, sebelum Den Colopala itu menikah dengan Neng Sri. Semenjak pertama kali dia datang ke Jawadwipa ini, hampir semua orang di desa Kadununggal ini mengenalnya sebagai orang dermawan. Tapi, setelah Samitra Gantari datang, dan bergabung dengan gerombolan Elang Karang Para, beliau dianggap pengkhianat. Beliau melakukan itu demi untuk keselamatan warga desa ini juga keluarga Sri Murti. Sekalipun dianggap pengkhianat, jasa beliau tidak mungkin dilupakan. Beliau menganggap ibu, kakaknya dan setiap kali mengalami kesulitan dalam hal apapun, beliau merundingkannya dengan ibu dan ibu selalu memberinya nasihat dan saran,”

“Sampurasun ...” mendadak terdengar suara dari halaman diikuti dengan munculnya Colopala, ia tersenyum ramah.

“Rampes ...” sahut ketiga wanita itu.

“Nona Garnis.... Nona Shakila, ada sebuah kabar gembira untuk kalian,” kata Colopala sambil merogoh bungkusan yang terselip di pinggang Colopala lalu menyodorkannya kepada Garnis.

“Kabar, apa itu, paman Colopala ?”

“Belati berukiran burung merpati putih itu, dibuat oleh KI RAKSA,” sahut Colopala.

“Ki Raksa ?” tanya Garnis.

“Benar, nona. Nama lengkapnya KI RAKSA AMERTA NAWASENA JATUKRAMA, Sudah banyak jenis senjata yang dibuat oleh Ki Raksa. Beliau mengukir namanya pada semua senjata yang telah dibuatnya dalam bentuk burung. Burung Merpati Putih yang memiliki makna tersendiri. MERPATI PUTIH itu adalah singkatan dari “Mersudi Patitising Tindak Pusakane Titising Hening” sesuai dengan cita – citanya menebar kebaikan bagi sesama,” jelas Colopala, “Ki Raksa, bukan orang sembarangan, Nona Garnis. Selain memiliki ilmu kadigjayan yang tinggi, ia juga seorang ahli nujum,”

“Dimana dia tinggal, paman ?” tanya Garnis.

“Dia selalu berpindah – pindah tempat. Kabar terakhir, ia kini tinggal di Desa Palasari Girang. Tepatnya, di tepian Sungai Cipalasari. Dan, hanya orang – orang tertentu saja yang bisa menemuinya,”

“Mengapa demikian, paman ?” tanya Shakila.

“Menurut kabar burung yang beredar ... senjata buatan Ki Raksa, disalah gunakan oleh para pemegangnya dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya,” jelas Colopala, “Nama Ki Raksa adalah memiliki arti ‘PERLINDUNGAN’; AMERTA memiliki arti ‘ABADI’; NAWASENA memiliki arti ‘HARAPAN AKAN MASA DEPAN YANG CERAH’; sementara, JATUKRAMA memiliki makna ‘JODOH’. Jika diartikan secara harafiahnya : Perlindungan dan Penyatuan kepada Langit. Secara tidak langsung Ki Raksa berharap senjatanya bisa memberikan berguna bagi hayalak ramai / semua orang yang memegangnya. Akan tetapi, selama ini, senjata buatannya itu disalah gunakan sehingga merugikan banyak orang. Itulah sebabnya, ia menyepi dan berjanji tidak akan membuat senjata, terutama untuk orang – orang yang berkecimpung dalam dunia hitam. Tidak sesuai dengan prinsip yang ia pegang. ‘Mersudi Patitising Tindak Pusakane Titising Hening’ ( Mer’sudi – Mencari hingga mendapatkan; Pa’titising – Suatu titisan kedamaian lahir dan batin; Ti’ndak – sebuah Tindakan yang dihalalkan oleh Sang Pencipta; Pu’sakane – Sebagai bekal atau pusaka; Ti’tising – Insan terkasih dan segala ciptaan-NYA; Hening – Suci karena Sang Pencipta ). Artinya, kita harus menggunakan senjata itu dengan bijak,”

“Kalau begitu ... besok, kita akan berangkat menuju Desa Palasari Girang yang terletak di tepian sungai Cipalasari,” sahut Garnis.

“Mudah – mudahan tidak ada halangan yang berarti, “ kata Colopala.

_____

Malam itu Shakila tampak gelisah, sesekali tubuhnya berbalik ke kanan, sesekali pula berbalik ke kiri. Sepasang matanya sudah terasa berat, namun, tidak mau juga terpejam, keningnya berkerut, ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa tidur. Sementara, Garnis sudah terlelap dalam mimpi – mimpinya. Karena tidak bisa tidur maka dengan hati – hati, ia turun dari pembaringan, berjingkat – jingkat menuju pintu kamar. Telinganya seperti mendengar bunyi siulan dari arah luar. 3 kali siulan pendek, 3 - 4 kali siulan panjang secara bergantian. Sekilas siulan itu mirip siulan burung dares. Bagi orang awam siulan itu, hanyalah siulan biasa, tapi, bagi orang tertentu, itu adalah sebuah kode atau sandi dari kelompok tertentu untuk bertemu atau berkomunikasi secara rahasia.

Shakila yang didorong oleh rasa penasarannya, mengintip dari celah – celah dinding bambu. Dengan penerangan yang ada di luar rumah ia dapat melihat Colopala berdiri di halaman depan sementara di hadapannya tampak dua orang pria paruh baya berlutut sementara wajahnya tertunduk.

“Saudara Colopala, kami sudah menemukan keberadaan Langkor,” kata orang itu lirih, nyaris tak terdengar, namun, Shakila yang bertelinga tajam dapat mendengarnya dengan jelas sekali.

“Itu berita bagus, berdirilah saudara Sankara. Dimana kini ia berada ?” tanya Colopala.

“Dia berada dalam perlindungan, Ki Danulung, penguasa hutan Sancang di kaki Gunung Gede,”

“Ki Danulung ? Lalu, apakah saudara sekalian sudah menemukan Dewi Wulandari, putriku ?”

“Maaf, Saudara Colopala... kami belum menemukannya. Kami hanya mencari keberadaan Langkor,”

Colopala menghela nafas panjang, sepasang matanya tampak sayu memandang ke depan, “Dimana puteriku kini berada ? Langkor telah membuat keluargaku berantakan, dan kini berada dalam perlindungan Ki Danulung. Harapanku adalah dengan ditemukannya Langkor, akupun bisa mengetahui keberadaan Dewi,”

“Kita tangkap saja Langkor di rumah Ki Danulung itu, Saudara Colopala. Dengan demikian, kita bisa mengorek keterangan dari pemuda berandalan itu,”

“Ki Danulung adalah seorang pendekar yang sakti. Kita bukanlah tandingannya,” sahut seorang yang berdiri di belakang pria yang bernama Sankara itu,”

“Saudara Colopala... kita memang bukan tandingan Ki Danulung... tapi, kita bisa meminta bantuan orang yang berhasil membunuh Samitra Gantari, pimpinan Elang Karang Para itu ...” Sankara menyarankan.

“Ilmu Ki Danulung lebih tinggi dari Samitra Gantari... sekalipun nona Garnis berhasil mengalahkan Samitra, tapi, belum tentu ia mampu mengalahkan Ki Danulung. Menurutku satu – satunya orang yang mampu mengalahkan Ki Danulung itu adalah Tuanku Prabu Brama Kumbara dari Kerajaan Madangkara. Sayang, beliau sudah wafat. Sepeninggal beliau, Madangkara yang dulunya terkenal sebagai negeri yang indah, aman sentosa, gemah ripah lohjinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo menjadi kacau balau. Dan, aku tak ingin mengganggu perjalanan mereka, saudara Sankara, Saudara Sahadyagaru,”

“Apa yang harus kita lakukan sekarang Saudara Colopala ?”

“Saudara Sahadyagaru... biarkan saya memikirkan cara yang tepat untuk menangkap Langkor. Mudah – mudahan besok saat saya mengantar Nona Garnis dan Nona Shakila mencari Ki Raksa, sudah ada jalan keluar,” jelas Colopala.

“Kalau memang demikian, kami mohon diri dulu .... sampai jumpa lagi, Saudara Colopala,” ujar Sahadyagaru bersamaan dengan Sankara, tubuh mereka lenyap ditelan kegelapan malam.

“Hm, aku jadi ingin sekali bertemu dengan orang yang bernama Ki Danulung itu,” perkataan itu mengejutkan Shakila yang masih mengintip di celah – celah dinding, nyaris saja ia melompat, “Ah, Kak Garnis.... sejak kapan kakak berdiri di belakangku ?” tanya Shakila.

“Kau terlalu fokus dengan pembicaraan mereka, Shakila... Aku sudah berdiri di belakangmu agak lama disini. Dengarlah, jika aku adalah musuhmu, pasti kau sudah terbunuh,” sahut Garnis.

“Kukira kakak sudah tidur dengan nyenyak. Habis, dengkuran kakak membuatku tidak bisa tenang,” ujar Shakila.

Garnis tersenyum, “Lain kali, dimana pun kau berada, kewaspadaanmu harus lebih ditingkatkan Shakila,” katanya.

“Terima kasih atas nasihat, Kak Garnis,”

..._____ bersambung _____...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!