Carlista Daniella Hilson, gadis cantik dan barbar yang tak takut dengan peraturan. Selalu berbuat ulah hingga mendapat julukan Queen of Badgirl.
Hidup Carlista berubah 180 derajat, ketika Antariksa High School kedatangan murid baru bernama Marvel James Ferioz---keturunan Mafia terkenal asal Amerika Serikat.
Marvel yang berusaha masuk ke dalam hidup Carlista sekaligus mengklaim dirinya sebagai miliknya. Tak peduli dengan penolakan yang Carlista lakukan, ia terus dengan gencar menaklukan hati dari gadis kesayangannya itu.
Siapa Marvel sebenarnya?
Dan, untuk apa Marvel mengklaim Carlista sebagai miliknya?
.
.
"Gue akan berusaha untuk terus membuat masalah supaya lo bosen dan pergi ninggalin gue." ujar Carlista dengan mengancam serius.
"Silahkan saja, jika kamu ingin selalu mendapat hukuman dari aku, Baby." bisik Marvel tepat di telinga Carlista.
Cup
Carlista membolakan kedua matanya. Pasalnya, Marvel baru saja mencuri satu kecup
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Olafelsah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30 / Cerita Pagi Hari
Carlista mengerjapkan kedua matanya perlahan, menatap langit-langit kamar itu yang didominasi warna putih. Berusaha bangkit dari posisinya menjadi duduk dengan punggung yang bersandar pada bed cover belakang. Kepalanya masih terasa cukup pening dan kedua mata yang sedikit berkunang-kunang.
Ia edarkan pandangannya ke sekeliling kamar tersebut. Entah di mana ia berada saat ini, yang jelas kamar itu sangatlah luas dan mewah. Bahkan, melebihi apartemen milik Marvel. Ya, dia menjadi Deja Vu saat pertama kali ia mengerjapkan kedua matanya dan berada di kamar orang lain.
Selalu seperti ini. Namun, ia ingat terakhir kali dirinya yang tak sadarkan diri akibat tamparan keras Raskal padanya dan lengannya yang sakit akibat terkena jarum suntik sebelum akhirnya ia kehilangan kesadaran sepenuhnya. Setelah itu, ia tidak tahu apa yang terjadi.
Ia kembali mengendarkan pandangannya ke sekeliling kamar itu. Kamar yang sangat luas, mungkin sekitar 15 meter. Maybe,
Terlihat ada beberapa figura foto dirinya yang terpajang jelas di atas meja belajar. Dan ada juga figura besar yang bertengger di belakang tempat tidur itu. Untuk figura yang berada tepat di belakangnya saat ini, terdapat foto candid dirinya yang terdiri dari beberapa potong figura.
Carlista tercengang sekaligus dibuat menganga tak percaya. Apa iya ada seseorang yang seakan terobsesi dirinya sampai segitunya? Apa mungkin---ini kamar milik Raskal? Karena seingatnya, ia tak sadarkan diri setelah berada dalam kukungan Raskal.
Oh my God! Jangan-jangan, Carlista sudah di unboxing oleh si cowok bastard itu?!
"Enggak! Enggak! Enggak! Gak mungkin! Gak mungkin Raskal udah macem-macemin gue. Gak. Awas aja sampe dia macem-macem sama gue apalagi *****-***** body mulus gue, gue tembak mati sekalian."
Carlista dengan cepat menyibak selimut tebal yang menutupi tubuhnya itu, memperhatikan sekujur tubuhnya dari ujung kaki hingga tangannya. Tak terkecuali bagian lehernya yang ia lihat lewat handphonenya. Kebetulan, handphone miliknya berada di atas meja nakas.
Namun, ia tak menemukan apapun itu dalam dirinya. Tak ada tanda kepemilikan atau kissmark. Ia sedikit bisa bernafas lega kali ini. Tetapi, ada sedikit kejanggalan yang ia temui kali ini, di mana dirinya masih dalam keadaan rapih dan tak ada tanda-tanda tubuhnya yang disentuh.
Baik itu leher ataupun bagian-bagian sensitif. Tidak mungkin lelaki bastard itu tak menyentuhnya. Carlista saja yang melihat tatapan kedua matanya yang penuh nafsu itu, bergidik ngeri seketika. Bahkan, melebihi nafsu seorang Marvel padanya.
"Kalo ini kamar Raskal, kayaknya gak mungkin banget. Buktinya gue masih bersih. Gak ada bekas ****** di leher," gumamnya seorang diri sambil terus memperhatikan pantulan dirinya lewat kamera handphone.
"Gak ada bercak darah juga di kasur. Berarti, gue belom dijebol dong, sama dia,"
Jangan heran dengan mulut Carlista yang emang gak ada remnya. Karena itulah karakternya. Mulutnya itu gak ada filter.
Pintu kamar mandi itu terbuka, terlihat jika ada seseorang keluar dengan hanya menggunakan lilitan handuk di pinggangnya dan rambut yang basah. Memperlihatkan perut sispack miliknya membuat Carlista yang tak sengaja melihatnya bersemu merah dan mengalihkan pandangan ke arah lain.
Wait a minute, yang tadi keluar dari kamar mandi itu adalah Marvel. Berarti saat ini, Carlista bukan berada di kamar Raskal, tetapi di kamar milik si cowok maskulin itu.
"Marvel?" gumam Carlista, saat ia melihat Marvel tengah berjalan untuk menghampirinya.
Seketika Carlista salting dan tak tahu harus bagaimana. Ia tak mungkin menunjukkan kedua pipinya yang tengah bersemu merah karena ulah Marvel. Tetapi, ia juga tengah bingung dan tak habis pikir dengan semua ini.
Bagaimana bisa ia ada di kamar Marvel, sementara Raskal telah membuatnya tidak berdaya?
Carlista tersentak saat dagunya diraih oleh tangan dingin itu dan harus bertatapan dengan jarak yang bisa dibilang cukup dekat dengan Marvel.
Cup
"Morning kiss, Baby," ujar Marvel seperti bergumam.
Carlista seketika menegang ketika Marvel baru saja mengecup lembut bibirnya. Mengapa ia justru menginginkan hal yang sama lebih lama. Apa, pengaruh obat itu belum hilang sepenuhnya? Ada apa dengan dirinya?
Marvel menjauhkan wajahnya dari hadapan Carlista dan melepaskan tangannya dari dagu mulus itu. Memutar poros tubuhnya dan berjalan menuju walk in closet. Selang beberapa menit, Marvel muncul dari balik ruangan ganti dan berjalan menghampiri Carlista.
Mengambil posisi untuk duduk tepat di hadapan Carlista sambil terus memperhatikan gadis yang baru saja siuman dari tidurnya.
Diraihnya kembali dagu itu dengan lembut, Marvel menelisik wajah sang kekasih dengan intens dan dalam. Memastikan jika keadaan gadisnya itu baik-baik saja. Dan seharusnya pengaruh obat itu sudah hilang dan mereda.
"Kamu gak papa, kan? Hm?" tanya Marvel dengan lembut.
****! Suaranya sexy banget lagi,
Carlista mengumpat dalam hati. Hanya mendengar suara Marvel yang memang sedikit serak dengan suara bariton khas seorang Marvel, membuat hatinya berdesir. Seperti digoda oleh sang kekasih. Padahal, itu Marvel hanya bertanya loh, bukan gombal.
"Carl, hey. Kenapa? Ada yang mau kamu bicarain sama aku, hm?" ujar Marvel sambil mengusap pelan sebelah pipi itu dengan lembut.
Carlista menelan salivanya susah payah ketika ia lagi-lagi harus mendengar suara itu. "Hah? Eeuumm... g-gue gak papa," ujarnya sedikit salting. Kedua pipinya pun bersemu merah.
Seketika Marvel mengulum senyumnya ketika melihat tingkah gadisnya itu yang tengah salting. "Yaudah, kamu tunggu di sini. Aku mau ambil sarapan dulu buat kamu. Bentar yah," ujarnya lalu mengecup singkat kening Carlista.
Selagi Marvel yang keluar dari kamar itu, Carlista berusaha untuk turun dari kasur empuk itu. Berjalan di atas lantai marmer yang terasa cukup dingin ke kulit kakinya. Ia terus memperhatikan setiap celah yang ada di kamar itu. Termasuk figura-figura yang ada.
Ternyata, Marvel benar-benar lebih gila dari dugaannya. Sampai-sampai menyimpan foto dirinya dan figura sebesar itu di tembok kamarnya.
Wow, that's so crazy!
"Makan dulu, yuk!"
Carlista sedikit tersentak mendengar suara Marvel yang muncul di balik punggungnya. Ia membalikkan tubuhnya dan terlihat Marvel yang datang dengan membawa troli berisi makanan yang sepertinya untuk mereka berdua.
Marvel membuka tutup saji itu, terlihat ada beberapa piring makan berisi nasi goreng, roti isi, ayam goreng tepung, dan segelas susu serta segelas orange juice. Dan ada juga beberapa potong buah. Ia letakkan semuanya di meja kaca dekat sofa depan televisi.
"Dari kemarin kamu belum makan. Jadi, sekarang kamu makan dulu. Nanti kamu sakit kalo gak makan," ujar Marvel sarat akan perintah.
"Gue gak mau makan. Gue mau pulang." balas Carlista datar.
Marvel menghela nafas perlahan. "Makan dulu, Carl. Nanti kamu sakit," ujarnya lembut.
"Gue bilang kalo gue gak mau makan. Gue mau pulang aja. Ngapain juga gue di sini sama lo. Lo itu aneh. Gak jelas." seru Carlista sedikit ketus.
Marvel menghela nafas perlahan. "Carl, dari kemarin kamu belum makan. Sekarang makan dulu. Aku udah bawain makanan buat kamu. Ada nasi goreng sama segelas susu putih kesukaan kamu," ujarnya dengan lembut guna membujuk gadisnya itu yang tengah merajuk.
Carlista melirik sekilas pada makanan-makanan itu yang tersaji rapih di atas meja. Cacing dalam perutnya memang sudah demo. Minta dikasih makan dan asupan sari-sari makanan yang sepertinya terlihat sangat nikmat itu. Namun, ia sedikit masih kesal dengan Marvel.
Kesal karena kemarin, dirinya dibuat malu oleh kelakuan mesumnya. Mencium Carlista di depan banyak orang dan tanpa rasa bersalah sedikitpun. Marvel juga memaksanya untuk mengganti baju cheers itu dan menunggunya di depan pintu ruang ganti.
Benar-benar menyebalkan!
"Kok lo maksa sih?! Kalo gue bilang gak mau, ya gak mau!"
Marvel berusaha untuk sabar dan tidak mau menyakiti gadisnya seperti yang sudah. Meski kesabaran Marvel hanya setipis tisu, sebisa mungkin ia harus bersabar menghadapi sikap keras kepala gadisnya itu.
Marvel meraih pergelangan tangan Carlista lalu membawanya ke sofa. Mendudukkan dirinya di sana bersamaan dengan Marvel yang juga duduk tepat di sampingnya. Meraih sepiring nasi goreng lalu menyendokkan sesendok lalu disodorkan kepada Carlista.
"Makan!" titah Marvel dengan datar.
Carlista justru mengunci mulutnya rapat-rapat, lalu menggeleng keras. Tanda menolak sambutan tangan Marvel.
Marvel masih mempertahankan tangannya yang terus menyodorkan sesendok nasi goreng. Sementara si empunya tak bergeming sedikitpun. Tak ada niatan untuk membuka mulut ataupun menerima suapan itu dengan senang hati. Keduanya sama-sama terdiam dalam posisinya masing-masing.
Marvel kembali menyodorkan sesendok nasi itu lebih dekat ke arah mulut Carlista. Tetapi, mulut Carlista enggan terbuka sedikitpun. Hingga suara yang tak sengaja Marvel dengar membuatnya tersenyum geli menahan tawanya. Sementara Carlista justru sudah menahan malu.
Bisa-bisanya disituasi seperti ini, perut Carlista malah keruyukan. Minta dikasih makan. Dan itu yang membuat Marvel tak bisa menahan tawa gelinya.
"Makanya makan dulu. Cacing dalam perut kamu juga butuh makan," ujar Marvel tertawa geli sambil terus mempertahankan posisi tangannya.
Carlista hanya mampu mengumpat dalam hati dan merutuki cacing-cacing dalam perutnya yang tidak bisa diajak kompromi.
"Ayo makan."
Carlista menerima suapan itu dari sendok yang Marvel pertahankan sejak beberapa menit yang lalu. Tak sia-sia ia membujuk gadisnya untuk sarapan bersamanya. Bahkan, Marvel saja tersenyum tipis ketika melihat bagaimana lahapnya Carlista menerima suapan demi suapan dari tangannya itu.
Terlebih lagi ketika mulutnya penuh dengan kedua pipi yang menggembung lucu. Marvel tidak tahan untuk tidak meninggalkan satu kecupan di pipi. Dan belum lagi bibirnya yang terlihat mengerucut ke depan. Sungguh menggemaskan gadis cantiknya itu.
"Last bite," Marvel menyuapi nasi goreng terakhir dari piring itu. "Good girl," ucapnya sambil mengacak pelan puncak kepala Carlista.
Pandangan Carlista beralih pada piring berisikan beberapa potong roti isi yang seakan melambai-lambai meminta untuk disentuh. Sementara Marvel memperhatikan gadisnya itu dengan senyuman geli. "Kamu makan aja. Itu spesial untuk kamu,"
Kedua bola mata Carlista seketika berbinar, meraih piring berisikan beberapa potong roti isi lalu melahapnya. Roti isi itu memang sengaja Marvel buatkan untuknya. Karena ia tahu, bagaimana keadaan perut gadisnya itu yang bisa melar seperti karet.
Tetapi, Carlista memiliki kelebihan tersendiri. Mau banyak makan sekalipun, tetap saja bodygoals. Entah kemana larinya semua makanan itu. Kalo kata Jenna sih, Carlista banyak makan, tapi tumbuh dibagian tertentu doang.
Ya, Marvel pun, mengakuinya.
●●●