Nadia Prameswari menjalani kehidupan yang sempurna dengan suaminya di mata publik. Namun sebenarnya, pernikahan itu hanya untuk kepentingan bisnis dan politik.
Nadia seorang wanita aseksual, membuat Arya selingkuh dengan adik tirinya.
Hal itu membuat Nadia bertekad memasang chip di otaknya untuk mengaktifkan hasrat yang selama ini tidak pernah dia rasakan.
Namun, apa yang terjadi setelah rasa itu aktif? Apa dia akan menjerat Arya atau justru terjerat pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
Nadia berjalan cepat melewati koridor rumah sakit tanpa menoleh ke belakang. Hatinya sesak, tapi wajahnya tetap datar tidak memperlihatkan luka.
Lift terbuka. Tanpa menunggu siapa pun, Nadia masuk, menekan tombol lantai dasar, lalu menatap pantulan dirinya di dinding logam. Matanya merah, tapi tak ada air mata yang jatuh. Dia menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya sendiri.
Begitu pintu lift terbuka, dia berjalan cepat ke arah mobil hitam yang sudah menunggunya di depan rumah sakit. Wahyu segera keluar dan membukakan pintu.
“Wahyu, aku capek. Kita ke hotel saja,” ucapnya datar sambil menyandarkan kepala di jok belakang.
“Baik, Bu,” jawab Wahyu sopan, lalu menyalakan mesin.
Mobil melaju meninggalkan area rumah sakit. Dari jendela, Nadia menatap lampu-lampu kota yang mulai menyala, menembus senja yang kian gelap.
Dia bersandar sambil menatap refleksi dirinya di kaca jendela. “Aku sendiri yang memutuskan hubungan ini, tapi kenapa rasanya sangat sakit?” gumamnya pelan.
“Aku tidak boleh terus seperti ini. Aku masih punya kendali atas diriku dan atas laki-laki mana pun yang kuinginkan.”
Sekitar satu jam kemudian, mobil berhenti di depan hotel berbintang lima di pusat kota. Tepat di sebelahnya, lampu-lampu neon dari sebuah pub terkenal berkelap-kelip, mengundang siapa pun yang ingin melupakan dunia.
“Wahyu, pesankan aku kamar suite dan kamu pesan kamar sendiri. Aku mau ke pub dulu,” kata Nadia sambil mengambil clutch kecil dari tas tangannya.
“Baik, Bu,” jawab Wahyu sambil menunduk hormat.
Nadia membuka kaca mata hitam dari tasnya dan mengenakannya. Lalu dia melepas blazernya, menyingkap bahu yang halus di balik gaun satin tipis. Dia menyisir rambutnya hingga terurai, lalu mengambil lipstik merah tua dari dalam tas. Dia mengoleskannya perlahan di bibir. Tatapannya berubah, bukan lagi seorang wanita yang baru saja patah hati, tapi sosok yang berbahaya dan penuh pesona.
Dia keluar dari mobil dan berjalan berlenggok menuku pub itu. Angin malam meniup ujung rambutnya, sementara para pria di sekitar pintu pub otomatis menoleh. Nadia tahu, dia menjadi pusat perhatian. Dia tetap melangkah masuk melewati kerumunan dengan percaya diri.
Lampu warna-warni menari di dinding dan di wajah-wajah yang larut dalam tawa dan minuman. Nadia menuju bar, duduk di kursi tinggi, dan meletakkan clutch-nya di atas meja.
“Red label,” katanya singkat pada bartender.
Bartender itu mengangguk sambil menatapnya sekilas. “Malam ini ingin ditemani, Madam?”
Nadia tersenyum kecil, memutar gelas di tangannya. “Iya, tunjukkan pria premium di sini.”
Bartender itu tidak menjawab, hanya memberi isyarat halus pada tiga pria yang berdiri di sisi lain ruangan. Tak lama, mereka datang. Tiga pria muda dengan jas kasual, berwajah tampan dan tubuh proporsional. Salah satunya bahkan memiliki aura khas blasteran, dengan rahang tegas dan senyum percaya diri.
Mereka berdiri di hadapan Nadia, seperti pilihan yang disodorkan untuk dipilih. Nadia meneguk sedikit minumannya, lalu menatap mereka satu per satu.
“Menarik,” katanya pelan sambil menelusuri dada masing-masing pria dengan ujung jarinya. “Kalian semua tampan. Tapi aku suka yang ini.” Dia berhenti di depan pria blasteran itu dan tersenyum. “Temani aku minum dulu. Setelah itu, ikut aku."
Pria itu tersenyum miring, menatap Nadia dengan tatapan yang penuh gairah dan tantangan. “Dengan senang hati, Madame.”
Nadia tersenyum puas. Malam itu, dia memutuskan untuk berhenti berpikir dan menikmati kenakalan yang belum pernah dia lakukan sebelumnya.
***
“Niko, kamu mau ke mana?" Pak Riadi menahan tangan putranya agar tidak pergi dari rumah sakit.
Niko berhenti sejenak di depan pintu rumah sakit. “Papa, aku mau menyusul Nadia."
Pak Riadi menatap putranya itu lekat-lekat. “Niko, kamu belum sembuh total. Biarlah Nadia pergi. Keputusannya sudah benar.”
Niko menggeleng dan melepas genggaman tangan papanya. “Tidak bisa, Pa. Aku harus mengejar Nadia.”
Tanpa menunggu tanggapan lagi, Niko berbalik dan berjalan cepat keluar dari rumah sakit. Di parkiran, dia menekan tombol kunci mobil yang sudah berhari-hari tidak dipakai.
Dia duduk di kursi pengemudi, menarik napas panjang sambil memegang setir. “Aku harus menemukanmu,” gumamnya, lalu menyalakan mesin. Mobil itu melaju keluar dari kawasan rumah sakit.
Begitu keluar dari area parkir, Niko langsung menyalakan ponsel dan menghubungi seseorang.
“Andi, aku mau minta tolong sama kamu. Lacak mobil hitam yang baru saja keluar dari parkiran rumah sakit ini sekitar sepuluh menit yang lalu. Plat nomornya… tunggu, aku kirim datanya.”
“Baik, Pak Niko. Saya cek lewat sistem CCTV kota dan GPS jalan. Mohon tunggu sebentar,” jawab Andi, yang merupakan kepala tim IT perusahaan milik Pak Riadi.
Niko terus menyetir tanpa arah pasti. Matanya awas memandangi setiap mobil hitam yang lewat. Tangan kirinya menggenggam ponsel, sementara tangan kanannya menggenggam erat setir.
Waktu berjalan lambat. Lima menit, sepuluh menit, lalu lima belas menit. Akhirnya, dering ponselnya memecah ketegangan.
“Andi?”
“Sudah saya temukan, Pak. Mobil itu berhenti di dekat Hotel Mahakam dan di sebelahnya ada pub bernama Happiness.”
Niko terdiam sejenak. “Pub?” gumamnya pelan, lalu menggertakkan giginya. “Baik, terima kasih, Andi.”
Dia segera menekan pedal gas, mempercepat laju mobilnya. Jantungnya berdegup keras, pikirannya dipenuhi kemungkinan buruk.
“Apa yang Nadia lakukan di pub? Jangan-jangan dia ….”
Mobilnya melaju cepat membelah jalan raya. Begitu tiba di depan Pub Happiness, Niko langsung memarkirkan mobilnya sembarangan. Dia keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam pub.
Dia menajamkan pandangannya untuk mencari sosok yang dicarinya. Matanya menyapu kerumunan orang yang menari, lalu berhenti ketika melihat seorang wanita dengan warna pakaian yang dikenakan Nadia. Rambutnya terurai, bibirnya berlipstik merah, dan di sampingnya duduk seorang pria muda berwajah blasteran yang menatapnya penuh godaan.
Itu Nadia.
Dia melangkah cepat ke arah mereka, menepis tangan-tangan yang menghalangi jalannya dan ingin menggodanya. Ketika jarak mereka hanya tinggal beberapa langkah, suaranya pecah di antara dentuman musik.
“Nadia! Apa yang kamu lakukan?”
Nadia menoleh perlahan. Tatapan matanya dingin, tapi ada sedikit getaran di sana. Dia menatap Niko seolah pria itu hanyalah orang asing yang baru saja mengganggu malamnya. Bibirnya melengkung dengan senyum samar yang menusuk. Dia sudah setengah mabuk karena minuman yang dia minum.
“Apa yang aku lakukan?” katanya datar sambil menatap mata Niko. “Aku ingin melupakanmu. Aku dan kamu sudah selesai!"
"Tidak!" Niko mendekat dan langsung mencium bibir Nadia yang membuat Nadia melebarkan kedua matanya.
hottttt
di tunggu updatenya
pasti Nadia luluh...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
parah ni