Dyah Galuh Pitaloka yang sering dipanggil Galuh, tanpa sengaja menemukan sebuah buku mantra kuno di perpustakaan sekolah. Dia dan kedua temannya yang bernama Rian dan Dewa mengamalkan bacaan mantra itu untuk memikat hati orang yang mereka sukai dan tolak bala untuk orang yang mereka benci.
Namun, kejadian tak terduga dilakukan oleh Galuh, dia malah membaca mantra cinta pemikat hati kepada Ageng Bagja Wisesa, tetangga sekaligus rivalnya sejak kecil. Siapa sangka malam harinya Bagja datang melamar dan diterima baik oleh keluarga Galuh.
Apakah mantra itu benaran manjur dan bertahan lama? Bagaimana kisah rumah tangga guru olahraga yang dikenal preman kampung bersama dokter yang kalem?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Galuh lebih dahulu pulang ke rumah. Begitu masuk, ia mendapati rumah sudah rapi. Tidak ada debu di meja, tidak ada cucian menumpuk, bahkan lantai pun berkilau.
“Mending aku ngapain, ya?” gumam Galuh bingung. Pandangan matanya berkeliling ke setiap sudut rumah, sampai akhirnya jatuh pada tumpukan baju bersih yang belum disetrika.
“Lebih baik aku nyetrika baju selagi masih sedikit.”
Galuh pun menyalakan setrika sambil memutar radio. Alunan lagu lawas menemani gerakan tangannya yang lincah. Bau khas pakaian yang terkena panas setrika membuat suasana rumah semakin hangat. Tidak sampai tiga puluh menit, semua sudah selesai.
Ia menepuk kedua tangannya puas. “Aku masak, ah. Biar pas Bagja pulang, sudah matang dan tinggal makan.”
Galuh membuka kulkas, meneliti bahan-bahan yang tersisa. Matanya berbinar menemukan beberapa potong tempe, kacang panjang, cabai keriting, telur, dan daun bawang.
“Oseng tempe kacang panjang pakai cabai keriting. Terus telur dadar, pakai banyak daun bawang sama cabai merah. Hmm, pasti enak!” kata Galuh bermonolog sambil tersenyum bangga dengan idenya sendiri.
Dapur segera dipenuhi aroma harum bawang merah dan cabai yang ditumis. Sesekali Galuh bersenandung kecil mengikuti irama radio. Tangannya cekatan, sesekali mencicipi bumbu, sesekali meniup supan panas yang diambil dari wajan.
Namun, tiba-tiba ia menghentikan gerakan sendok kayunya. “Aduh, enggak ada kerupuk,” keluhnya. Bagi Galuh, makan tanpa kerupuk atau gorengan rasanya hampa.
Ia menepuk dahinya. “Ya sudah, beli dulu ke pasar. Biar pas Bagja pulang, sudah lengkap semua.”
Setelah selesai masak, tanpa pikir panjang Galuh mengambil kunci motor RX King. Mesin dinyalakan, suara khas motor tua itu meraung, membelah jalanan. Ia melaju ke pasar yang jaraknya sekitar satu kilometer.
Di saat yang sama, Bagja pulang lebih awal. Ia ingin meminta maaf pada Galuh karena tadi tidak sempat memberinya bekal. Namun, begitu masuk rumah, dahinya langsung berkerut.
Pintu pagar terbuka, lalu pintu depan rumah tidak dikunci. Ia memanggil pelan, “Galuh?”
Tidak ada jawaban. Bagja melangkah masuk, melihat ruangan yang kosong. Ia juga tidak menemukan motor RX King di garasi.
“Galuh pergi ke mana?” batinnya gusar. Rasa tidak enak kembali menyelinap. Ia duduk sebentar di kursi ruang tamu, mencoba menenangkan hati, sebelum akhirnya memutuskan masuk ke kamar.
Sementara itu, Galuh sudah kembali dari pasar dengan sekantong plastik berisi kerupuk. Dia berjalan dengan riang, membayangkan Bagja akan senang karena dia sudah memasak.
“Pas banget, sekarang tinggal goreng dan makan bareng,” gumamnya. Dengan langkah ringan, ia menuju kamar untuk menyimpan kunci motor.
Begitu pintu kamar dibuka—
“Aaaaaa!”
Teriakan Bagja dan Galuh pecah bersamaan. Galuh kaget setengah mati melihat suaminya tiba-tiba berdiri di dalam kamar, sementara Bagja sama terperanjat melihat istrinya masuk dengan ekspresi panik.
Galuh menutup mulut dengan kedua tangannya, wajahnya merah padam. “Astagfirullah, Aa! Aku kira kamu masih di puskesmas!”
Bagja mengangkat alis, matanya menatap tajam. Ada cemburu yang masih tersisa dari siang tadi.
“Dan aku kira kamu ada di rumah dari tadi. Kamu ke mana, Galuh?”
“Aku cuma… ke pasar, Aa. Mau beli kerupuk.” Suaranya lirih, seperti anak kecil yang ketahuan berbuat salah.
Bagja menyilangkan tangan di dada, wajahnya masih muram. “Ke pasar? Kenapa enggak bilang dulu? Rumah kosong, pintu depan enggak di kunci , motor enggak ada. Aku pulang, langsung panik.”
Galuh menggigit bibir, mencoba menahan rasa bersalah. “Aku kira Aa masih lama di puskesmas. Aku pergi cuma sebentar, sungguh.”
Bagja menarik napas dalam-dalam, mencoba menurunkan nada suaranya. Tapi ada hal lain yang lebih mengganjal. “Galuh, siang tadi aku lihat kamu sama Max.”
Galuh sontak mengangkat wajah, matanya melebar. “Aa lihat?”
“Iya.” Bagja menatap lekat, nada suaranya tegas. “Aku lihat kamu berdiri dekat sama dia, ngobrol berdua. Kamu tahu gimana rasanya buat aku?”
Galuh terdiam. Wajahnya memanas, bukan hanya karena malu, tetapi juga karena takut salah paham merusak hubungan mereka. Ia melangkah pelan mendekati Bagja, lalu memegang tangannya.
“Aa, aku enggak ada apa-apa lagi sama Max. Dia datang cuma mau kasih kado pernikahan. Dia juga cerita soal kecelakaannya. Aku khawatir, makanya aku nanya-nanya. Itu aja.”
Bagja menatap mata istrinya. Ada keraguan, tetapi juga ada kejujuran yang terasa jelas. “Kamu masih peduli sama dia?” tanyanya lirih, nyaris seperti bisikan.
Galuh menggeleng cepat. “Peduli sebagai teman, iya. Tapi sebagai laki-laki, tidak. Setelah menikah hati ini hanya untuk Aa. Kalau dulu aku dan Max berpisah, itu artinya memang jalan hidupku bukan sama dia. Allah tunjukkan jalannya ke Aa. Aku enggak pernah ragu soal itu.”
Mendengar itu Bagja ingin sekali melompat-lompat saking bahagianya. Bagja menatarik napas panjang, lalu mengembuskan perlahan, beban di dadanya yang sejak tadi menyesakan kini hilang.
“Benarkah itu yang kamu rasakan saat ini?”
“Iya, Aa. Buat apa aku berbohong.”
Bagja membelai wajah Galuh dengan dengan lembut dan menatapnya penuh kehangatan.
“Aku tadi sangat cemburu, Galuh. Aku enggak mau lihat kamu dekat sama laki-laki lain, apalagi mantan kekasih kamu. Rasanya kayak ada ribuan jarum nusuk di hati.”
Galuh tersenyum kecil, memegang tangan suaminya yang hangat. “Wajar Aa cemburu. Itu tandanya Aa sayang sama aku, 'kan?”
Bagja mendengus pelan, lalu tersenyum miring. “Dasar pintar ngegombal. Tapi serius, jangan bikin aku mikir yang aneh-aneh lagi.”
Galuh mengangguk mantap. “Aku janji. Mulai sekarang kalau Max datang lagi, aku enggak akan sendirian. Aku ajak Aa atau aku langsung pamit.”
Bagja menarik istrinya ke dalam pelukan. Helaan napasnya terasa di bahu Galuh, membuat suasana yang tegang tadi perlahan mencair.
“Aku cuma takut kehilangan kamu, Galuh,” bisik Bagja semakin mempererat pelukannya.
Galuh menepuk punggung Bagja pelan. “Aa enggak akan kehilangan aku. Aku milik Aa, sekarang dan seterusnya.”
Mereka berdua terdiam dalam pelukan itu. Hanya suara detak jantung masing-masing yang terasa, mengalirkan rasa tenang setelah badai kecil yang hampir membuat retak.
Bagja mengurai pelukan mereka. Dia menatap mata Galuh. Lalu, perlahan mendekatkan kepalanya untuk mencium bibir ranum istrinya. Keduanya pun berciuman dengan mesra dan berpelukan.
Tiba-tiba perut Galuh berbunyi keras. “Kruuuuk~.”
Bunyi itu membuat pasangan suami-istri itu menghentikan kegiatannya yang mulai panas. Bagja langsung tertawa lepas, kepalanya menunduk ke arah perut Galuh.
“Ha-ha-ha! Jangan-jangan sudah dari tadi kamu lapar, ya?”
“Ya, jelaslah!” Galuh menepuk pelan dada suaminya, cemberut malu. “Aku sudah masak oseng tempe sama telur dadar. Tinggal goreng kerupuknya aja.”
Bagja melepas pelukannya, tersenyum penuh kasih sayang. “Ya sudah, ayo, kita goreng kerupuk bareng!”
Galuh terkikik. “Habis cemburu, sekarang malah ngajak goreng kerupuk. Dasar Aa.”
Mereka berjalan beriringan ke dapur. Bagja membantu menyalakan kompor, sementara Galuh memasukkan kerupuk ke dalam wajan penuh minyak panas. Suara renyah kerupuk yang mekar seakan jadi penutup dari pertengkaran kecil mereka.
Di balik canda dan kehangatan itu, keduanya tahu, rasa cemburu hanyalah bagian kecil dari perjalanan rumah tangga. Yang penting, mereka sudah belajar saling jujur, saling percaya, dan saling menguatkan.
❤❤❤❤😍😙😗
teeharu...
❤❤❤😍😙😙😭😭😘
semoga yg baca semakin banyak....