NovelToon NovelToon
Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kaya Raya / Fantasi Wanita / Ruang Ajaib
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Aluna, seorang pekerja kantoran, punya satu obsesi: Grand Duke Riven Orkamor, antagonis tampan dari game otome yang seharusnya mati di semua rute. Baginya, menyelamatkan Riven adalah mimpi yang mustahil.

​Hingga sebuah truk membuatnya terbangun sebagai Luna Velmiran — putri bangsawan kaya raya yang manja dan licik, salah satu karakter dalam game tersebut.

​Kini, Riven bukan lagi karakter 2D. Ia nyata, dingin, dan berjalan lurus menuju takdirnya yang tragis. Berbekal pengetahuan sebagai pemain veteran dan sumber daya tak terbatas milik Luna, Aluna memulai misinya. Ia akan menggoda, merayu, dan melakukan apa pun untuk merebut hati sang Grand Duke dan mengubah akhir ceritanya.

​Namun, mencairkan hati seorang antagonis yang waspada tidaklah mudah. Salah langkah bisa berarti akhir bagi mereka berdua. Mampukah seorang fangirl mengubah nasib pria yang ia dambakan, ataukah ia hanya akan menjadi korban tambahan dalam pemberontakannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 : Pinjam Sebentar

"Tidak."

Satu kata itu seperti seember air es yang menyiram kepala Luna, membawanya kembali ke dunia nyata. Wajahnya langsung pucat. "Mampus. Sepertinya aku sudah kelewatan."

Tepat pada saat itu, sebuah suara terompet yang nyaring menggema di seluruh padang rumput, menandakan dimulainya Ujian Labirin. TRUUUMP!

Gangguan itu adalah anugerah terindah dalam hidup Luna. Suara itu adalah isyarat bagi Riven untuk pergi. Ia menatap Luna sekali lagi — tatapan yang kini bercampur antara rasa curiga dan kebingungan total — lalu berbalik kembali ke arah danau. "Kita akan lanjutkan percakapan ini lain waktu, Luna Velmiran."

Dengan peringatan samar itu, ia berjalan pergi dengan tenang kembali ke tempatnya semula.

Luna berdiri sendirian, jantungnya masih berdebar kencang, lega karena selamat dari bencana. "Misi gagal... tapi setidaknya aku dapat foto bersamanya dan... dia bilang kita akan bertemu lagi, kan? Hehehe. Bisakah ini aku anggap sebagai sukses besar?"

​Ia berbalik menghadap kerumunan siswa yang kini kacau balau. Mereka yang sudah punya tim mulai bergerak, sisanya berlarian panik mencoba membentuk regu secepatnya. Luna berdiri tenang di tengah-tengah kekacauan itu. Waktu terus berjalan, tapi ia tidak panik. Ia bukan sedang mencari teman; ia sedang merekrut aset.

"Iselyn, Valen, dan Garam tidak terlihat. Sepertinya mereka sudah menetapkan kelompok dan pergi mengumpulkan poin. Kira-kira siapa yang Iselyn pilih, ya? Alther Miraglen atau Darius Orphan?" Luna penasaran.

Kelompok-kelompok mulai terbentuk berdasarkan faksi, keluarga, dan pertemanan yang sudah ada.

"Tim Ksatria dari keluarga Count-Baron, berkumpul di sini!"

"Penyihir medis, kami butuh satu di sini!"

"Siapapun yang dari wilayah selatan, ayo buat tim!"

Luna berdiri tenang di tengah-tengah kepanikan itu, membiarkan arus siswa mengalir di sekelilingnya. Beberapa putra bangsawan rendahan mencoba mendekatinya dengan senyum menjilat, jelas hanya mengincar statusnya sebagai Putri Velmiran.

Luna menolak mereka semua dengan satu lambaian kipas yang anggun namun dingin. Mencoba meniru sikap Riven sangat membantunya.

Waktu terus berjalan, tapi ia tidak panik atau takut akan tertinggal. Ia bukan sedang mencari teman; ia sedang merekrut karyawan untuk proyek jangka pendek dengan taruhan tinggi.

Standarnya jelas. Kekuatan? Kecerdasan? Kedudukan? Dia tidak butuh itu semua, yang ia butuhkan adalah orang-orang yang bisa ia kendalikan. Karakter seperti itulah yang ingin ia tunjukan kepada Akademi Trisula.

Bangsawan sejati.

Matanya melewati kelompok-kelompok populer yang berisik. Pandangannya kemudian terkunci pada satu sosok yang berdiri di dekat tepi kerumunan, jauh dari para ksatria bangsawan lain. Haris Brunegard. Putra Mantan Jendral Agung kekaisaran.

​Tubuhnya tinggi dan tegap, dadanya yang bidang membuat seragam akademinya terlihat sedikit kekecilan. Rambut abu-abunya yang terang tampak kontras dengan mata cokelatnya yang menatap kekacauan di depannya dengan ekspresi jijik. Ia tidak mendekati siapapun, dan tidak ada yang berani mendekatinya.

Rival masa depan Garam Ironviel dalam hal kekuatan mentah.

​"Haris Brunegard," batin Luna, matanya menyipit. "Kekuatan fisik murni terkuat di angkatan ini. Tidak suka politik, menjunjung tinggi keadilan, dan belum terikat dengan faksi Iselyn. Dia bukan sekadar bidak, dia adalah sebuah benteng. Terlebih... dia sudah mengamankan satu penyihir medis di sisinya. Sempurna!"

​Setelah menetapkan target utamanya, Luna mulai berjalan. Langkahnya yang anggun membelah kerumunan, kembali menarik perhatian. Para siswa berbisik saat melihat Putri Velmiran berjalan lurus ke arah Haris Brunegard.

​Luna berhenti beberapa langkah di depan Haris. Pria itu menoleh, matanya yang tajam menatapnya dengan waspada.

​"Sir Haris Brunegard, benar?" sapa Luna, suaranya jernih.

Haris sedikit mengangguk. "Benar, Saya Haris Brunegard, Putri."

​Luna tersenyum tipis, senyum yang tulus. "Saya sering mendengar kisah tentang ayah Anda, Mantan Jendral Agung Ethan Brunegard. Di antara semua ksatria di kekaisaran, hanya beliau yang pantas disebut sebagai Ksatria Sejati. Saya percaya, Anda mewarisi tekad mulia yang sama."

​Pujian yang tulus itu membuat Haris terkejut. Luna kemudian melakukan sesuatu yang membuat semua orang di sekitar mereka ternganga. Ia mengeluarkan sapu tangan sutra dari sakunya — sapu tangan bersulam kipas berpola mawar, hadiah dari ibunya.

​"Berlututlah, Sir Haris Brunegard."

​Perintah itu diucapkan dengan lembut, namun penuh dengan otoritas yang tak terbantahkan. Haris terdiam, terpana. Ia mengharapkan seorang putri manja yang akan merayunya dengan status atau kekayaan.

Namun, yang ia hadapi adalah seorang bangsawan murni yang sedang menawarkan kehormatan kepada Ksatria yang diakui. Inilah yang selalu ia impikan: pengakuan atas jalannya sebagai seorang ksatria sejati. Impiannya. Tujuan hidupnya.

Mendapatkannya pertama kali dari Putri manja keluarga Duke sama sekali tidak termasuk dalam rencananya.

​Tanpa ragu, Haris Brunegard menjatuhkan satu lututnya ke tanah.

​Para siswa yang melihatnya tercengang. Khususnya mereka yang sebelumnya mencoba merekrut Haris.

"Sir Haris Brunegard, calon ksatria yang mewarisi tekad paling mulia seorang Ksatria sejati." Luna melanjutkan, "Meski Anda belum secara resmi menjadi Ksatria, Saya ingin mempercayakan kehormatan nama Luna Velmiran untuk hari ini kepada Anda. Sampai ujian tahap kedua ini berakhir, jadilah Ksatria yang melindungi kehormatan Saya, Sir Haris Brunegard."

​Sebuah senyum tulus akhirnya terukir di bibir Haris. Ia menundukkan kepalanya, lalu dengan kedua tangan, ia mempersembahkan pedang besarnya pada Luna. "Saya terima kehormatan ini, Putri Velmiran," jawabnya, suaranya bergetar karena emosi.

​"Bagus." Luna, dengan gerakan anggun, mengikatkan sapu tangannya pada ujung gagang pedang Haris. Dengan itu, kontrak mereka resmi. Untuk hari ini, Haris Brunegard adalah Ksatria miliknya.

​"Iselyn, aku pinjam Ksatria-mu dulu untuk hari ini, oke?"

​Dengan Haris yang kini berdiri di sisinya, tugas Luna selanjutnya menjadi lebih mudah. Seorang pemuda berkacamata tebal yang sejak tadi berdiri di belakang Haris, melangkah maju dengan gugup. "A-anu... Haris. Ah! Sir Haris... bagaimana dengan saya?"

​Haris menoleh pada Luna. "Putri, izinkan saya memperkenalkan teman masa kecil saya, Theo dari Brunegard. Dia mungkin terlihat penakut, tapi dia adalah penyembuh terbaik yang saya kenal."

"Penyembuh terbaik? Itu artinya dia belum melihat kemampuan Iselyn." ​Luna tersenyum pada Theo. "Seorang ksatria membutuhkan penyembuhnya. Tentu saja kau diterima. Selamat datang di tim."

​Wajah Theo langsung cerah. Tongkat sihir besar-nya hampir jatuh karenanya. "Apa itu khas Brunegard? Mereka menggunakan senjata yang seukuran dengan tubuh mereka," batin Luna. Memperhatikan senjata Haris dan Theo.

​"Baiklah," kata Luna, menatap kedua anggota barunya. "Kita punya garis depan dan pendukung. Sekarang tinggal satu masalah. Kita tidak punya penyihir kombatan. Ada saran?"

​Haris dan Theo menggelengkan kepala, mereka tidak punya kenalan penyihir yang bisa diandalkan. Luna menghela napas. Pikirannya tertuju pada satu-satunya pilihan paling kuat yang tersisa.

​"Haruskah aku... mencoba membujuk Riven?"

1
aku
TIDAK. mak jlebb 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!