NovelToon NovelToon
Glass Wing

Glass Wing

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Cinta Terlarang / Penyeberangan Dunia Lain / Fantasi Wanita / Saudara palsu / Dark Romance
Popularitas:991
Nilai: 5
Nama Author: Vidiana

—a dark romance—
“Kau tak bisa menyentuh sayap dari kaca… Kau hanya bisa mengaguminya—hingga ia retak.”

Dia adalah putri yang ditakdirkan menjadi pelindung. Dibesarkan di balik dinding istana, dengan kecantikan yang diwarisi dari ibunya, dan keheningan yang tumbuh dari luka kehilangan. Tak ada yang tahu rahasia yang dikuburnya—tentang pria pertama yang menghancurkannya, atau tentang pria yang seharusnya melindunginya namun justru mengukir luka paling dalam.

Saat dunia mulai meliriknya, surat-surat lamaran berdatangan. Para pemuda menyebut namanya dengan senyum yang membuat marah, takut, dan cemburu.

Dan saat itulah—seorang penjaga menyadari buruannya.
Gadis itu tak pernah tahu bahwa satu-satunya hal yang lebih berbahaya daripada pria-pria yang menginginkannya… adalah pria yang terlalu keras mencoba menghindarinya.

Ketika ia berpura-pura menjalin hubungan dengan seorang pemuda dingin dan penuh rahasia, celah di hatinya mulai terbuka. Tapi cinta, dalam hidup tak pernah datang tanpa darah. Ia takut disentuh, takut jatuh cinta, takut kehilangan kendali atas dirinya lagi. Seperti sayap kaca yang mudah retak dan hancur—ia bertahan dengan menggenggam luka.

Dan Dia pun mulai bertanya—apa yang lebih berbahaya dari cinta? Ketertarikan yang tidak diinginkan, atau trauma yang tak pernah disembuhkan?

Jika semua orang pernah melukaimu,
bisakah cinta datang tanpa darah?



Di dunia tempat takdir menuliskan cinta sebagai kutukan, apa yang terjadi jika sang pelindung tak lagi bisa membedakan antara menjaga… dan memiliki?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29

Tapi Lyeria cukup mengenal kedua kakaknya itu.

Mereka akan bertengkar, dan jika itu terjadi… tak akan ada yang menang.

Dengan napas berat, ia menahan tangan Ellion.

“Sudah, Kak,” ucapnya pelan tapi jelas. “Kita sedang di rumah orang. Tidak baik membuat suasana ribut. Aku akan pergi dengan Kak Ferlay.”

Mata Ellion menoleh cepat padanya, tidak percaya. “Lyeria—”

Namun sebelum protes itu selesai, Lyeria melangkah keluar dari bayangan perlindungan Ellion.

Langkahnya mantap, tapi napasnya nyaris gemetar. Ia menghampiri Ferlay—menantang tatapan lelaki yang sudah seperti bayangan gelap dalam hidupnya.

Tanpa berkata apa pun, Ferlay menyambar tangannya, mencengkeramnya erat, nyaris kasar.

Jantung Lyeria berdegup keras, tapi ia tidak menarik diri.

“Sampai ketemu nanti,” kata Ferlay dingin kepada Ellion, lalu menarik Lyeria pergi—tanpa melihat ke belakang.

Di belakang mereka, Ellion mengepalkan tinjunya… tapi tetap diam. Langkah Ferlay dan Lyeria semakin menjauh… tapi detak jantungnya malah semakin keras.

Baru kali ini ia benar-benar melihatnya.

Bukan hanya keengganan.

Bukan hanya pembangkangan.

Tapi… ketakutan.

Ketakutan yang Lyeria sembunyikan rapat-rapat.

Bukan pada dunia.

Tapi pada seseorang.

Dan pria itu adalah kakak mereka sendiri.

Ellion perlahan menarik napas.

Pikirannya menelusuri kembali semua alasan kenapa Lyeria memohon tinggal di Argueda.

Kenapa dia begitu keras kepala ingin pergi jauh dari Garduete.

Kenapa tiap kali berbicara tentang pulang, suaranya bergetar nyaris tak terdengar.

Leon tak akan mengerti. Baginya, semua harus taat. Tunduk pada garis keluarga.

Xasfier terlalu sibuk berperang. Selalu percaya Lyeria cukup kuat.

Tapi Ellion selalu peka.

Dan sekarang…

ia mencium bau luka yang tak pernah sembuh.

Luka yang dibungkus kata “keluarga”.

...***************...

Kereta mulai bergerak.

Bunyi roda di atas jalan berbatu terdengar seperti denting waktu yang ikut membeku.

Lyeria berusaha menarik diri—tapi genggaman Ferlay di tengkuknya terlalu kuat.

Ciumannya… keras, dalam, seperti ingin menanamkan sesuatu di dalam diri Lyeria yang tak bisa dicabut lagi.

Kepemilikan.

Pengakuan.

Ancaman.

Dan ketika ia akhirnya melepaskannya, napas Lyeria memburu. Matanya lebar, bingung antara marah dan gemetar.

“K-Kenapa…?” desis Lyeria, masih terengah.

Ferlay menatapnya. Sorot mata itu bukan lagi milik kakak yang dulu diam dan dingin.

Tapi pria.

Yang menginginkan wanita.

“Dulu kau memohon,” katanya datar. “Sekarang aku mengabulkannya. Apa kau masih menginginkannya, Lyeria?”

Lyeria membeku.

Ia tahu itu bukan pertanyaan…

Tapi peringatan.

Ferlay menunduk lagi, jaraknya tinggal sehela napas dari bibir Lyeria.

Namun kali ini, Lyeria menoleh ke samping, menolak.

Dengan suara serak dan berani, ia berbisik,

“Aku sudah tidak tertarik melakukannya denganmu.”

“Aku bisa menemukan orang lain yang bisa.”

Kereta seketika menjadi senyap…

Udara serasa membeku.

Ferlay tidak bergerak selama beberapa detik.

Lalu, perlahan, ia mengangkat kepalanya.

Tatapannya tak berubah garang. Tapi ada sesuatu yang meretih di dalam sorot matanya.

Sesuatu yang lebih gelap dari marah.

Lebih sunyi dari kecewa.

“Orang lain?” suaranya pelan. Tapi bukan nada tanya. Itu semacam perulangan, semacam racun yang ia biarkan menyebar dalam pikirannya.

Tangan Ferlay terangkat dan menahan dagu Lyeria, memaksanya menatap.

“Kau bilang… orang lain?”

Lyeria tak menjawab. Matanya berani, tapi tubuhnya gemetar halus.

Dan saat itu, Ferlay tertawa kecil. Dingin. Tak ada kebahagiaan di dalamnya.

Kemudian, suaranya berubah pelan dan mengerikan:

“Kalau kau benar-benar mencobanya, Lyeria…”

“…Aku akan mencabut lidah pria itu dari mulutmu sendiri.”

“Dan tangannya, dari kulitmu.”

“Dan matanya, dari seluruh ingatannya.”

“Lalu aku akan menguncimu. Telanjang. Di ranjangku. Sampai kau lupa nama siapa pun—selain aku.”

Hening.

Lyeria mematung. Ketakutan dan keterkejutan menjalar dari ujung jari sampai ke dada. Tapi bukan hanya karena ancaman itu—melainkan karena dia tahu, Ferlay serius.

“Kak…” suara Lyeria nyaris tak terdengar, setengah terengah, setengah gemetar.

Tapi sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Ferlay kembali menekuk wajahnya mendekat—dan mencium Lyeria dengan paksa.

Lyeria berusaha menoleh, mendorong, memalingkan kepala. Tapi Ferlay tak mengendurkan cengkeramannya.

Tangannya menahan tengkuk dan pinggang Lyeria kuat, seolah memaksanya tetap di sana.

Seolah dunia sedang runtuh, dan hanya Lyeria yang bisa menyelamatkannya… dengan menyerah.

Ciuman itu bukan lembut.

Bukan juga mesra.

Itu luka. Itu dendam. Itu rasa takut kehilangan yang sudah terlalu lama dipendam dalam diam.

Lyeria meninju dadanya. Berkali-kali. Tapi Ferlay justru menariknya makin dekat, napasnya terengah. Matanya menutup, seolah dunia ini hanya milik mereka berdua.

Seolah kalau ia bisa menyesap cukup dalam, gadis itu akan berhenti tumbuh. Akan berhenti pergi.

Baru ketika Lyeria membeku, tak bergerak, Ferlay terdiam. Menarik wajahnya perlahan.

Dan saat mata mereka bertemu, Lyeria menatapnya dengan air mata yang tak jadi jatuh.

“Kau tidak seperti ini…” bisiknya.

Ferlay terdiam lama.

Lalu akhirnya berucap, suara rendah seperti luka yang dibalut paksa:

“Inilah aku yang sebenarnya, Lyeria.”

Ia menatap Lyeria dalam-dalam. Tidak seperti pria yang mencintai… tapi seperti seseorang yang kehilangan kewarasan karena cinta itu sendiri.

Matanya gelap, bukan oleh amarah—melainkan oleh ketakutan.

Takut kehilangan.

Takut ditinggalkan.

Takut Lyeria tumbuh menjadi seseorang yang tak lagi bergantung padanya.

“Kau ingin melihat siapa aku tanpa kendali? Tanpa topeng? Tanpa batas yang kutaruh demi kau bisa tetap merasa aman di dekatku?”

Dia mencengkeram jemari Lyeria dan meletakkannya di dada kirinya yang berdebar cepat.

“Ini semua karena kau. Aku menjaga diriku selama ini karena kau. Tapi kau—kau sudah siap pergi dariku.”

Lyeria menunduk. Seluruh tubuhnya gemetar, tak tahu apakah itu karena takut, marah, atau rasa bersalah.

Ini Ferlay yang dulu selalu menolak tatapan menggoda darinya. Yang menyebutnya masih kecil, yang menghindarinya saat ia terlalu dekat.

Tapi sekarang…

Dia sudah membuka pintu itu.

Dan Ferlay berjalan masuk… tanpa niat keluar lagi.

Ferlay mencium Lyeria lagi.

Lagi.

Dan lagi.

Sampai gadis itu tidak lagi memberontak.

Bukan karena dia menyerah.

Tapi karena dia mengenal Ferlay.

Dia tahu—satu-satunya cara menenangkan badai itu… adalah membiarkannya lewat.

Kereta berhenti.

Ferlay mengangkat tubuh Lyeria tanpa bicara, membawanya turun, dan berjalan masuk ke penginapan kecil yang disewanya sejak beberapa hari lalu.

Langkahnya hafal.

Tangannya kokoh.

Seolah semua ini… sudah menjadi rutinitas.

Seolah gadis itu memang miliknya.

Di kamar sederhana dengan jendela bundar dan ranjang besar di tengah, Ferlay menurunkannya dengan lembut ke kasur. Tak ada paksaan, tak ada tekanan. Hanya diam. Berat dan tebal seperti kabut kelabu.

Ferlay duduk di pinggir ranjang. Punggungnya membelakangi Lyeria.

Beberapa menit berlalu. Hening.

Lyeria duduk memeluk lututnya di sisi ranjang yang lain. Kepalanya bersandar ke dinding.

Ferlay akhirnya berdiri. Melepas mantel panjangnya dan meletakkannya di kursi.

Ia berjalan ke dapur kecil, menuang air ke gelas.

Lalu kembali, duduk di lantai di dekat kaki Lyeria.

“Tidurlah,” katanya pelan. “Besok kita kembali ke tempat kita semula.”

Lyeria menoleh. Menatap punggung Ferlay yang membelakanginya.

Tempat semula?

Apakah itu berarti kembali ke kamar itu?

Kembali ke hari-hari di mana ia hanya dianggap adik yang harus dijaga?

Atau… ke hari-hari di mana ia mulai disamarkan sebagai wanita yang tak boleh pergi?

Ia tahu…

Ferlay tidak hanya ingin menjaganya lagi.

Tapi juga… memilikinya.

Dan itu—yang membuat Lyeria paling takut.

...****************...

Lyeria menyentuh bibirnya yang terasa bengkak.

Cermin kecil di tangannya memantulkan pantulan samar—wajah yang ia kenali, tapi tak sepenuhnya miliknya lagi.

Semalam… Ferlay terus menerus menciumnya.

Mendesak, menuntut, tidak memberi ruang untuk menolak.

Dari awal Lyeria memalingkan wajahnya. Menolak.

Menepis tangannya. Menyuruhnya pergi.

Tapi Ferlay tidak berhenti.

Bukan dengan kasar.

Melainkan dengan keyakinan yang gila—bahwa gadis itu miliknya, bahwa tidak ada tempat lain yang lebih aman untuknya selain di bawah kendalinya.

Hingga akhirnya Lyeria berhenti melawan.

Bukan karena setuju.

Bukan karena suka.

Tapi karena lelah.

Lelah berharap bahwa pria yang dulu mengusir semua pria yang berani menyentuhnya—akan kembali menjadi pelindung, bukan pengurung.

Kereta berguncang ringan saat melewati jalan bebatuan.

Jendela berembun oleh udara pagi yang basah.

Ferlay duduk di seberangnya, mata tajamnya tak lepas dari wajah Lyeria.

Dia tahu bibir gadis itu bengkak.

Dia tahu semalam terlalu banyak, terlalu dalam, terlalu keras.

Tapi dia tidak minta maaf.

Tidak akan pernah.

Karena dalam pikirannya, itu bukan salah.

Itu adalah “jawaban.”

Itu adalah caranya mengunci Lyeria di tempatnya—di sisinya.

“Minum ini.”

Suara Ferlay terdengar datar saat ia menyodorkan sebotol air.

Lyeria tidak menyentuhnya.

Hanya menatap jari-jari Ferlay yang memegang botol itu. Jari-jari yang semalam menggenggam dagunya, menahan tengkuknya, meremas punggungnya.

“Aku tak haus,” ucapnya pelan.

Ferlay tak berkata apa-apa.

Botol itu tetap dipegangnya.

Lyeria memalingkan wajah ke jendela.

“Kalau aku bilang aku membenci semua yang terjadi semalam… apa kau akan berhenti?”

Ferlay menatapnya. Tatapan yang dalam dan gelap.

Ia tidak menjawab.

Setelah beberapa detik, ia hanya berkata lirih,

“Kau bisa membenciku, Lyeria. Tapi Aku akan terus memburumu sampai Kau tahu Aku adalah pemilikmu.”

Itulah… kunci dari semua ini.

Ferlay tidak butuh cintanya.

Tidak butuh pengampunan.

Yang dia butuhkan hanyalah keberadaan Lyeria di dekatnya.

Walau harus menghancurkannya perlahan.

1
Vlink Bataragunadi 👑
hmmmm.... ada yg cemburu?
Vlink Bataragunadi 👑: oooh gitu, siap kak, aku ke sana dulu /Chuckle/
Vidiana A. Qhazaly: Mungkin supaya paham alur yg ini bisa baca di morning dew dulu klik aja profilku
total 2 replies
Vlink Bataragunadi 👑
kynya rameeee, tp awal bab byk kata kiasan yg aku blm ngerti
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!