Pertemuan pertama begitu berkesan, itu yang Mada rasakan saat bertemu Rindu. Gadis galak dan judes, tapi cantik dan menarik hati Mada. Rupanya takdir berpihak pada Mada karena kembali bertemu dengan gadis itu.
Rindu Anjani, berharap sang Ayah datang atau ada pria melamar dan mempersunting dirinya lalu membawa pergi dari situasi yang tidak menyenangkan. Bertemu dengan Mada Bimantara, tidak bisa berharap banyak karena perbedaan status sosial yang begitu kentara.
“Kita ‘tuh kayak langit dan bumi, nggak bisa bersatu. Sebaiknya kamu pergi dan terima kasih atas kebaikanmu,” ujar Rindu sambil terisak.
“Tidak masalah selama langit dan bumi masih di semesta yang sama. Jadi istriku, maukah?” Mada Bimantara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 - Dia ...siapa?
Arya tidak kembali ke kantor, melainkan langsung pulang. Ada hal yang harus dibicarakan dengan Sarah. Sedangkan Doni dia turunkan di jalan karena harus ke rumah sakit. Membawa sampel milik Rindu dan Felix. Akan memastikan kalau mereka tidak ada hubungan darah.
Dilema antara menyampaikan atau menunggu sampai hasil tes DNA selesai. Namun, Arya tidak ingin membuat istrinya syok. Sempat terdiam di dalam mobil meski ia sudah tiba di rumah.
Tok tok
Arya terkejut lalu menurunkan kaca mobil.
“Ngapain melamun di sini?” Entah sejak kapan Sarah berdiri di sana.
“Bukan melamun, tapi memikirkan masa depan.”
“Halah, jangan-jangan sedang menghapus barang bukti. Habis telpon dan balas chat perempuan ya,” tuduh Sarah.
Arya mematikan mesin mobil lalu keluar, memeluk pinggang istrinya mengajak ke dalam.
“Kamu aja nggak habis-habis, ngapain aku respon perempuan lain di luar sana.”
“Jadi kalau aku sudah habis, mau respon gitu?”
“YA ampun sayang, kamu lagi PMS ya. Mending ke kamar yuk, mumpung sepi.”
“Arya!” Sarah tidak segan memanggil suaminya dengan nama tanpa sebutan jika sedang kesal, seperti kali ini.
“Ssstttt.” Arya gegas menarik tangan istrinya menuju kamar mereka.
***
Arya duduk bersandar pada headboard sambil bersedekap masih bertel4njang dada. Menatap istrinya sedang mengeringkan rambut, masih mengenakan bathrobe.
“Kenapa?” tanya Sarah melihat melalui pantulan cermin meja rias. Suaminya itu terlihat lebih diam sejak pulang meski sikapnya masih sama saja seperti dulu.
“Kemari!” titah Arya menepuk sisi ranjang di sampingnya.
“Nggak, kamu mandi terus kita ke bawah. Bisa-bisa aku harus mandi lagi.”
“Sayang, kemari. Kita bicara. Aku nggak akan macam-macam lagi sekarang, entah nanti malam.”
Sarah sempat melirik lalu bergumam tidak jelas. Mematikan hair dryer dan menghampiri ranjang lalu duduk di samping suaminya.
“Ada hal yang perlu kamu tahu, kepalaku rasanya mumet membayangkannya.”
“Membayangkan apa?” tanya Sarah.
“Aku sedang selidiki keluarga Rindu, orangtua kandungnya.”
“Sudah ketemu, di mana dia?” cecar Sarah. Sudah bisa Arya duga kalau Sarah tidak peduli dengan identitas Ayah Rindu melainkan menanyakan di mana keberadaan orang itu. Namun, kalau tahu kemungkinan siapa Ayah Rindu, apa masih seantusias ini.
Sarah bersikukuh mencari keberadaan Ayah Rindu, untuk kebaikan putranya juga. Melihat Mada yang sudah bucin dengan Rindu, tidak mungkin berlama-lama. Mungkin Mada mengikuti jejak sang papa, tidak lama menjadi asistennya lalu mereka menikah meski tanpa dihadiri oleh keluarga Arya dan Rindu tidak ingin mengulang kejadian itu. Kalaupun Mada dan Rindu akan menikah, ia ingin pernikahan itu dihadiri dan disaksikan oleh orang tua dari kedua belah pihak.
Arya meraih tangan Sarah dan mengusapkan telapak tangan itu ke pipinya. “Ibu Rindu pernah menjadi sekretaris … Felix.”
Sarah akan menarik tangannya, tapi ditahan oleh Arya. Respon Sarah jelas terkejut, bahkan mengernyitkan dahi.
“Lalu?”
“Aku sedang memastikan kalau Rindu dan Felix tidak ada hubungan, tapi kalaupun iya. Kamu--”
“Entahlah, aku pusing.” Sarah memijat dahinya. Arya langsung memeluk wanita itu.
“Jangan terbebani, aku akan ikut apa keputusanmu,” bisik Arya. “Kita lanjut, yuk!”
“Mas, astaga!”
***
Arba membanting ponselnya ke dashboard mobil. Felix menghubungi dan menyampaikan kalau Arta agak keberatan dengan ide menjodohkan dirinya dan Mada. Meski Arya belum memberikan jawaban, tapi Felix bisa melihat penolakan dari sikap pria itu.
“Aaaa, bangs4t,” teriak Arba memukul roda stir.
Masih dengan emosi, ia pun menghidupkan mesin mobil. Harus menemui Felix dan membujuk pria itu untuk menyatukan ia dan Mada. Pandangan Arba tertuju pada sosok yang keluar dari lift basement.
“Mas Mada.” Arba mematikan lagi mesin mobil lalu keluar dari sana, berjalan cepat menghampiri pria itu.
“Mas!” panggil Arba.
Mada sempat menoleh, tapi tetap pada langkahnya menuju mobil.
“Mau pulang ya? Aku ikut boleh?”
“Kenapa mobilmu?”
“Kuncinya, entah di mana. Mungkin tertinggal di mejaku,” sahut Arba.
Mada terdiam lalu mengeluarkan ponselnya. “Biar aku hubungi OB, mejamu di sebelah mana?”
“Eh, nggak usah. Aku ikut denganmu saja.”
“Aku buru-buru dan ada urusan lain,” ujar Mada masih menolak permintaan Arba.
“Tidak masalah, aku temani,” usul Arba.
‘Gue yang masalah, nggak butuh lo temenin. Males banget, batin Mada. “Naik taksi saja.” Kali ini Mada mengeluarkan dompet dan beberapa lembar uang.
“Kamu pikir aku tidak sanggup bayar taksi?”
“Lalu? Aku sibuk tidak bisa antar kamu.”
Arba meraih tangan Mada. “Gimana kita bisa dekat kalau kamu menolak aku terus.”
“Karena aku tidak butuh kita untuk dekat.” Mada menarik tangannya dari pelukan Arba. “Maaf, jangan lagi dekati aku karena sudah ada perempuan lain yang aku cintai.”
“Mada,” panggil Arba saat Mada masuk mobil.
Mobil perlahan menjauh, Arba masih menunjukan wajah kesalnya.
***
Meski merasa aneh karena tidak melihat Sarah pagi ini di meja makan, tapi Arya menyampaikan kalau Sarah baik-baik saja.
“Mas, apa tante Sarah sakit?”
“Hm, entahlah. Ngambek kali sama papa, mereka ‘kan kayak abg lagi pacaran. Bentar ngambek, bentar mesra. Ngumbar kemesraan di depan anak-anaknya.” Mada menggeleng pelan sambil berdecak.
Rindu terkekeh membayangkannya. “Bagus dong, mereka rukun.”
“Kita juga rukun, damai, aman, rajin menabung dan tidak sombong. Ayo, udah siang.”
Rindu akan ikut Mada, ia bekerja mulai hari ini sebagai asisten pria itu. Mada sengaja melibatkan Rindu di kantor agar bisa mengawasi langsung.
“Duh, jadi deg-degan. Gimana kalau ada yang kenali aku, SPG naik jabatan jadi asisten."
“Biarkan saja.”
Akhirnya tiba di Bimantara property. Seperti biasa, Mada akan memperlakukan Rindu seperti ratu. Membuka pintu mobil dan merangkulnya memasuki lift.
“Mas, jangan begini nanti dilihat orang.”
“Pasti dilihat Rin, orang pada punya mata. Biarkan ajalah.” Tangan Mada menekan tombol lift dan menunggu terbuka.
“Pagi, mas Mada.” Wajah Arba yang menyapa dengan senyum perlahan memudar melihat tangan Mada merangkul tubuh seorang wanita. “Dia … siapa?”
kamu memank luar biasa 😆