Dulu, dia hanyalah seorang anak jalanan—terlunta di gang sempit, berselimut kardus, hidup tanpa nama dan harapan. Dunia mengajarinya untuk tidak berharap pada siapa pun, hingga suatu malam… seorang gadis kecil datang membawa roti hangat dan selimut. Bukan sekadar makanan, tapi secercah cahaya di tengah hidup yang nyaris padam.
Tahun-tahun berlalu. Anak itu tumbuh menjadi pria pendiam yang terbiasa menyimpan luka. Tanpa nama besar, tanpa warisan, tanpa tempat berpijak. Namun nasib membawanya ke tengah keluarga terpandang—Wijaya Corp—bukan sebagai karyawan, bukan sebagai tamu… tapi sebagai calon menantu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Portgasdhaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehancuran Naga Oleh Bayangan
Setelah menurunkan Laras di safe house dan "menitipkannya" pada Lena, Arka kembali melajukan mobilnya. Tapi kali ini, kecepatannya jauh dari biasanya. Bukan 20 km/jam seperti saat mengantar Laras yang sedang pemulihan. Sekarang, angka di speedometer menunjukkan 90.
Tidak ada dialog. Hanya bunyi mesin yang meraung pelan dan pandangan mata Arka yang fokus ke jalanan.
Ia melesat kembali ke kawasan rumah sakit. Tempat yang baru saja ia tinggalkan.
Cuaca di luar terik. Matahari siang menyengat, membuat aspal tampak berkilau seperti genangan. Udara panas memantul dari kap mobil, menciptakan gelombang samar yang menari di kejauhan.
Arka menyipitkan mata ketika memasuki area parkir belakang. Di antara bayangan pohon dan deretan pot besar, seekor kucing kecil meringkuk. Tubuhnya kotor dan kusam. Nafasnya tersengal pelan. Mulutnya sedikit terbuka. Kepalanya terangkat setengah, lalu jatuh lagi.
Arka menghentikan mobil. Ia turun. Langkahnya tetap tenang, meski panas menyengat dari trotoar.
Matanya menatap makhluk kecil itu. Kucing itu tidak kabur. Hanya diam, seolah tahu tubuhnya terlalu lemah untuk melawan.
Kilasan memori melintas. Beberapa jam lalu, saat ia berjalan dengan Laras ke mobil... gadis itu sempat menoleh berulang kali ke arah sini. Sesuatu menarik perhatiannya. Tapi Laras tidak bicara. Tak minta berhenti. Hanya menoleh—lirikan-lirikan kecil yang tak lepas dari pandangan Arka.
Dan sekarang...
Arka berjongkok. Mengangkat si kucing dengan kedua tangan. Bulunya lengket, tubuhnya ringan dan tulangnya terasa jelas.
Tanpa ekspresi, Arka kembali ke mobil. Menyalakan mesin, dan berbelok keluar.
______
Di sebuah klinik hewan 24 jam yang sepi, kipas angin berdengung malas. Seorang dokter muda sedang melipat jas putihnya sambil mengelap keringat di pelipis.
Pintu berbunyi. Seorang pria tinggi dengan ekspresi datar masuk membawa kucing lusuh yang terkulai lemas.
"Mas... itu kan kucing liar?" tanya sang dokter, refleks, matanya menatap bingung.
Arka tidak menjawab pertanyaan itu.
"Tolong selamatkan."
"Tapi, ini..."
Sebuah amplop cokelat jatuh ke atas meja.
"Gunakan ini. Seharusnya itu cukup untuk biayanya. Kalau sudah membaik, tolong simpan di ruang perawatan. Nanti ada yang ambil."
Dokter itu mematung. Ia melirik isi amplop. Sekilas saja cukup untuk tahu bahwa itu jauh melebihi biaya operasi kucing biasa.
Ketika ia mendongak, pria itu sudah melangkah keluar. Meninggalkannya yang masih kebingungan.
______
Di dalam mobil, Arka duduk sejenak. AC dinyalakan. Ia menyandarkan kepala ke kursi, menutup mata beberapa detik.
Lalu—ponsel khusus di saku jaketnya bergetar.
Satu pesan masuk. Tidak ada nama pengirim. Hanya angka.
Arka membuka pesannya. Membacanya sebentar.
Bibirnya perlahan tertarik ke atas. Sebuah senyum tipis. Tapi bukan senyum hangat. Bukan juga puas.
Itu senyuman yang dingin dan menyeramkan.
Tanpa berkata apa-apa, Arka menyalakan mesin. Melaju cepat membelah jalanan kota.
______
Sementara itu, di luar dunia sedang terbakar pelan-pelan.
Saham keluarga Lim anjlok. Lagi.
Tadi pagi, angka penurunan mencapai dua puluh persen. Tapi kini, hanya beberapa jam berselang, angkanya telah menyentuh tiga puluh lima persen. Salah satu anak usaha mereka bahkan resmi ditangguhkan oleh otoritas bursa.
Indeks utama pasar terguncang. Beberapa saham di sektor yang terafiliasi langsung dengan Grup Lim ikut terseret turun. Bank sentral menggelar rapat darurat. Menteri keuangan menghindari wawancara. Bahkan rumor reshuffle kabinet mulai berembus karena kekacauan ini.
Grup media sosial meledak. Forum bisnis gaduh. Layar-layar televisi menayangkan breaking news tanpa jeda:
“KEJATUHAN MENGEJUTKAN SALAH SATU RAKSASA BISNIS NASIONAL—APA YANG SEBENARNYA TERJADI?”
“KELUARGA LIM TIDAK TAMPIL DI PUBLIK—ISU TENTANG PENARIKAN INVESTOR ASING BEREDAR LIAR.”
“SINYAL KERUNTUHAN ATAU PERANG SENYAP DI BALIK ELITE?”
Salah satu jurnalis ekonomi veteran bahkan menulis tajuk pedas:
“Mereka bukan hanya konglomerat. Mereka adalah satu dari sembilan naga yang diam-diam mengatur arah politik dan ekonomi negeri ini. Dan sekarang... seekor naga telah jatuh.”
Beberapa pengamat menyebut ini sebagai ‘guncangan terbesar sejak krisis moneter’. Kantor pusat keluarga Lim dikabarkan dijaga ketat, dan karyawan di beberapa anak perusahaan mulai melakukan eksodus massal karena takut gaji mereka tidak dibayarkan.
Publik bingung. Pemerhati ekonomi panik.
Kalangan elite... saling tuding dalam sunyi.
Pemerintah pusat menggelar rapat tertutup, dihadiri menteri-menteri kunci dan kepala lembaga keuangan. Namun hingga sore menjelang malam, belum ada satu pun pernyataan resmi keluar.
Di istana negara, seorang ajudan terlihat keluar-masuk ruang presiden dengan wajah tegang.
Sementara itu, media asing mulai ikut meliput.
“Misterious Collapse of Indonesia’s Most Powerful Conglomerate”
—Financial Herald, Singapore
“Asia’s Silent Earthquake: Lim Dynasty on the Brink”
—Global Business Today
Di lapangan, masyarakat mulai merasakan efeknya.
Beberapa rekening nasabah pada bank yang terafiliasi dengan grup Lim mendadak dibekukan untuk audit.
Pengusaha kecil yang selama ini tergantung pada supply chain milik Lim... mulai ketakutan.
Pegawai-pegawai kantor pusat mereka mulai pulang sambil menangis, membawa kardus—PHK massal tanpa penjelasan.
Dan di balik layar... semua orang saling mencari kambing hitam.
Ada yang bilang ini sabotase politik.
Ada yang menyebut adanya bocoran kebocoran internal.
Ada pula yang mulai berani mengangkat isu lama tentang keterlibatan keluarga Lim dalam pengaturan tender negara.
Tapi yang pasti... tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Dan itulah yang paling menakutkan.
Sebab biasanya, dalam dunia bisnis... kejatuhan besar selalu dimulai dengan desas-desus.
Tapi ini?
Datangnya terlalu tiba-tiba. Terlalu bersih. Terlalu sunyi.
Hingga muncul satu pertanyaan yang terus berulang dalam bisik-bisik ruang eksekutif:
“Siapa yang melakukan ini?”
“Siapa yang mampu menjatuhkan naga sebesar itu... dan menghilang tanpa jejak?”
________
Namun saat publik mengutuki berita...
Saat pasar terguncang, dan para analis sibuk mengotak-atik grafik...
Di sebuah tempat yang tak tercantum di peta, dalam ruang rapat kedap suara tanpa jendela... delapan orang telah duduk mengelilingi meja bundar.
Mereka tidak memakai nama.
Tidak ada pengawal. Tidak ada kamera.
Hanya mata saling menatap, dan keheningan yang lebih tajam dari pedang.
Satu dari mereka, lelaki berjas abu-abu dengan rambut memutih, menyelipkan kunci berbentuk aneh ke dalam meja—dan mekanisme pengaman pun terkunci otomatis.
Lalu ia berbicara.
Suaranya rendah, padat, dan berisi tekanan.
“Lim tumbang. Dan kita tidak tahu siapa pelakunya.”
Yang lain bergumam, saling bertukar pandang.
“Cepat sekali... terlalu cepat.”
“Apakah ini peringatan untuk kita semua?”
“Atau... pertanda bahwa ada pemain baru yang masuk ke meja?”
Seseorang menyentuh tablet di depannya.
Grafik merah menyala, laporan dari jaringan intel, dan rekaman media disorot ke layar.
“Tidak ada jejak digital. Tidak ada kebocoran dokumen. Hanya runtuh... seperti menara yang disenggol jari tak kasat mata.”
Seorang wanita berambut pendek mengerutkan kening.
“Kita kehilangan salah satu dari kita.
Kita harus tahu... siapa yang berani melakukan ini.”
Kembali keheningan.
Delapan pasang mata saling menatap, penuh waspada.
Dan di luar ruangan itu... dunia terus bergerak.
Berita terus bergulir.
Pasar terus guncang.
Tanpa dunia ketahui...Delapan Naga berkumpul.
Untuk pertama kalinya.
________
📌 DISCLAIMER
Cerita ini adalah karya fiksi.
Semua nama tokoh, organisasi, perusahaan, tempat, maupun kejadian dalam novel ini hanyalah rekaan penulis semata.
Apabila terdapat kesamaan dengan nama atau peristiwa di dunia nyata, itu adalah kebetulan semata dan tidak dimaksudkan untuk menyinggung pihak mana pun.