Milana, si gadis berparas cantik dengan bibir plum itu mampu membuat Rayn jatuh cinta pada pandangan pertama pada saat masa kuliah. Namun, tak cukup berani menyatakan perasaannya karena sebuah alasan. Hanya diam-diam perhatian dan peduli. Hingga suatu hari tersebar kabar bahwa Milana resmi menjadi kekasih dari teman dekat Rayn. Erik.
Setelah hampir dua tahun Rayn tidak pernah melihat ataupun mendengar kabar Milana, tiba-tiba gadis itu muncul. Melamar pekerjaan di restoran miliknya.
Masa lalu yang datang mengetuk kembali, membuat Rayn yang selama ini yakin sudah melupakan sang gadis, kini mulai bimbang. Sisi egois dalam dirinya muncul. Ia masih peduli. Namun, situasi menjadi rumit saat Erik mencoba meraih hati Milana lagi.
Di antara rasa lama yang kembali tumbuh dan pertemanan yang mulai diuji. Bagaimana Rayn akan bersikap? Apakah ia akan mengikuti sisi dirinya yang egois? Atau harus kembali menyerah seperti dulu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meridian Barat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 29 (Rasa Bersalah)
.
.
SELAMAT MEMBACA
.
.
Awan kelabu masih bergelayut manja di langit, menutup cahaya matahari pagi ini. Sisa hujan semalam membuat udara terasa lembab. Milana pergi hendak mencari pekerjaan baru di pusat kota. Menyandang ransel berisikan amplop lamaran kerja yang ia tulis semalam.
Saat hendak menyebrang di pertigaan lampu merah, matanya tak sengaja bertemu tatap dengan sosok yang ia kenal di seberang jalan sana. Membuat langkah Milana terhenti.
"Mas Erik?" lirihnya.
Erik di sebrang sana mulai melangkah mencoba menerobos di sela-sela mobil yang tengah berhenti karena lampu merah. Milana langsung berbalik dan melangkah cepat, berharap tidak terkejar. Bahkan gadis itu berlari.
"Milan!"
Suara yang sudah lama tak didengar Milana, terus mengikuti di belakang. Milana terus berlari sambil sesekali menoleh ke belakang. Memastikan Erik tak berada di belakangnya. Beberapa pasang mata bahkan menoleh ke arah mereka. Menyimak adegan kejar-mengejar itu.
"Milan!" Dapat Milana dengar suara Erik semakin dekat. Ia mempercepat larinya. Namun, pemuda itu tetap berhasil menyusul.
Erik berhasil meraih pergelangan tangan gadis berkemeja putih yang dikejarnya sejak beberapa menit yang lalu. Menggenggamnya erat, tetapi tidak kasar. "Milan ... tolong jangan pergi. Bicaralah denganku ...."
Genggaman erat Erik membuat Milana terhenti. Napasnya sedikit tersengal. Matanya bertemu tatap dengan mata Erik. Ada getar di sorot mata pemuda itu. Seolah di balik mata itu tersembunyi pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah terucap. Terjebak di antara keraguan dan kerinduan.
Milana masih mencoba menarik tangannya. Sekali. Dua kali. Namun, Erik masih menggenggamnya, gadis itu tak bisa melepaskan diri.
Milana menghindar karena merasa belum siap berhadapan dengan pemuda yang pernah menyandang status sebagai kekasihnya di masa lalu. Milana merasa jahat karena tak pernah bisa membalas perasaan Erik. Padahal pemuda itu baik dan sangat mencintai Milana.
"Aku mohon, Milan ... tinggallah sebentar. Jangan begini ... aku sudah lama mencarimu. Tidak bisakah kita bicara?" Erik memohon.
Mendengar kalimat itu, Milana berhenti memberontak. Menatap pemuda itu dengan tatapan datar. "Jangan begitu, Mas Erik ... Kita sudah selesai di malam kita berpisah." Matanya menatap datar, tetapi suaranya sedikit bergetar.
Erik menatap Milana. Wajah cantik yang sudah lama tak ia lihat. Wajah yang membuatnya tersiksa karena rindu. "Tapi kamu pergi begitu saja, Milan–"
Milana menyahut cepat, "Kamu yang memintaku pergi ...."
Genggaman tangan Erik mengendur, perlahan terlepas. "Aku tidak bermaksud begitu, Milan ... Saat itu aku emosi, hanya ingin perasaanku padamu segera terbalas." Memandang Milana dengan rasa bersalah. "Aku egois karena terlalu ingin memiliki perasaanmu. Aku marah karena merasa perasaanku dipermainkan olehmu, Milan ...."
Milana menghela napas kecil. "Kamu nggak tau, seberapa besar usahaku mencoba mencintaimu, tapi aku tetap nggak bisa." Suaranya tenang, tetapi sedikit bergetar.
Milana memejamkan mata sejenak. Membiarkan bayangan masa lalu berputar dalam ingatannya.
Milana tak pernah benar-benar tersenyum bahagia saat bersama Erik. Wajah berseri-seri yang biasanya muncul pada kebanyakan orang ketika menerima pesan dari sang kekasih pun tak pernah muncul. Bahkan ia seringkali tak membalas pesan pemuda itu.
Hatinya belum mampu merasakan getaran cinta atau berdebar seperti pada umumnya yang dialami seseorang ketika jatuh cinta. Milana belum bisa mencintai Erik.
Milana berdiri dari kasur, berjalan ke arah jendela kamarnya. Menyingkap tirai dan memandang langit malam yang kosong. Sama seperti hatinya. Tidak ada perasaan berbunga-bunga atau desiran hangat ketika bersama Erik. Meski sudah berbulan-bulan mereka bersama.
Milana adalah gadis yang mudah akrab dengan siapapun. Banyak yang menganggapnya terlalu ramah dan terlalu terbuka menerima semua orang menjadi teman yang dekat dengannya. Banyak yang menganggapnya sebagai "Gadis gampangan"
karena ia tak pernah menjaga jarak dengan siapapun.
Membuat Milana kesal. Padahal dulu saat dia jarang bahkan hampir tidak pernah bergaul, mereka mengatainya sombong dan sok. Sebenarnya Milana berteman sewajarnya. Ia juga bersikap ramah pada semua orang tidak hanya pada laki-laki, tetapi tetap saja mereka seperti buta.
Hingga suatu hari, Erik datang mendekatinya. Awalnya Milana tidak merespon pemuda itu. Hanya sesekali membalas sapaan saat mereka tak sengaja bertemu atau berpapasan. Setelah beberapa bulan mengenal, Erik menyatakan perasaannya pada Milana.
Namun, gadis itu juga tidak berbohong atas perasaannya sendiri. Saat memutuskan untuk menerima Erik pun dia ragu. Banyak pertimbangan yang ia pikirkan. Milana juga jujur pada Erik tentang perasaan gadis itu yang sebenarnya.
"Mas, sebenarnya aku belum memiliki perasaan yang sama denganmu. Aku takut kamu kecewa."
"Enggak, Milan. Aku nggak apa-apa ... aku akan menunggu sampai kamu bisa membalas perasaanku."
"Kalau perasaanku butuh waktu lama untuk bisa mencintaimu, gimana? Aku takut kamu kecewa, Mas ...."
"Aku akan tunggu sampai kamu benar-benar bisa membalas perasaanku." Itulah yang Erik katakan saat itu. Membuat Milana akhirnya menerima Pemuda itu menjadi kekasih.
Sejak kabar kencannya dengan Erik menyebar, tidak ada lagi kata-kata tajam. Tidak ada lagi tatapan sinis dari beberapa perempuan di kampus. Namun, seiring berjalannya waktu Milana mulai terusik dengan perasaan bersalah yang semakin bertambah. Apalagi ketika melihat perhatian dan senyum tulus Erik.
Milana sempat ingin mengakhiri hubungan itu, tapi dia takut kalau perasaan Erik akan semakin terluka nantinya. Terkadang Milana berharap suatu saat Erik akan lelah. Menunggu pemuda itu sendiri yang memintanya pergi.
Beberapa bulan setelah mereka resmi menjadi sepasang kekasih, Erik mulai sering mempertanyakan perasaan Milana. Berulang kali meminta kejelasan. Terkadang pemuda itu juga merajuk. Namun, Milana selalu menghampiri kembali.
Berulang kali mencoba melihat semua perhatian, sabar dan ketulusan hati Erik. Dia selalu berharap agar suatu saat bisa mencintai pemuda baik dan perhatian itu. Namun, tetap saja hatinya belum bisa dan itu membuat beban tersendiri untuk Milana. Ia takut membuat orang lain kecewa akan dirinya.
Suatu malam karena masalah sepele, untuk kesekian kalinya Erik menuntut perasaan yang tak kunjung bisa Milana balas. Pemuda itu memintanya pergi tanpa bertanya atau mendengarkan Milana. Saat itu Milana berpikir bahwa mungkin Erik memang sudah lelah menunggu dan ia jadi tak bicara apapun, hanya menerima.
Perjuangannya untuk mencoba menumbuhkan rasa cinta pada Erik sudah berakhir. Ia sama terlukanya dengan Erik. Rasa takut membuat orang lain kecewa itu selalu menghantuinya selama ini. Hingga melupakan kebahagiaannya sendiri.
Milana menuruti kemauan Erik. Tak lagi menghubungi atau datang pada pemuda itu lagi. Berharap perasaan Erik tak lagi terluka di saat ia sendiri punya luka yang lebih dalam. Tanpa seorangpun tahu bahwa dunianya sedang hancur saat itu. Hilang arah dan tak tahu harus bersandar pada siapa.
Begitulah kilasan masa lalu itu berputar seperti kaset di benak Milana. Meskipun sudah dua tahun, tetapi perasaan bersalah itu masih mengendap di hati Milana.
"Aku berulang kali mencoba memunculkan perasaan untukmu, tapi aku nggak bisa. Membuat rasa bersalah yang semakin dalam dan aku merasa jahat. Ingin ku akhiri, tapi takut kamu semakin kecewa." Milana memandang jalanan yang mulai ramai kendaraan berlalu lalang. "Rasa takut itu menyiksaku, Mas ... dan aku memutuskan akan pergi jika kamu yang minta. Meskipun seringkali, Mas Erik menuntut. Kadang juga marah padaku, tapi aku tetap datang lagi, dengan harapan cinta itu akan muncul di hatiku ... Meskipun nyatanya aku nggak mampu." Milana menarik napas pelan. Menghembuskannya kembali dengan pelan juga. "Sampai malam itu, untuk kesekian kalinya kamu menuntut agar perasaanmu segera terbalas dan akhirnya memintaku pergi," ada jeda beberapa detik sebelum Milana melanjutkan, "Aku pikir mungkin sudah saatnya aku berhenti untuk mencoba mencintai kamu dan melepaskan rasa bersalah yang terus muncul setiap kali lihat perhatian dan senyum kamu." Milana mengepalkan tangannya. Setelah kalimat panjang itu dadanya terasa sesak, tetapi juga ada sedikit rasa lega.
Erik terdiam. Menatap sendu Milana. Hatinya kecewa. Bukan kecewa pada Milana, tapi pada dirinya sendiri yang sering menuntut perasaan Milana agar lekas membalasnya. Membuat gadis itu terbebani karena sikap Erik.
'Mungkin, kalau aku nggak egois dan nggak memintanya pergi malam itu ... dia akan tetap di sisiku.'
.
.
.
.
Bersambung......
Full scene Milana dan Erik ya, hihihihi
Tolong berikan vote dan komentar kalian ya, best. Kalau mau bantu promo juga, aku nggak nolak🤭 (Readers : ngelunjak dia. Ayo jitak) 😂 jangan bosan-bosan baca ya ...
Milana. ,gadis SPG seperti diriku/Hey/