Rio Tyaga hidup dalam kesialan bertubi-tubi. Ayahnya meninggal di penjara dan setelahnya ia hidup serba kekurangan. Ia mendapatkan uang untuk biaya sehari-hari dari taruhan Drag Race, balap motor liar. Saat itu tiba-tiba motornya hilang, ia kena tipu. Padahal uang jual-beli motor akan ia gunakan untuk hidup sehari-hari dan membeli motor bodong utuk balapan.
Di saat penelusuran mencari motor kesayangannya, Rio terlibat dalam aksi penculikan. Yang diculik oleh kawanan sindikat adalah temannya sendiri, gadis kaya yang populer di sekolah, Anggun Rejoprastowo. Rio berhasil menyelamatkannya dalam keadaan susah payah bertaruh nyawa.
Rio tadinya tidak terlalu kenal Anggun, namun setelah penculikan itu Anggun seakan begitu ketergantungan akan Rio. Tanpa Rio di sisinya ia bersembunyi di sudut kamar, seakan trauma dengan penculikan itu.
Walau benci, akhirnya orang tua Anggun membiarkan Rio si berandal mendampingi Anggun 24 jam 7 hari, termasuk saat Anggun ke sekolah.
Apakah Rio yang dingin akhirnya dapat luluh dengan kedekatan mereka? Bagaimana perasaan Rio sebenarnya? Dan Anggun, apakah memang ada perasaan cinta ke Rio atau hanya memanfaatkannya sebagai bodyguard saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Anggun bolak-balik berjalan mengelilingi kamarnya sambil berulang kali menghela nafas.
Di telinganya masih terdengar suara Rio pagi tadi, saat cowok itu menyampaikan hal yang menurut Anggun tidak dapat diterima oleh hatinya.
Kini, dia dalam keadaan cemburu.
Kalau itu bukan Rio, mungkin ia sudah lepas kendali.
Anggun melewati meja riasnya dan duduk di sana.
Lalu menatap ke arah dirinya.
Ia yang terpantul di cermin.
Rasanya wajahnya menyedihkan!
Kurang cantik... pikir Anggun.
Kenapa ada lingkaran hitam di bawah mataku? Bibirku kering sekali. Kulitku kenapa kusam begini?
Wanita itu... namanya indah, Adinda. Kulitnya cantik sekali, bersinar dan mulus walau pun profesinya kupu-kupu malam. Apakah alkohol tidak berpengaruh ke kesehatan kulitnya? Tubuhnya juga langsing dan ia manis. Tidak setinggi aku. Rasanya aku sudah hampir menyamai tinggi rata-rata pria Indonesia. Aku benar-benar gadis besar yang mengerikan!
Lalu, bagus juga kalau rambutnya tidak terlalu panjang, jadi fresh. Tidak seperti aku, rambutku terlalu panjang, aku jadi tampak tua kelihatannya.
Atau kupotong saja rambutku?
Hidungku juga terlalu panjang, potong aja kali ya? Hidung Adinda mungil dan bangir, lucu juga jadi cute.
Dan kalimat-kalimat buruk lainnya berseliweran di pikirannya.
Semua menjadikannya tidak percaya diri dengan dirinya sendiri.
Di depan orang lain saja ia bersikap tegar, namun sebenarnya ia serapuh-rapuhnya wanita.
Yang jelas, Anggun merasa kalau sosok Adinda itu adalah ideal untuk Rio. Adinda kuat dan mandiri, menghidupi dua anak sendirian, dia juga memiliki nasib yang sama dengan Rio, kriminal.
Imej Badgirl yang tersemat di diri Adinda, sontak membuat Anggun malah merasa ‘kecil’.
Lalu terbayang suasana, bagaimana saat Rio ‘terpaksa’ memadu kasih dengan Adinda.
“Dia bilang dia tidak suka, tapi dia tegang, Rio bohong!” tuduh Anggun sebal. Yang Anggun tidak tahu, ere ksinya seorang laki-laki tidak tergantung dari seberapa berhasrat mereka ke pasangan. Terjadinya ere ksi tergantung pada banyak faktor, di antaranya usia, kesehatan, pengobatan, mood, dan bagaimana ia dirangsang. Bahkan saat tidur pun, pria bisa ‘berdiri’.
Jadi Anggun bingung, mau marah tapi nanti Rio kabur, mau santai tapi hatinya bergemuruh.
“Mereka... sangat serasi,” desis Anggun.
Perlahan ia menunduk, lalu air mata terjatuh ke pipinya.
Hatinya terasa sangat sakit.
Ia kini ‘cacat’, trauma membayangi setiap tindakannya, ia bahkan belum bisa berinteraksi secara normal dengan manusia lain.
Membayangkan Rio bersama dengan Adinda, membuat semakin depresi.
“Kamu kenapa?”
DEG!
Jantung Anggun bagai berhenti berdetak.
Ia mengangkat wajahnya.
Rio sudah menunduk, menatap wajah Anggun melalui cermin meja rias, dengan dagu di atas kepala Anggun.
“Masih sakit? Dimana sakitnya?” tanya Rio.
Anggun merasakan kalau sebelah tangan Rio membelai punggungnya dengan lembut. Sebelahnya lagi untuk menyangga tubuh besarnya di atas meja rias Anggun, terjulur di dekat pipi Anggun.
Anggun melihat beberapa baret dan lebam di lengan bagian dalam Rio. Bagaimana Rio bisa menanyakan rasa sakit Anggun padahal luka Rio bahkan jauh lebih banyak darinya?!
Anggun memandangnya dengan pandangan menerawang yang sedih, lalu perlahan menunjuk ke arah jantungnya, “Di... sini sakitnya,”
Rio mengikuti arah telunjuk Anggun dan tersenyum lembut, “Apa yang harus kulakukan untukmu?” bisik Rio.
“Hm... peluk aku, dan jawab sejujurnya,”
“Mengenai?”
Anggun berdiri dan menggiring Rio ke arah ranjang, lalu meminta cowok itu berbaring di tengah. Gadis itu naik ke atas tubuh Rio, lalu berbaring di atasnya.
Rio hanya mengenakan celana training. Dari aromanya yang segar, ia tampaknya baru selesai mandi.
Tubuhnya yang besar dan kuat, tampak gagah dengan otot yang terbentuk sempurna di setiap bagiannya. Namun banyak sekali luka lebam dan bahkan di pinggangnya masih ada tape besar dengan kapas antiseptik di dalamnya untuk menutupi luka. Sambil berbaring, jemari Anggun menelusuri setiap bagian tubuh Rio.
Tubuh laki-laki.
Keras dan padat, tanpa lemak. Bagaikan menyentuh batu-batu yang terpahat di dinding, namun hangat dan lembut.
“Kamu tahu apa yang akan kutanyakan,” desis Anggun. Entah bagaimana gadis itu tahu kalau Rio ke kamarnya dengan satu tujuan, bukan hanya menanyakan dimana letak sakitnya. Anggun bahkan tidak tahu kenapa ia bisa tahu. Bagaikan ada yang membisikinya mengenai perasaan Rio terhadapnya.
Rio pun merasakan hal yang sama.
Setelah mandi, hatinya malah semakin tidak tenang.
Ia merasa tidak enak melihat raut wajah Anggun seharian.
Gadis itu memang bertingkah sama seperti biasa, memeluknya, posesif padanya.
Tapi kali ini kecemburuannya sangat terasa menusuk.
“Sebelum itu, aku juga ingin bertanya...” kata Rio.
“Apa?”
“Bagaimana kau bisa mengutarakan semuanya kalau kamu tidak percaya padaku?”
Anggun mengangkat wajahnya dan menatap Rio. Ia hanya diam. Raut wajahnya kesal.
Rio menarik nafas panjang, lalu terduduk.
Ia melorotkan celananya.
“Rio !! Mau ngapain!!” Anggun langsung balik badan.
Gadis itu melihat celana Rio di lempar jauh ke depan pintu, di sana juga ada boxernya.
“Kamu bisa lakukan hal yang sama dengan wanita-wanita itu. Biar kuberitahu apa saja yang mereka lakukan padaku, agar rasa mereka menghilang dan hanya ada rasamu.” Suara Rio terasa dekat di telinga Anggun.
“Berkali-kali menggosok tubuh yang ada hanya rasa risih, rasanya aku sangat bau! Kotoran yang menempel terasa berkerak! “ desis Rio. “Kamu pernah merasakannya, kan?”
Anggun mengangguk.
“Sini tangan kamu,” Rio duduk di belakang Anggun, kedua kakinya direntangkan sampai berada di samping-samping Anggun. Ia menarik tangan Anggun ke belakang punggung gadis itu, lalu mengarahkannya ke tubuhnya.
Sesuatu yang hangat terasa berat di tangan Anggun. Lemak, atau kulit yang sangat tebal, memenuhi tangan Anggun.
“apa-“
“Jangan menoleh,” potongRio.
Jadi Anggun hanya dia dalam posisi itu.
“Begini geraknya. Kamu elus dari bawah, ke-“
“Rio!!” Anggun kaget saat bongkahan di tangannya dalam sekejab berubah menjadi sangat berat dan keras.
“Ini diriku...” bisik Rio. “Astaga,” terdengar ia mengumpat pelan.
Sedikit de sah an cowok itu di dekat telinga Anggun.
Tapi Anggun tetap membelai tubuh Rio. Ia ingin tahu seperti apa persisnya fungsi yang satu ini. Tubuh yang seperti ini pernah menyakitinya.
Tapi kenapa yang ini rasanya tidak sama persis? Dari teksturnya terasa banyak urat memenuhi pinggirannya, dan ototnya terasa sangat padat.
“Ya... begitu,” bisik Rio . Cowok itu mengecup leher Anggun.
Selama sekitar 5 menit mereka berdiam diri, dengan tangan Anggun bergerak naik dan turun, dan erangan Rio yang menghiasi udara.
“Aku... sayang kamu...” desis Rio. “Tolong percaya... jangan ada lagi bayangan lain,”
“Rio?”
“Hm?”
“Siapa wanita pertama kamu?”
“Ya ampun, Anggun!”
“Jawab saja,”
“Kamu bertanya sambil mengelusku,”
“Iya. Jawab saja,” desis Anggun.
“Seseorang... yang aku sudah tidak ingat lagi bagaimana wujudnya. Aku menyewanya di salah satu spa... yang aku juga nggak ingat lagi dimana,” era ng Rio.
“Kamu sering begitu?”
“Iya, dulu sering,”
“Kapan terakhir kali?”
“Sekitar... hm, kapan ya? Sekitar sebulan yang lalu di club. Kalau kamu bertanya selain kasus yang ini.”
“Kamu suka?”
“Eh?”
“Begituan, kamu suka?”
“Lebih enak daripada menggunakan tangan sendiri,”
Lalu mereka diam lagi.
“Apakah memang laki-laki membutuhkan hal itu sesering mungkin?” tanya Anggun.
“Bukan sesering mungkin, aku bukan maniak. Ya tapi kami memang sering butuh,”
Lalu mereka diam lagi.
Tarikan nafas Rio semakin terasa berat.
“Rio...” Anggun memanggil Rio karena gadis itu khawatir, tubuh di tangannya semakin terasa sangat kencang bagaikan mau meledak keluar dari kulitnya.
“Terus... jangan berhenti,” desis Rio.
Beberapa detik kemudian terdengar erangan kencang Rio.
Anggun langsung berbalik menghadap Rio. Dan ia tertegun melihat cairan kental keluar dari ujung kejan tanan Rio.
Wajah Rio memandangnya dengan lembut dan letih. Tapi senyum sinis menghiasi bibirnya.
“Sakit kah?” tanya Anggun.
Rio mengelus dagu Anggun sambil menggeleng, “Sebaliknya,”
Lalu ia mencium bibir Anggun, “Kita harus menikah secepatnya,” desis cowok itu kemudian.
Anggun masih diam sambil memandangi tubuh Rio yang kini mulai lemas.
Bentuknya tidak mirip sama sekali dengan para penculik.
Yang ini jauh lebih besar ukurannya, dan lebih berat, dan lebih panjang. Terus terang saja Anggun merinding melihatnya.
“Rio... apa aku sanggup membiarkan itu masuk ke dalam tubuhku?” tanya Anggun.
Rio mengelus pipi Anggun, “Akan kupastikan, kamu yang akan memintanya sendiri untuk masuk ke dalammu, hehe.”
Anggun mencibir mendengarnya.
mewakili netijen