Janetta Lee, dikhianati saat mengandung, ditinggalkan di jalan hingga kehilangan buah hatinya, dan harus merelakan orang tuanya tewas dalam api yang disulut mantan sang suami—hidupnya hancur dalam sekejap.
Rasa cinta berubah menjadi luka, dan luka menjelma dendam.
Ketika darah terbalas darah, ia justru terjerat ke dalam dunia yang lebih gelap. Penjara bukan akhir kisahnya—seorang mafia, Holdes Shen, menyelamatkannya, dengan syarat: ia harus menjadi istrinya.
Antara cinta yang telah mengkhianati, dendam yang belum terbayar, dan pria berbahaya yang menggenggam hatinya… akankah ia menemukan arti cinta yang sesungguhnya, atau justru terjebak lebih dalam pada neraka yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Malam telah larut.
Jones masih belum memejamkan matanya. Ia duduk di kursi kayu besar di ruang kerjanya, bersandar dengan tubuh yang tampak letih namun matanya tetap tajam. Asap rokok mengepul di udara, membentuk kabut tipis yang menari di bawah cahaya lampu temaram.
Pria tua itu, yang sepanjang hidupnya terbiasa menang, kini menatap bulan dari jendela besar di hadapannya — tatapan dingin yang menyimpan rahasia masa lalu.
“Holdes Shen…” gumamnya pelan, suara seraknya terdengar berat dan sarat kenangan. “Sepertinya masalah kita memang tidak bisa dihindari. Jangan salahkan aku saat itu membunuh kedua orang tuamu. Kita sama-sama lahir dari dunia yang sama — dunia di mana bertahan hidup berarti mengorbankan orang lain. Seharusnya kau tahu, semua ini pasti akan terjadi pada siapa pun.”
Ia menghela napas panjang, asap rokok kembali keluar dari mulutnya.
“Yang paling tidak kusangka,” lanjutnya lirih, “kau sudah tumbuh dewasa… menikah… dan kini anakmu serta cucuku justru bermusuhan. Pertarungan ini tidak bisa dihindari.”
Suara langkah pelan terdengar dari arah pintu. Seorang pria bersetelan hitam melangkah masuk dengan sikap sopan.
“Bos,” sapa asisten pribadinya sambil menunduk hormat.
“Sudah temukan?” tanya Jones tanpa menoleh, matanya masih menatap keluar jendela.
“Sudah, Bos,” jawab sang asisten. “Holdes Shen selama ini tinggal di Beijing. Namanya mulai dikenal sejak usianya dua puluh lima tahun. Saat itu ia hampir tewas saat menghadapi puluhan orang tanpa bantuan siapa pun. Tapi sejak kejadian itu, reputasinya melesat. Ia bukan hanya bertahan, tapi juga merebut wilayah musuh satu per satu. Setiap kemenangan membuat jumlah pengikutnya bertambah — mereka datang dengan sukarela, kagum pada keberaniannya.”
Jones tersenyum tipis, menyandarkan diri lebih dalam ke kursi. “Jadi bocah itu benar-benar tumbuh jadi serigala…” gumamnya, suaranya dingin namun mengandung nada kagum dan ancaman sekaligus.
"Apakah istrinya juga anak dari keluarga mafia? Kalau benar, aku penasaran siapa orang tuanya," tanya Jones, matanya menyipit penuh ingin tahu.
"Bukan, Bos. Istrinya adalah putri dari sepasang dosen dan guru. Mereka telah meninggal lima tahun yang lalu," jawab asistennya cepat.
"Hanya seorang dosen dan guru? Kenapa putri mereka malah lebih berani daripada putraku yang penakut? Apakah karena pengaruh suaminya?" geram Jones. "Terserah... apakah sudah tahu alamat tempat tinggal mereka?"
"Alamat mereka dirahasiakan dengan baik, Bos. Tidak bisa ditemukan begitu mudah," jawab asisten itu tenang.
Jones menghela napas panjang, lalu tersenyum tipis penuh rencana. "Luar biasa, Holdes Shen. Sepertinya kita akan berhadapan suatu saat nanti."
Tiba-tiba suara di pintu memecah suasana. "Pa," seru Janny dengan suara ragu.
"Ada apa? Bukannya kau harus berlutut? Kenapa berdiri?" bentak Jones tajam, menatap menantunya.
"Pa, ada sesuatu yang ingin aku katakan," jawab Janny.
"Berdiri di sana saja. Katakan ada apa," perintah Jones dengan nada tegas.
"Pa, tadi siang aku bertemu dengan Mama. Dia sudah menikah dengan Inspektur Yi," ujar Janny sengaja
"Apa? Wanita itu menikah dengan seorang polisi? Apa dia sudah gila? Setelah putus denganku, dia malah bersama polisi," gerutu Jones tak percaya, nada suaranya penuh kebencian.
"Pa, Mama juga mengatakan berharap polisi itu bisa menangkapmu," tambah Janny, suaranya kecil.
Jones menatap kosong, lalu tawa sinis keluar dari bibirnya. "Hebat sekali. Mantan istriku bekerja sama dengan polisi dan ingin menangkapku. Apa dia tidak tahu mencari perlindungan sehingga memilih kapten tua itu?" ia mengejek.
"Bos, jangan terlalu khawatir. Polisi itu belum punya bukti kuat untuk menjerat Anda. Jadi dia belum bisa berbuat banyak," mencoba menenangkan asistennya.
Jones menatap ke jendela gelap, pikirannya sudah melayang. "Kalau aku tahu begini, seharusnya dulu aku mengirim dia ke tempat terpencil... biar dia tidak bisa menantangku lagi. Dia pasti ingin balas dendam karena aku merebut Jay darinya," gumamnya dingin.
Ia menoleh cepat ke asistennya dan mengeluarkan perintah singkat namun tegas: "Cari tahu latar belakang dan semua orang yang berhubungan dengan polisi itu. Aku ingin semua tentangnya!"
Keesokan harinya — Beijing Children’s Medical Center
Lorong rumah sakit anak itu tampak bersih dan sunyi, hanya terdengar langkah kaki para perawat yang berlalu-lalang. Di antara warna putih dan aroma obat yang samar, terlihat Xiao Han meloncat-loncat ceria sambil memainkan pesawat kecil di tangannya. Dua pengawal setia berlari mengikutinya dengan wajah cemas.
“Tuan muda, hati-hati!” seru salah satu pengawal itu.
“Aku bosan di ruang dokter, aku mau main sebentar! Biar papa saja yang bicara dengan dokter." jawab Xiao Han tanpa menoleh, suaranya nyaring bergema di lorong panjang itu.
Pada saat yang sama, Willy keluar dari ruang pemeriksaan dengan perban menutupi sebagian wajahnya. Pandangan mereka bertemu seketika.
“Shen Xiao Han!” seru Willy dengan nada kesal.
“Kenapa kita harus bertemu lagi? Padahal Beijing sangat luas,” balas Xiao Han sambil mengangkat alisnya dengan gaya sombong.
“Aku juga tidak mau melihatmu! Hari ini kakek membawaku ke sini. Aku akan mengadu padanya!” kata Willy.
“Cieh… dasar anak pengadu, pengecut,” ejek Xiao Han dengan nada mengejek yang khas anak kecil namun menusuk.
Dua pengawal Xiao Han mencoba menenangkan keadaan.
“Tuan muda, mari kita pergi saja,” bujuk salah satunya.
“Tidak! Paman, jangan ikut campur. Ini urusan anak-anak. Orang dewasa berdiri di tepi saja!” balas Xiao Han tegas, membuat kedua pengawal itu saling berpandangan pasrah.
“Shen Xiao Han! Kakekku akan membalas semua perbuatanmu padaku!” seru Willy dan langsung mendorong Xiao Han.
Namun, bocah itu lincah menghindar. Dorongan Willy justru membuatnya terjatuh ke lantai.
“Aahh!” teriak Willy kesakitan.
“Katanya cucu mafia, tapi lemah sekali. Lebih cocok jadi anak manja saja,” sindir Xiao Han dengan tawa kecil.
“Kakek! Ada yang menindasku!” teriak Willy keras, suaranya menggema sampai ke ruang konsultasi.
Teriakan itu membuat Jones, yang sedang berbicara dengan dokter, segera menoleh. Ia berjalan cepat keluar ruangan, diikuti asistennya.
“Willy, ada apa?” tanya Jones tajam.
“Kakek, dia Shen Xiao Han! Dia yang melukai wajahku dan mendorongku!” adu Willy sambil menunjuk Xiao Han.
Salah satu pengawal Xiao Han segera menjelaskan dengan sopan.
“Tuan, maaf, tapi cucu Anda yang lebih dulu mendorong tuan muda kami.”
Jones menatap bocah kecil di depannya.
“Kau putra Holdes Shen?” tanyanya.
Xiao Han menegakkan tubuhnya dan menatap Jones tanpa gentar.
“Benar! Cucumu duluan yang mulai, lalu jatuh sendiri. Kalau aku jadi kakeknya, aku pasti malu,” jawabnya polos namun tajam.
Jones terkekeh rendah, lalu memandangi bocah itu dengan penuh minat.
“Shen Xiao Han, setan kecil yang berani menantangku. Apakah kau tidak takut padaku?”
“Tidak! Karena aku tidak salah. Kakek, kalau dia cucumu, awasi dia baik-baik. Jangan lupa latih dia agar kuat. Dia lemah sekali, baru jatuh sudah menangis,” balas Xiao Han lantang.
Mendengar itu, Jones tiba-tiba mengangkat tubuh mungil Xiao Han dengan kedua tangannya.
Dua pengawal segera panik.
“Tuan muda!” seru mereka serentak.
Jones menatap mata bocah itu dari jarak dekat.
“Selama ini tidak ada orang yang berani bicara seperti itu padaku. Kau hanya anak kecil, tapi sudah berani menantangku.”
“Papa bilang, laki-laki tidak boleh manja dan harus kuat. Aku sudah dewasa! Kalau nanti aku besar, aku akan jadi musuhmu!” kata Xiao Han dengan tatapan menantang.
Jones menahan tawa.
“Kau tidak takut kalau aku menculikmu?”
“Hanya orang lemah yang takut. Aku tidak seperti cucumu—penakut, cengeng, manja, dan selalu kalah. Jangan bilang pada siapa pun kalau dia cucumu, nanti kakek jadi malu,” jawab Xiao Han dengan polos namun berani.
Suasana hening sesaat, lalu tawa keras Jones menggema memenuhi lorong rumah sakit.
“Hahaha… dasar bocah kecil!”
Xiao Han melirik tajam padanya.
“Kenapa dia tertawa seperti itu? Jantungku sudah mau loncat,” batinnya.
up lg dobel2.... lagii
semangatt thorr