Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Elang VS Buaya
Elang melingkarkan lengan di pinggang Ayana. Detik berikutnya, kaki Ayana terangkat dari lantai karena Elang menggendong tubuh wanita itu bagaikan karung beras.
Seketika Ayana memberontak namun, tenaganya tak cukup untuk melawan Elang. Dia hanya bisa pasrah ketika Elang menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang.
Jantung Ayana berdegup kencang dan nafasnya memburu. Dia segera bangkit dari ranjang lalu mencoba lari ke arah pintu.
Sayang seribu sayang, usaha Ayana untuk kabur gagal saat Elang memeluk perut Ayana dari belakang dan membawanya lagi ke atas ranjang.
"Kamu nggak bisa lari, Ay. Kamu sendiri yang buat kesepakatan dan kamu juga yang melanggarnya," ucap Elang pada Ayana yang kini berada di bawah kungkungannya.
"Tunggu!"
Ayana menahan dada Elang saat pria itu mendekatkan wajahnya.
"Kita nggak bisa melakukan ini."
"Kenapa?" tanya Elang.
"Pertama, aku nggak cinta sama kamu. Kedua, hubungan kita itu guru dan murid. Ketiga…"
Lagi-lagi bibir Ayana dibungkam oleh bibir Elang sehingga dia tak dapat meneruskan kata-katanya.
Sekuat tenaga, Ayana mendorong dada Elang agar ciuman itu terlepas. Namun, entah kenapa tenaga Elang jauh lebih kuat dari yang Ayana kira.
Tanpa melepas ciuman, tangan Elang bergerak menangkap kedua tangan Ayana, meletakkannya di atas kepala dan menahan dengan satu tangan. Lalu satu tangan lagi membelai bukit kembar milik Ayana.
Tentu saja Ayana tak dapat berkutik. Apalagi kaki Ayana juga tertindih oleh badan Elang.
Ayana hanya bisa pasrah kala ciuman Elang turun ke leher sambil tangannya sibuk melepas kancing baju. Ciuman Elang terus turun ke bawah hingga sampailah dia di dua gundukan yang masih tertutup oleh bra.
"Elang, jangan!" teriak Ayana.
Sejenak Elang mendongak untuk melihat wajah Ayana.
"Kamu dulu yang mulai, Ay. Kalau saja kamu nggak masuk ke kamarku, aku juga nggak bakal melakukan ini."
Detik berikutnya, Elang menurunkan bra berwarna merah yang menampakan sebuah bukit putih mulus yang indah. Dia menyesap salah satu puncak bukit layaknya seorang bayi yang tengah kehausan.
Tak mau menganggur, tangan Elang pun memijat di bukit yang satunya lagi.
Suara desah lolos dari bibir Ayana kala merasakan sebuah sensasi yang menggelikan bercampur nikmat. Dia bahkan menggigit bibir bawah agar suara-suara itu tidak keluar dari mulutnya yang kini tak bisa dikontrol.
Mulut Elang berpindah menyesap bukit yang lain dengan kedua tangan yang sangat cekatan melucuti pakaian Ayana.
Sementara itu, Ayana sendiri berusaha menjambak rambut Elang agar kepala pria itu terangkat. Namun, sepertinya Elang tak memperdulikan rasa sakit yang kini mendera di akar rambut.
Dia terus melakukan apa yang diinginkan hasratnya sebagai seorang laki-laki.
"Elang, stop!" pekik Ayana yang kini bagian atas tubuhnya sudah tak memakai apapun.
Ayana mendorong kuat-kuat bahu Elang. Sehingga mereka berguling di atas ranjang dan berhenti dengan posisi tubuh Ayana sekarang berada di atas Elang.
Bagaikan seorang penjinak buaya profesional, Elang bergulat dengan tubuh Ayana agar wanita itu tidak bisa lari. Kedua kaki Elang melingkar di pinggang Ayana begitu pula tangan yang mencengkram di bagian punggung.
"Elang, lepaskan aku! Atau aku akan teriak!"
"Teriak saja yang kencang," ucap Elang santai.
"Tolong! Tolong! Aku diperkosa muridku sendiri. Tolong!"
Elang malah terkekeh melihat Ayana berteriak meminta tolong dan tidak ingat jika rumah mereka lumayan jauh dengan rumah yang lain. Sampai akhirnya Ayana berhenti, karena kelelahan dan juga tenggorokannya yang terasa sakit.
"Sudah selesai teriaknya?" tanya Elang menyeringai. "Daripada teriak-teriak dan ujungnya tenggorokan kamu sakit, mending kamu diam dan nikmati saja."
Kemudian, tangan Elang mendorong punggung Ayana untuk mendekatkan dua gundukan daging yang menggantung di atas wajahnya. Dia menyesap kembali salah satu gundukan dan memainkannya menggunakan lidah.
Sensasi geli dan nikmat kembali menjalar di seluruh tubuh Ayana dan kembali mulutnya mengeluarkan suara-suara laknat yang akan sangat memalukan jika terdengar oleh orang lain.
"Elang…" rintih Ayana sambil memukul dada Elang yang berada di bawahnya. "Berhenti!"
Namun, Elang seperti orang tuli yang tak mengindahkan ucapan Ayana. Tangan Elang bergerak mengusap lembut punggung mulus Ayana dan terus meluncur ke bawah.
Tanpa menghentikan permainan lidah di bukit kembar, tangan Elang menyusup masuk ke dalam rok yang Ayana dan menyentuh bagian bibir mahkota wanita itu.
"Elang, aku benci sama kamu, Lang. Aku benci," ucap Ayana dengan suara parau dan terisak.
Seketika Elang berhenti dan bola matanya melebar ketika melihat pipi Ayana yang basah oleh air mata. Kedua tangan Elang menyeka pipi Ayana akan tetapi segera Ayana menampik tangan Elang.
"Ay, aku minta maaf," sesal Elang yang membiarkan Ayana bangkit berdiri dan memungut pakaiannya.
Setelah memakai kembali bra dan pakaiannya, Ayana berjalan menuju pintu tanpa berbicara apapun pada Elang.
"Ay, tunggu!"
Ucapan Elang membuat Ayana seketika menghentikan langkah kakinya tepat di depan pintu.
"Makasih, Ay. Akhirnya aku tahu rasanya minum susu."
Elang melengkungkan senyum tipis sembari menatap punggung Ayana karena wanita itu tidak mau berbalik badan.
"Seperti apa yang pernah aku bilang, aku nggak akan meminta jika kamu belum cinta sama aku."
Detik berikutnya, Ayana mengayunkan daun pintu, melangkah keluar dan menutup pintu dengan sedikit bantingan.
*
*
*
"Yah, gimana sih, Lang? Kenapa kamu nggak caplok aja tuh Bu Aya?" tanya Abian yang geram setelah mendengarkan cerita Elang.
Ya, saat ini Elang duduk bersama dua sahabatnya di sudut taman sekolah yang selalu menjadi tempat mereka bercerita tentang rahasia Elang.
Dia menceritakan keluh kesahnya yang sangat susah menaklukan hati seorang Bu Aya. Sampai-sampai Abian dan Farel ikut geram mendengarnya.
"Mau bagaimana lagi, Bi? Dia nangis, ya aku nggak tega lah."
"Terus pakai cara apa lagi ya? Supaya kamu bisa dapetin hati Bu Aya," Farel berkata sambil bertopang dagu dan berpikir keras.
Beberapa saat mereka terdiam. Sama-sama memikirkan cara menaklukan hati Ayana. Lalu tiba-tiba Abian berteriak sembari menjentikan jari.
Lantas Elang dan Farel pun menoleh menatap Abian yang kini tersenyum semringah.
"Aku tahu, Lang. Bagaimana kalau kamu bilang jujur saja ke Bu Aya kalau kamu itu orang kaya raya? Pasti Bu Aya langsung deh ngejar-ngejar kamu,"
Elang mengerutkan kening tampak ragu dengan usulan Abian.
"Memang bakal ampuh tuh?" tanya Elang.
"Aku rasa Bu Aya bukan tipe wanita matrealistis deh, Bi," timpal Farel yang juga meragukan ide dari Abian.
"Hei, Lang, Rel. Memang nggak semua cewek itu matre tapi hampir rata-rata mereka suka sama cowok berduit. Iya kan?" Abian menaikan alisnya dua kali dan menyengol Elang. "Lagi pula mau sampai kapan kamu menyembunyikan fakta ini ke istri kamu sendiri, Lang?"
Sejenak Elang berpikir lalu menggumam, "Benar juga ya?"