NovelToon NovelToon
Buku Nabi

Buku Nabi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Persahabatan
Popularitas:674
Nilai: 5
Nama Author: Equinox_

Sebagai pembaca novel akut, Aksa tahu semua tentang alur cerita, kecuali alur ceritanya sendiri. Hidupnya yang biasa hancur saat sebuah buku ungu usang yang ia beli mengungkap rahasia paling berbahaya di dunia (para dewa yang dipuja semua orang adalah palsu).

Pengetahuan itu datang dengan harga darah. Sebuah pembantaian mengerikan menjadi peringatan pertama, dan kini Aksa diburu tanpa henti oleh organisasi rahasia yang menginginkan buku,atau nyawanya. Ia terpaksa masuk ke dalam konspirasi yang jauh lebih besar dari cerita mana pun yang pernah ia baca.

Terjebak dalam plot yang tidak ia pilih, Aksa harus menggunakan wawasannya sebagai pembaca untuk bertahan hidup. Ketika dunia yang ia kenal ternyata fiksi, siapa yang bisa ia percaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Equinox_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebelum Penyelidikan

Di akademi, terdapat banyak tempat yang akan dikunjungi oleh siswanya, mulai dari perpustakaan, ruangan klub, hingga kantin yang dikunjungi saat istirahat.

Tidak biasanya Aksa dan Brian mengunjungi kantin untuk membeli makanan. Hal ini karena Aksa yang tak sempat memasak karena sudah kesiangan untuk menuju akademi.

Alhasil, ia tak membawa bekalnya yang biasa ia makan di ruangan klub bersama Brian.

“Kekeke... tak biasanya kau tak membawa bekal,” sindir Brian sambil mengambil makanan dan memenuhi piringnya.

“Yah, mau bagaimana lagi? Aku harus mandiri saat ini. Di rumah tak ada Ibuku, rasanya berat menjalani hari tanpanya.”

Mereka berdua mencari tempat duduk di antara kepenuhan kantin.

“Baiklah, Aksa, kita belum membicarakan misteri apa yang akan diungkapkan sebelum ujian,” Brian mengambil tempat duduk kosong.

Sedangkan Aksa duduk tepat di depannya. ”Entahlah, aku pun masih tidak tahu apa yang akan kita ungkap. Mungkin terkait mitos di akademi?”

“Hah? Hal sepele seperti itu tak akan menarik. Sudah kubilang buku misteri itu, kenapa kau keras kepala sekali?”

“Kau melupakan penyerangan itu? Aku pikir ada kaitannya dengan buku misteri itu dan terlalu berbahaya jika melibatkan Auriel.”

Mulut Brian yang dipenuhi oleh makanan dan tetap memaksa untuk berbicara terlihat sangat bodoh. ”Ap-pa... kah... kau... ti-dak...” Brian yang terbata-bata karena tersedak, ia meminum air. “Apa kau tidak mau menemui mereka dan membalas perbuatannya? Ini kesempatan. Dari buku itu, jika kita menyelidikinya, maka bisa saja kita menemukan mereka.”

Di tengah perbincangan itu, seorang wanita tiba-tiba duduk di sebelah Brian.

Brak!

Auriel membantingkan piringnya ke meja. “Kita harus menyelidiki buku itu. Wajib, pokoknya,” serunya.

“Kau ini bagaimana? Datang-datang langsung mengatakan hal tak jelas. Apa buku itu mengubahmu?”

“Buku itu menakjubkan, Aksa! Aku benar-benar menyukainya. Jika berkenan, bolehkah itu menjadi milikku?” Ia benar-benar antusias menceritakan apa yang terjadi ketika membuka buku yang ia pinjam.

“Huft, apa kau tak tahu bahwa buku itu mungkin berbahaya dan bisa saja suatu pihak mencelakaimu?” tanya Aksa.

“Tenang saja, aku punya pelindung rahasia,” ujar Auriel dengan percaya diri, meyakinkan Aksa sambil memegang bros yang ada di rambutnya.

Brian mengarahkan sendoknya ke Aksa. ”Sudah kubilang, mari kita bersama membongkar rahasia buku itu. Kau tak perlu mengkhawatirkan Auriel.”

Aksa benar-benar keras kepala dalam mempertahankan pendapat dan opininya. Akan tetapi, karena bujukan mereka kali ini, Aksa mulai mempertimbangkannya.

Ia menatap mata Brian yang penuh tekad dan mata Auriel yang penuh dengan antusiasme. Ia sendiri memiliki perasaan jika menolak terus, maka mereka akan menyelidiki tanpa dirinya. 'Sial,' pikirnya. 'Satu-satunya cara melindungi mereka mungkin ikut bersama mereka.'

“Baiklah. Tapi jika memang ini terlalu berbahaya, maka kita akan menghentikannya. Apa kalian setuju?”

Mereka berdua mengangguk setuju.

“Lalu, sebelum itu,” wajah Aksa menatap Auriel, tangannya menyentuh ujung jarinya sendiri seolah ragu. “Kau bisa meminjamkan bukunya kepada Brian, 'kan?”

“Baiklah,” jawab Auriel.

Aksa telah menyelesaikan makanannya, begitu pula dengan mereka berdua. ”Kita akan membicarakan lebih lanjut terkait ini dan tidak di klub.”

Alis Brian mengernyit, bertanya-tanya. ”Hm... kenapa? Tumben sekali hari ini tak ke sana.”

“Hannah di rumah sendiri dan aku harus segera pulang dengan cepat,” ucapnya dengan helaan napas singkat.

Mereka berdua paham apa yang terjadi dengan Aksa, maka dari itu mereka bertiga akan pulang bersamaan menuju rumah Aksa selesai dari akademi.

Ting... Ting... Ting...

Tiga ketukan bel berbunyi, saatnya para siswa untuk pulang.

Di perjalanan, mereka bertiga berjalan dan menikmati suasana sore hari senja yang syahdu.

Ketika mereka menikmati sambil asyik berbincang, Auriel menghampiri suatu kedai untuk membeli penganan manis untuk Hannah.

“Wah, kau tak perlu repot-repot,” ucap Aksa.

“Tak apa,” balasnya sambil memegang kantung berisi penganan penuh.

Kantong itu benar-benar penuh dan Aksa merasa bersyukur akan hal itu. Ia berpikir, tidak mudah baginya untuk membeli makanan dan penganan sepenuh itu. Jangankan membeli hal yang serupa, ia untuk meminta 20 chopper saja harus meminta izin dengan sepenuh hati terlebih dahulu kepada ibunya.

Ini menandakan bahwa perbedaan antara Aksa dan Auriel sungguh sangat terasa olehnya. Walaupun begitu, ia menatap Auriel yang membawa kantong penganan dengan perasaan hangat dan tak ada rasa iri sedikit pun.

Mereka berjalan mengikuti jalur pejalan kaki, mulai dari jalan yang mulus hingga jalan kerikil yang bergerinjil.

“Akhirnya kita sampai,” seru Brian yang melihat rumah Aksa gelap total, tak ada pencahayaan sama sekali. “Kenapa rumahmu gelap sekali seperti tak ada orang? Bukankah ada Hannah?”

Aksa ingat sekali ia mengajarkan cara-cara untuk merawat rumah sebelum ia pergi karena telat ke akademi, mulai dari memasak makanan yang mudah, menyalakan lampu, dan mencuci piring.

Akan tetapi, di rumahnya sekarang ini seperti tak ada tanda kehidupan sama sekali. Ia refleks menjatuhkan tasnya dan langsung berlari.

Brak!

Suara pintunya didobrak. “Hannah! Kau di mana?” Ia berteriak ke sana kemari mencari adiknya yang berambut perak itu.

Ia tak sendiri mencari adiknya, dibantu oleh Brian dan Auriel mencari di setiap sudut ruangan yang ada.

Setiap ruangan Aksa telusuri. Dapur kosong, kamar tidurnya kosong, kamar ibunya kosong, sampai ia sedikit pesimis dan sudah berpikir yang tidak-tidak.

Aksa mencoba menyalakan lampu dan lilin yang ada di langit-langit rumahnya, hingga pandangannya terpaku pada seorang anak kecil yang tertidur di pojokan.

Hatinya lega dan pikiran buruknya lenyap seketika. ”Hannah... kenapa kau tertidur di sini? Bukankah kau bisa tidur di kasur?” tanyanya sambil mencoba membangunkan adiknya.

Mata Hannah perlahan memandang kakaknya. Ia mencoba berdiri dan terhuyung. ”Ah, aku tak apa, Kak. Hanya tertidur sebentar.” Wajahnya menandakan kesepian dan kesendirian yang dalam saat di rumah tak ada siapa pun.

Aksa paham kenapa ia tidur di sudut rumah. Mungkin ia sangat sedih jika tidur di kasur yang sama, di tempat biasanya ia tertidur dengan ibunya. Maka dari itu, ia mencari pelarian agar tak memiliki perasaan yang berat.

Aksa mencoba meraih kantung penuh penganan yang dibawa oleh Auriel. ”Hannah, apa kamu lapar?” senyumnya dengan lembut.

Kruuk...

Perut Hannah berbunyi tak terkontrol. “Hehehe, tentu.”

Aksa mencoba menyuapi adiknya itu yang baru terbangun dan duduk di meja makan.

Meja makan rumahnya terdiri dari empat kursi, yang diisi penuh oleh para tamu dan tuan rumah. Mereka saling menikmati momen ini sebelum ke inti tujuan mereka saat ini, yaitu membicarakan langkah pertama dalam penyelidikan.

Auriel benar-benar tak memalingkan pandangannya dari Aksa sedari awal dia menyuapi adiknya.

'Jujur saja, aku tak tahu ia bisa memiliki ekspresi seperti itu,' pikirnya dengan melamun. 'Dan juga, adiknya benar-benar sangat cantik. Jika dia seorang bangsawan, maka mungkin ia sudah ditunangkan sejak dini.'

Auriel berpikir seperti itu bukan tanpa dasar, karena di Kekaisaran Shepnia, siapa pun yang memiliki paras sangat cantik pasti seorang bangsawan dan langsung dijodohkan untuk urusan politik.

Dan jika bukan seorang bangsawan atau hanya seorang rakyat jelata, maka cepat atau lambat wanita yang berparas cantik akan diculik dan dijadikan budak, beruntung jika wanita itu dilamar dan dijadikan selir oleh salah satu bangsawan.

1
Osmond Silalahi
mantap ini kelasnya
Osmond Silalahi
author, "misteri 112" mampir ya
indah 110
Nggak sia-sia baca ini. 💪
Taufik: Terimakasih atas feedbacknya
terus tunggu update selanjutnya ^^
total 1 replies
Phedra
Masa sih, update aja nggak susah 😒
Taufik: hehehe tunggu kelanjutannya ya ^^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!