CINTA BERSELIMUT LUKA

Kedua mata Mira hampir saja terlepas melihat pemandangan di depannya. Sungguh! Dia tidak menyangka kalau yang dilihatnya saat ini adalah pria yang telah mendampinginya selama bertahun-tahun.

"Papa!" Mira berteriak memanggil Pratama.

Pratama dan perempuan yang bergelayut di lengannya menoleh ke arah suara.

"Mama–"

"Brengsek! Berani-beraninya Papa berkhianat di belakangku!" Mira berteriak dengan histeris. Perempuan paruh baya itu menerjang Pratama dan menyerang perempuan muda yang bergelayut manja pada suaminya.

"Dasar perempuan ******! Berani-beraninya kau menggoda suamiku!" Mira menjambak rambut perempuan muda itu.

"Mira, hentikan! Jangan menyakiti putriku!"

"A–apa? Putrimu?" Mira melepaskan cengkraman tangannya pada rambut perempuan muda yang kini menangis ketakutan. Pratama memeluk gadis cantik itu sambil menatap Mira penuh amarah.

"Kamu benar-benar keterlaluan, Mira!" Pratama menatap wanita yang masih menjadi istrinya itu dengan penuh amarah dan kekecewaan.

Laki-laki itu sudah mengorbankan segalanya untuk wanita itu dan keluarganya, tetapi, wanita yang telah merenggut kebahagiaannya itu tidak pernah sedikitpun menghargainya.

Kini, Pratama sudah tidak tahan lagi. Pria itu kemudian meninggalkan Mira yang masih berteriak memanggilnya.

"Jadi, kamu masih berhubungan dengan wanita sialan itu?"

Langkah Pratama terhenti mendengar teriakan Mira.

"Wanita yang kau sebut sialan itu adalah istriku sebelum kau memaksaku untuk menikahimu, Mira."

"Brengsek! Jadi kamu masih bersamanya? Kau mengkhianatiku?" Mira semakin murka.

Perempuan itu bahkan tidak memedulikan orang-orang di sekitarnya yang sudah mulai mengerumuni pertengkaran mereka.

"Apa kamu sadar dengan ucapanmu, Mira?" Pratama menatap Mira dengan rasa sakit di hatinya. Kedua mata tuanya berkaca-kaca.

"Kamu lupa sudah menjadi penyebab kematiannya?"

Kedua bola mata Mira membola. Sementara itu, teman-teman sosialitanya tampak terkejut mendengar ucapan Pratama.

***

Dara baru saja sampai di kantor. Perempuan itu terlihat cantik dan elegan dengan setelan mahal yang melekat pas pada tubuhnya.

Dara duduk di kursi kebesarannya. Kedua tangannya saling meremas. Dia merasa gugup. Biar bagaimanapun, cintanya selama bertahun-tahun untuk Raditya tidak mungkin bisa hilang begitu saja hanya dalam waktu dua hari.

Tidak akan semudah itu melupakan laki-laki yang telah membuatnya jatuh cinta untuk pertama kali. Namun, rasa benci pada pria yang telah mengkhianatinya itu lebih mendominasi.

Dara membenci Raditya. Perempuan itu bertekad ingin membalas semua sakit hatinya pada lelaki yang tidak pernah menghargainya sama sekali.

"Masuk," ucap Dara saat terdengar suara ketukan pintu.

Dara berpura-pura sibuk saat terdengar pintu terbuka.

"Selamat siang, Bu." Raditya berdiri di depan Dara. Sang pemilik perusahaan yang baru kali ini ditemuinya.

Selama ini, Raditya biasanya hanya bertemu dengan Hendrawan. Lelaki yang dipercaya penuh oleh sang pemilik perusahaan.

Sebagai karyawan, Raditya bahkan tidak pernah melihat bagaimana rupa dari wanita cerdas yang selalu menutupi jati dirinya itu. Bahkan publik pun sampai dibuat penasaran karenanya.

Namun, yang membuat Raditya merasa penasaran adalah saat melihat namanya saat sebelum masuk tadi. Nama sang pemilik perusahaan ternyata sama dengan nama istrinya, Dara Jelita.

"Silakan duduk." Suara yang terdengar tidak asing itu membuat Raditya langsung mendongak.

Kedua bola matanya membola saat melihat seseorang berwajah cantik yang kini duduk penuh percaya diri di kursi kebesarannya. Wajah cantik yang sudah dua hari ini dirindukannya.

"Dara. Sayang, kenapa kamu ada di sini?" Raditya bermaksud mendekati Dara.

"Jaga sikap Anda, Pak Raditya!" Dara menatap Raditya dengan tajam. Sementara Raditya langsung membeku mendengar ucapan istrinya.

"Dara–"

"Apa Anda tidak punya sopan santun?" Dara masih menatap lelaki yang masih menjadi suaminya itu dengan tatapan tajam.

"Anda sadar saat ini sedang berbicara dengan siapa?"

"Da–Dara."

"Kamu bilang pada Pak Hendrawan ingin bertemu dengan saya bukan?"

Kedua mata Raditya membola.

"Jadi kamu–"

"Menurut Anda, kenapa saya bisa duduk di sini?" Dara tersenyum mencibir melihat keterkejutan suaminya.

"Saya dengar, Anda keberatan saya pecat dari perusahaan?"

"Sayang, ini tidak mungkin–"

"Apanya yang tidak mungkin?" potong Dara.

"Anda sudah melanggar peraturan perusahaan. Anda sangat tahu kalau perusahaan tidak bisa mentolerir pegawai yang tidak disiplin. Lalu, kenapa Anda menolak dipecat dari perusahaan padahal jelas-jelas Anda sudah melanggar peraturan?"

"Dara, Sayang, kamu Dara istriku bukan? Ini kamu 'kan, Sayang?"

"Saat saya ada di rumah, saya memang istri Anda. Tapi saat di kantor, saya adalah bos Anda!" ucap Dara penuh penekanan.

"Saya, Dara Jelita, CEO di perusahaan ini!"

BERSAMBUNG ....