"Kamu selingkuh, Mas?"
"Vina, Mas bisa jelaskan! Ini bukan seperti apa yang kamu lihat."
"Bukan, terus apa? Kamu... kamu berciuman dengan perempuan itu, Mas. Terus itu apa namanya kalau bukan selingkuh?"
***
"Vina, bukannya kamu mencintai, Mas?"
"Maaf! Aku sudah mati rasa, Mas."
***
Vina, harus terpaksa pura-pura baik-baik saja setelah suaminya ketahuan selingkuh. Tapi, ia melakukan itu demi bisa lepas selamnya dari suaminya.
Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, Vina tentu langsung melepaskan pria yang menjadi ayah dari anaknya.
Kejam? Tindakan Dimas yang lebih kejam karena menghianati cinta sucinya. Padahal Vina selama menjadi istri tidak pernah menuntut apa-apa, ia selalu menjadi istri yang baik dan taat. Tapi ternyata ia malah diselingkuhin dengan mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iindwi_z, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengirim Dimas.
Dimas masih mengelilingi kota Jakarta, masih berharap bertemu anak atau istrinya. Ketika, Dimas sudah lelah karena tidak mendapatkan apa-apa. Mobil Dimas berhenti di sebelah taman, menatap orang lalu-lalang. Hatinya sakit saat melihat keluarga yang begitu bahagia, bermain dengan anak dan istrinya. Dulu, Dimas juga seperti itu. Selalu meluangkan waktu untuk keluarga. Namun, karena kesalahannya Dimas melupakan itu. Dan sekarang, ia harus kehilangan Agam dan Vina. Dimas tidak ingin itu, Dimas harus berusaha untuk kembali pada mereka. Menjadi keluarga yang bahagia seperti dulu.
Tenggorokan Dimas terasa kering, karena ia tidak bisa menahan rasa hausnya. Dimas memutuskan untuk keluar, juga ingin menenangkan pikirannya. Namun, siapa sangka, langkah Dimas terhenti, Dimas melihat ada anaknya. Agam, anak itu sedang bermain di Playground kecil, anaknya terlihat begitu bahagia. Langkah Dimas tentu langsung tertuju pada anaknya, rasa haus tadi sudah hilang begitu saja.
Namun, langkahnya harus berhenti saat ada seseorang yang menghadangnya. Hampir saja Dimas mengumpat, namun ia urungkan saat melihat bosnya.
Ya, langkah kaki Dimas dihadang Albian. Tadi Albian izin angkat telepon sebentar, namun saat kembali ia melihat arah pandang Vina. Albian tentu langsung menghampiri Dimas, jangan sampai pria itu berhasil bertemu atau malah membawa Agam pergi.
“Pak Albian?” ucap Dimas pelan, tidak menyangka bisa bertemu dengan bosnya di sini.
Albian menatap Dimas intens, tangannya bersedekap dada. Seperti seorang guru yang habis memergoki muridnya bolos. “Ini jam kerja, kenapa kamu ada di sini Dimas?”
Dimas tersenyum kecut, mana ia lagi izin sakit. Terpaksa ia harus berbohong lagi. “Maaf Pak, saya tadi sudah izin tidak masuk kerja. Istri saya sakit, saya tidak tega meninggalkannya sendirian.” Bohong, jelas sekali Dimas bohong.
Albian mangut-mangut, tidak mempermasalahkan kebohongan Dimas sekarang. Lalu suara Albian kembali terdengar dengan sinis. “Kalau kamu tidak tega meninggalkannya, kenapa kamu ada di sini? Enggak mungkin kan istri kamu sakit kamu ajak ke taman, Dimas?”
Ingin sekali Dimas mengumpat, karena merasa bosnya terlalu ikut campur. Toh ia sudah izin ini, kenapa coba diperbesar segala.
Dimas tidak tahu saja, kalau Albian melakukan itu untuk mengalihkan perhatian Dimas saja. Sengaja sekali Albian melakukan itu agar Vina segera membawa Agam pergi dulu. Untuk menjauhkan dari pria brengsek seperti ayah Agam.
Merasa sepertinya Vina sudah pergi, Albian kembali membuka suaranya. “Titip salam untuk istri kamu ya!” ucap Albian dengan terkekeh, karena tahu salam itu tidak akan pernah sampai, orang istri Dimas malah bersama dengannya.
Dimas tersenyum canggung sambil mengangguk, setelah bosnya pergi ia langsung mencari keberadaan Agam. Tadi Dimas masih sempat melirik dan Agam masih bermain ayunan. Namun, giliran dicari anaknya sudah tidak ada. Apakah ia salah lihat? Rasanya itu tidak mungkin, Dimas masih sangat ingat dengan Agam meskipun mereka sudah jarang bersama.
Dimas mengusap wajahnya dengan kasar, ia masih berharap ada Agam, tapi nyatanya ia sudah berkeliling tapi anaknya itu tidak ada.
***
Agam tidak protes saat tangannya langsung ditarik- ibunya, karena mengira kalau ia memang sudah bermain cukup lama. Namun, Agam heran dengan wajah ibunya. Ibunya terlihat begitu gelisah, tubuhnya juga bergetar, membuat Agam khawatir dan takut.
“Bunda kenapa?” tanya Agam pelan.
Vina tersenyum kecil, kepalanya menggeleng lalu kembali mengangguk. Itu tentu membuat Agam semakin bingung, meskipun anak itu masih lima tahun, tapi Agam anak yang peka, Agam bisa merasakan kalau ibu yang melahirkannya ketakutan.
“Apa tadi ada monster atau orang jahat?” tanya Agam lagi. Namun lagi-lagi ia belum mendapatkan jawaban, ibunya masih berusaha menenangkan dirinya. Kepala Agam celingukan mencari Albian, pasalnya mereka tidak bisa masuk mobil. “Bunda, Om Bian mana?” tanya Agam lagi.
Dengan suara pelan Vina membuka suaranya, berharap Albian bisa membuat Dimas pergi. “Tunggu sebentar ya!” baru saja Vina menutup mulutnya, Albian sudah datang. Bahkan pria itu membawa minuman dingin untuk mereka.
“Langsung masuk ya, di luar panas!” seru Albian, membuka pintu belakang dan depan. Memastikan Agam menggunakan sabuk pengaman dengan benar. Begitu pun dengan Vina, sampai tatapan mata mereka bertemu. Albian tersenyum tipis, dengan mengangguk pelan. Seolah memberi tahu kalau semuanya baik-baik saja.
***
“Apa Agam puas mainannya?” tanya Albian, pasalnya mereka sudah ada di dalam mobil sekitar sepuluh menit, mobil juga sudah berjalan pulang. Namun dari tadi tidak ada yang membuka suaranya.
Agam mengangguk dengan antusiasnya, lalu tatapnya berubah sendu. “Agam bahagia Om, tapi Agam sedih tadi Bunda seperti ketakutan begitu, terus Agam diajak pulang.”
Vina menoleh, ia sendiri tidak tahu kenapa bisa seperti itu saat bertemu Dimas lagi. Vina merasa cemas dan takut, ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, tubuhnya langsung bergetar karena takut. Vina merasa bersalah Agam melihat dirinya seperti itu. Saat Vina mau membuka suara, Albian lebih dulu membuka suaranya, memberi penjelasan pada Agam.
“Karena tadi ada orang jatah. Bunda seperti itu karena takut Agam diculik. Apalagi penjahatnya suka sama anak-anak.”
“Serius om?”
“iya, untuk sekarang Agam bermain di rumah saja ya. Nanti Om belikan mainan yang banyak, biar Agam enggak bosan.”
“Iya Om, Agam takut kalau sampai diculik, nanti kalau enggak bisa bertemu bunda sama Om Lagi bagaimana?”
“Makanya, sekarang jangan keluar rumah dulu ya! Cukup di sekolah saja, dan kalau sekolah jangan pernah mau dijemput selain bunda dan Om ya. Takutnya itu orang jatah yang menyamar untuk culik kamu.”
“Siap om!”
Mendengar itu sudut bibir Vina terangkat, tidak tahu apa yang terjadi kalau tidak bertemu dengan Albian.
***
Pagi harinya Dimas merasa tubuhnya lelah semua, ia bahkan bangun kesiangan. Jangan ditanya rumahnya sekarang, rumah Dimas sudah seperti kapal pecah. Apalagi dapur, sampai mengeluarkan aroma tidak sedap. Sampah bekas makanan yang masih ada di atas meja. Belum lagi cucian piring yang sudah menumpuk.
Dimas mengusap wajahnya dengan kasar, bagaimana ia kerja kalau tidak ada kemeja yang di setrika. Dengan terpaksa, Dimas menyetrika baju yang akan ia gunakan untuk bekerja.
Lalu pergi dengan meninggalkan rumah yang benar-benar sudah seperti kapal pecah. Sampai kantor Dimas telat, bahkan pria itu juga belum sempat sarapan atau minum kopi.
Baru saja Dimas mau mendudukkan bokongnya, tapi namanya sudah dipanggil. Dimas menghela nafas berat saat diminta untuk menghampiri kepala divisinya. Dengan langkah gontai Dimas melangkah, ia tidak peduli saat teman-teman pada memperhatikan.
“Apa alasan kamu telat Dimas? Kalau telat Cuma sepuluh menit tidak masalah. Ini, kamu sampai setengah jam. Mana kamu enggak memberi tahu juga. Jangan seperti ini dong,” tegur kepala divisi Dimas.
“Maaf, Pak?” ucap Dimas pelan, kepalanya menunduk karena ia memang salah.
“Siapkan diri kamu, kamu terpilih ditugaskan di cabang luar pulau!”
Mendengar itu Dimas langsung mendongak, kenapa bisa dirinya? Padahal banyak yang lebih berkompeten.
“Pak, kenapa harus saya? Kenapa,” Dimas belum menyelesaikan ucapannya, namun sudah dipotong kepala divisinya.
“Ini perintah Dimas, kalau kamu tidak mau kamu bisa buat surat pengunduran diri!”
***
Note: terima kasih yang sudah baca ❤️
busettt pindah lobang sana sini moga moga tuh burung cepat pensiun dini biar nyaho
bahaya loh kalau kena tetangga ku dah mati dia pipis darah ma nanah terus melendung gede kasihan lihatnya tapi kalau ingat kelakuan nya ga jadi kasihan
aihhh suami mu vin lempar ke Amazon
semoga ntar karmanya persis seperti nama pelakornya "LARA", yang hidupnya penuh penderitaan apalagi dia punya anak perempuan
orang udah mati sekarang