Adaptasi dari kisah nyata sorang wanita yang begitu mencintai pasangannya. Menutupi segala keburukan pasangan dengan kebohongan. Dan tidak mau mendengar nasehat untuk kebaikan dirinya. Hingga cinta itu membuatnya buta. Menjerumuskan diri dan ketiga anak-anaknya dalam kehidupan yang menyengsarakan mereka.
Bersumber, dari salah satu sahabat yang memberi ijin dan menceritakan masalah kehidupannya sehingga novel ini tercipta untuk pembelajaran hidup bagi kaum wanita.
Simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Tinggal Di Rumah Mertua
Bab 28. Tinggal Di Rumah Mertua
POV Author
"Kita akan tinggal di rumah Mama untuk sementara. Sampai kamu benar-benar sehat bisa mengurus anak kita."
"Tapi Rumah Mama kan sempit."
"Kita pakai kamar ku yang dulu. Suly dan Lily bisa pakai kamar yang sama."
"Kenapa nggak kita aja yang pakai kamar mereka Yang? Setahu ku kamar Suly lebih besar dari kamar mu."
"Ck! Sudah jangan cerewet! Kita ini numpang."
Dua hari setelah Lola di rawat di sebuah rumah bersalin, akhirnya ia pun di bolehkan pulang setelah melunasi biaya persalinan. Ia dibawa pulang ke rumah ibu mertuanya untuk sementara sampai dirinya sehat kembali.
Rumah yang padat pemukiman penduduk itu akan menjadi kisah kehidupan Lola berikutnya dalam menjalani bahtera rumah tangganya. Lola merasa tidak akan bebas lagi jika tinggal di rumah mertuanya.
"Nah, ini kamar Jemin.Tadinya ini untuk Lily karena Jemin sudah tinggal bersamamu. Tapi kalian bisa pakai lagi kamar ini. Sini, Keysa nya Mama gendong biar kalian bisa beres-beres dulu barang-barang kalian."
"Makasih Ma." Ucap Lola kemudian menyerahkan putrinya kepada ibu mertuanya.
Ternyata tidak seburuk yang ia bayangkan tinggal disana. Di awal mula, Ibu mertuanya ternyata mau membantu mengasuh anaknya.
Jemin dan Lola pun merapikan barang bawaan mereka. Mengatur posisi tidur mereka menempatkan perlengkapan anak mereka tidak jauh dari tempat tidur itu.
"Besok kamu ambilan beberapa barang juga pakaian aku ya Yang. Pakaian kamu juga, nggak cukup yang kita bawa ini."
"Hm."
Di saat mereka sedang merapikan barang, ibunya Jemin menghampiri sambil menggendong Keysa.
"Kalian sudah makan?"
Lola menggeleng sedangkan Jemin tak menggubris pernyataan ibunya.
"Di dapur masih ada lauk. Makanlah, ini sudah malam. Kami semua sudah makan." Ujar Ibunya Jemin.
"Iya Ma."
Lola yang memang sedari tadi merasa lapar pun beranjak berdiri dan menuju ke dapur. Disana meja ia membuka tudung saji dan melihat ada sayur lodeh dan juga tahu goreng.
Lola lalu mengambil piring dan mengisi nasi yang yang tidak banyak untuk dirinya. Kemudian mengambil lauk dan mengisinya di piring tersebut. Baru lah ia membawanya ke kamar dan makan di sana.
Rumah orang tua Jemin tidak memiliki ruang tengah. Hanya ada ruang tamu, kamar, dapur dan tentunya toilet saja di rumah itu.
"Kamu nggak ambil aku?"
"Kamu mau makan?"
"Ya iya lah. Kamu kira aku nggak laper apa?!"
Lola menghentikan makannya dan meletakkan piringnya tersebut. Kemudian menuju ke dapur dan mengambilkan makanan untuk Jemin.
"Nih."
"Kok dikit?"
"Nasinya emang tinggal dikit. Aku aja ngambilnya nggak banyak, tuh lihat!"
Jemin melirik ke arah piring Lola. Lalu dengan malas ia pun mengambil piring makanannya yang sejak tadi di sodorkan Lola padanya.
Mereka pun makan seadanya malam itu. Bagi Lola, hal itu lumayan untuk menghemat pengeluaran mereka.
***
Hari demi hari pun, Lola mulai terbiasa menjalani kehidupan di rumah mertuanya. Ia membantu pekerjaan ibu mertuanya sedikit demi sedikit setelah kesehatannya berangsur-angsur pulih. Makan pun mereka sama-sama seadanya. Lola berharap dengan begini ia dan Jemin bisa melunasi cicilan mereka perlahan-lahan.
Dari keluarga Jemin yang lain terkadang membantu mereka walau tak seberapa ketika mereka berkunjung ke rumah. Keperluan seperti susu dan pempers pun terbantu dan meringankan sedikit biaya mereka.
Namun herannya, walau demikian Lola dan Jemin selalu dalam kekurangan dan kesulitan. Jemin selalu mengeluh kehabisan uang. Sedangkan Lola merasa tidak cukup dengan uang yang Jemin berikan tiap gajian. Lola pun bertanya-tanya dalam hatinya, kemana uang itu di gunakan. Apakah Jemin masih belum bisa lepas dari judi online?
"La, kamu mau buat kue? Nanti Mama bisa titipkan kue daganganmu bersama kue Mama. Uangnya bisa kamu simpan."
Lola memperhatikan wajah ibu mertuanya dengan tatapan ragu.
"Tapi Lola nggak punya modal Ma. Dan, Lola nggak terlalu bisa bikin kue."
"Nanti Mama ajarkan. Kamu bisa lihat cara Mama bikin kue setiap hari. Bantu dikit-dikit juga boleh, supaya kamu cepat belajar."
"Apa boleh begitu Ma? Lola jualannya kue apa?"
"Nanti kita pikirkan sama-sama. Yang penting kamu mau. Mengasuh Keysa kan bisa sambil di tinggal. Dia baru 4 bulan, masih bayi. Jadi paling rebahan saja."
"Iya Ma."
Ide mertuanya itu membuat peluang untuk Lola. Ia pun tampak bersemangat mendapat dukungan dari mertuanya.
Gaji Jemin tidak bisa menutupi biaya kebutuhan hidup mereka. Apalagi masih ada cicilan yang menunggu tiap bulannya.
Dengan peluang berjualan kue, Lola berharap ia memiliki pegangan di dompetnya. Karena setiap meminta pada Jemin, bukan uang yang ia dapat. Melainkan oceh kekesalan Jemin yang merembet entah kemana.
Hari pun berganti. Lola semakin rajin membantu ibu mertuanya. Lalu di minggu berikutnya, ia mulai membuat kue dan dititipkan bersama kue milik ibu mertuanya di warung-warung. Lelah, tapi ia menaruh harapan besar untuk memiliki tabungan.
Namun begitu jualan kuenya mulai lancar, cobaan selalu datang menghampiri. Ternyata tunggakan cicilan rumah sudah lewat jatuh tempo. Bahkan Lola baru mengetahui kalau ternyata Jemin tidak menyerahkan angsuran sehingga cicilan rumah menunggak selama 3 bulan. Dan akhirnya, pegawai bank pun datang memasang plang pada rumah peninggalan orang tuanya.
"Kamu gimana sih?! Huwuwu... Kamu kemanain duit angsuran rumah?! Kamu nggak tahu itu satu-satunya peninggalan orang tua ku yang paling berharga?! Tega kamu Jemiiiin!"
Sambil menangis Lola meluapkan amarahnya sampai memanggil langsung nama Jemin tanpa embel-embel sayang. Suaranya nyaring sehingga siapa saja dalam rumah itu pasti bisa mendengarkan amarahnya.
"Ck!"
"Jawab!! Kamu tuh bener-bener ya?! Pantas saja Airin sangat benci sama kamu! Percuma aku bela-belain kamu di depan orang-orang. Tapi kamu nggak mau berubah dan lihat! Apa hasilnya hah?! Apa?!"
"Ada apa ini Lola?!"
Ibu mertua Lola terlihat cemas menghampiri mereka. Suara Lola yang menggelegar mengundang rasa ingin tahunya sehingga ia bergegas masuk ke dalam rumah begitu langkahnya masuk ke halaman rumah.
"Mama tanya saja sama dia! Dia apakan uang yang dia dapat selama ini!"
"Jemin?"
"Ck! Aku cuma pakai sedikit buat main."
"Sedikit?! Kamu bilang sedikit? Gajimu nggak semua kamu berikan padaku. Angsuran rumah juga kamu tilap! Apalagi yang kamu sembunyikan dari ku?! Apa jangan-jangan... kamu juga makai..."
"Aaaaargh! Diam! Aku cuma pakai uang itu sendiri buat main game! Kamu pikir gaji ku cukup bayar cicilan rumah mu dan motormu?! Belum lagi kamu juga minta tiap bulanannya. Uang bensin dan rokok ku sampai aku irit setengah mati. Aku jadi terpaksa mengunakan beberapa pinjaman online."
"Kalau kamu pinjam, kenapa rumah masih nunggak?!"
"Kamu pikir pinjaman online nggak perlu di bayar hah?! Dasar bodoh! Aku muak dengan kebodohan mu!"
Lola terdiam dalam tangisnya. Ini kali pertama dia bertengkar hebat dengan Jemin apalagi di depan keluarga Jemin.
Otak Lola sudah tak mampu untuk berpikir lagi. Semua kusut di dalam kepalanya. Hanya kesedihan yang begitu menghantui yang ia rasakan. Membayangkan bagaimana kelak jika rumah orang tuanya tidak mampu mereka tebus kembali. Sungguh, Lola menyesal dalam hatinya.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊