Pulang Ke Indonesia. Arcilla Armahira harus mendapatkan tugas dari Kakeknya seorang Pengusaha kaya raya yang dikenal sangat dermawan dan selalu membantu orang kecil. Tetapi siapa sangka pria 70 tahun itu sering mendapatkan ancaman.
Sampai pada akhirnya terjadi insiden besar yang membuat Mizwar diserang oleh musuh saat mengadakan konferensi pers. Kericuhan terjadi membuat banyak pertumpahan darah.
Mizwar dilarikan ke rumah sakit. Arcilla mendapat amanah untuk menjalankan tugas sang Kakek.
Keamanan Arcilla terancam karena banyak orang yang tidak menyukainya seperti kakeknya yang ingin menyingkirkannya. Pengawal pribadi Mizwar yang selalu menemaninya dan mengajarinya membuat Arcilla merasa risih karena pria itu bukan mahramnya.
Sampai akhirnya Arcilla meminta kakeknya untuk menikahkannya dengan pengawalnya dengan alasan menghindari dosa.
Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka ditengah persaingan bisnis?
Apakah keduanya profesional meski sudah menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 28 Insiden.
Arbil berusaha membuktikan kepada Cilla bahwa dia tidak melakukan kecurangan apapun di pabrik tersebut.
Mereka sekarang berada di dalam ruangan Arbil. Arbil memang dipercaya untuk mengurus pabrik. Arbil miliki tanggung jawab tentang pabrik.
"Duduklah Cilla!" pinta Arbil.
Cilla mengambil tempat duduk di sofa.
Arbil kemudian mengambil laptopnya dan menghampiri Cilla.
"Kamu silakan periksa laptopku. Aku tidak menutupi apapun," ucap Arbil.
Cilla tidak menjawab dan melihat ke arah sepupunya.
"Kamu berpikiran jika aku menghapusnya sebelum mengajak kamu ke tempat ini?" tebak Arbil kemungkinan besar Cilla tidak percaya begitu saja.
"Baiklah aku akan mencoba untuk memeriksa laptop kamu sementara. Tetapi data-data dari laptop tidak bisa memperkuat bukti bahwa kamu tidak bersalah," ucap Cilla.
"Baiklah! aku akan membuktikan semuanya," ucap Arbil.
Cilla mengambil laptop tersebut dan mulai memeriksanya. Arbil kemudian membuka laci meja dan mengambil semua data-data. Dia kemudian meletakkan di atas meja Cilla.
"Kamu juga bisa periksa semua ini. Periksa ruanganku dengan teliti!" ucap Arbil menyerahkan diri kepada Cilla.
"Baiklah!" sahut Cilla.
"Aku keluar sebentar, mungkin kamu tidak nyaman jika berada di ruangan ini bersamaku," ucap Arbil.
"Baiklah! Nanti kalau aku menemukan sesuatu aku akan bawa keluar," ucap Cilla.
"Baik! Aku permisi!" ucap Arbil dan kemudian meninggalkan ruangan tersebut membiarkan Cilla memeriksanya.
Cilla memeriksa seluruh data-data yang diberikan Arbil kepadanya.
"Aku juga sebenarnya tidak percaya kalau Kak Arbil sampai melakukan hal seperti itu, selama ini aku mengenalnya dengan baik dan dia selalu bekerja dengan baik. Kakek juga tidak pernah protes dengan pekerjaannya dan apalagi mengeluh. Kak Arbil orang sangat tekun dan juga disiplin, berbeda dengan keluhan Kakek mengenai Kak Roby," batin Cilla dengan ekspresi wajahnya terlihat ragu.
"Tetapi bagaimanapun untuk membuktikan semua itu tidak cukup hanya dengan insting saja. Aku harus memeriksa secara teliti untuk membuktikan bahwa beliau memang tidak bersalah," ucap Cilla kemudian melanjutkan memeriksa data-data tersebut.
Ditengah keseriusan Cilla, dengan tiba-tiba saja ruangan itu dipenuhi asap dengan sangat cepat. Cilla baru menyadari itu saat hidungnya mencium sesuatu dan membuatnya batuk-batuk.
Uhuk-uhuk-uhuk.
"Ada apa ini?"
"Kenapa tiba-tiba banyak asap seperti ini?"
Cilla seketika menjadi panik dengan cepat berdiri dari tempat duduknya.
"Dari mana api ini berasal? Apa ada kebakaran diluar?" tanyanya dengan panik.
"Tolong!"
"Tolong!"
"Tolong!"
Cilla mengipas-ngipas hidungnya dengan batuk-batuk yang mencoba untuk meminta pertolongan. Kepanikannya semakin menjadi-jadi saat membuka pintu ruangan tersebut dan ternyata dikunci dari luar.
"Ya Allah bagaimana ini?"
"Tolong!"
"Tolong buka pintunya!"
"Di dalam ada orang!" Cilla berteriak-teriak.
Entah dari mana berasal api tersebut memenuhi ruangan itu dengan sangat gelap. Rasyid ternyata tidak bisa membiarkan istrinya pergi sendirian, mengetahui bahwa Cilla menuju pabrik dan kemudian Rasyid menyusul dengan mobilnya yang sudah berada di depan pabrik dengan beberapa lantai itu.
Rasyid keluar dari mobil dengan menghela nafas. Matanya melihat ke arah atas. Rasyid mengerutkan dahi saat melihat jendela dipenuhi dengan asap.
"Apa itu?" tanyanya penasaran.
Rasyid kemudian menghampiri pelayan yang dibawa sila dan sejak tadi menunggu di luar.
"Tuan!" sapa pelayan itu dengan menundukkan kepala.
"Di. Mana Cilla?" tanya Rasyid.
"Tadi bersama tuan Arbil memasuki pabrik, kemudian saya tidak melihat Nona Cilla keluar bersama tuan Arbil. Tuan Arbil pergi entah ke mana," jawab Bibi.
"Apah!" pekik Rasyid terlihat begitu panik dan kemudian langsung buru-buru pergi memasuki pabrik tersebut
"Tuan!" panggil Pelayan.
Rasyid berlari sekencang mungkin sampai akhirnya dia menemukan asap berasal dari salah satu ruangan. Insting Rasyid benar-benar kuat menghampiri ruangan tersebut, membuka pintu dan ternyata pintu itu terkunci.
"Kurang ajar!" umpat Rasyid dengan penuh amarah dan mendobrak pintu tersebut.
Tidak sulit bagi Rasyid hanya dengan menendang dan pintu itu terbuka. Rasyid seketika mengipas wajahnya di saat ruangan itu dipenuhi asap. Tetapi tidak ada percikan api sedikitpun.
"Cilla!" panggil Rasyid memasuki ruangan tersebut dengan mengambil sapu tangan di kantong celananya untuk menutup hidungnya.
"Cilla kamu di mana?"
"Cilla!" Rasyid sejak tadi berteriak tidak mendengar sahutan.
"Cilla kamu baik-baik saja?"
"Cilla!"
Sampai akhirnya kakinya menyenggol tangan Cilla. Rasyid langsung melihat ke bawah dan ternyata istrinya sudah tidak sadarkan diri tergeletak di lantai.
"Cilla bangun!"
"Cilla!"
Rasyid mengangkat kepala itu dengan menepuk-nepuk pelan pipi Cilla dan tetap saja tidak ada respon sama sekali.
"Cilla bangunlah!"
"Cilla!"
Akhirnya Rasyid menggendong Cilla ala bridal style, membawa istrinya itu dengan cepat keluar dari ruangan tersebut.
Para pekerja di pabrik baru menyadari ada asap yang begitu banyak ketika pintu itu dibuka. Mereka baru heboh menyelamatkan diri masing-masing keluar dari pabrik tersebut dan sementara Rasyid masih menggendong istrinya yang tidak sadarkan diri.
Akhirnya Rasyid berhasil keluar dari pabrik tersebut dan begitu juga dengan orang-orang yang ada di dalam pabrik yang sudah penuh kehebohan memenuhi halaman pabrik. Scurity juga buru-buru memanggil pemadam kebakaran.
"Cilla!" Arbil baru saja tiba kembali di pabrik dan keluar dari mobil melihat suasana mencekam terjadi di pabrik dan Arbil menghampiri Cilla.
"Apa yang terjadi padanya?" tanya Arbil panik.
"Minggirlah!" hanya jawaban dengan suara berat itu dikeluarkan Rasyid karena Arbil telah menghalangi jalannya.
"Aku baru saja bertanya padamu dan apa salahnya menjawab," sahut Arbil.
"Aku tidak punya waktu menjelaskan kepadamu. Aku harus membawanya ke rumah sakit!Minggir!" tegas Rasyid.
"Cilla adalah sepupuku dan apapun yang terjadi padanya juga merupakan tanggung jawabku, aku akan ikut ke rumah sakit!" ucap Arbil dan bahkan ingin mengambil Cilla dari gendongan Rasyid dan jelas hal itu tidak dibiarkan Rasyid menjauhkan dari Arbil.
"Jangan lupa bahwa dia istriku! Kau tidak memiliki hak apapun untuk menyentuhnya!" ucap Rasyid penuh dengan penegasan dan kemudian berlalu dari hadapan Arbil.
"Cilla!" Arbil sepertinya tidak bisa menyusul Cilla. Karena bagaimanapun dia harus mengurus pabrik yang terbakar dan tanggung jawabnya berada di sana.
"Apa yang terjadi sebenarnya? kenapa tiba-tiba ada kebakaran seperti ini," ucap Arbil memijat kepalanya semakin berat.
****
Rumah sakit.
Cilla berada di salah satu ruang perawatan dengan selang infus berada di punggung tangannya dan juga alat pernapasan. Begitu Rasyid sampai rumah sakit langsung ditangani oleh Dokter.
"Tuan tidak perlu khawatir, gas beracun di tubuhnya sudah dikeluarkan dan insyaAllah kondisi Nona Cilla akan segera membaik," ucap Dokter memberi informasi tentang keadaan Cilla.
"Gas beracun, jadi dugaanku benar jika tidak terjadi kebakaran melainkan asap yang diakibatkan gas beracun di dalam ruangan itu," batin Rasyid.
"Kalau begitu saya permisi dulu. Jika tuan membutuhkan sesuatu maka bisa memanggil saya," ucap Dokter itu.
"Baiklah! saya ucapkan sekali lagi terima kasih karena sudah menangani dengan cepat," ucap Rasyid.
"Itu sudah menjadi tugas kami," jawab Dokter dengan menundukkan kepala dan kemudian dia berlalu dari hadapan Rasyid.
Rasyid kemudian mengambil ponselnya dari saku celananya.
"Metta aku ingin kamu ke pabrik dan periksa apa yang terjadi di pabrik, termasuk ruangan Arbil!" titah Rasyid berbicara melalui telepon tersebut.
"Baiklah," sahut Metta dan kemudian mereka mengakhiri panggilan telepon mereka.
"Aku yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres," batin Rasyid dengan menduga-duga.
Bersambung.....
penuh rahasia