Hong Zhi Shi, seorang putri dari garis keturunan Klan Dewa Pengetahuan. Cantik sudah pasti, karena ia seorang Dewi yang tinggal dialam surgawi. Pintar, tak perlu ditanya lagi, secara Klannya adalah Dewa pengetahuan.
Hidup abadi, cantik, pintar, tinggal dialam surgawi yang semua serba indah dan ada, tentu menjadi anugerah diingini banyak manusia.
Tapi akibat ia menolak lamaran Dewa neraka untuk menjadikannya selir, Hong Zhi Shi dijatuhi hukuman. Ia akan menjalani hidup dialam dunia fana dalam tiga kali masa kehidupan.
Ada banyak misi yang harus ia emban, salah satunya mendapatkan cinta tulus dari seorang pria yang juga ia cintai. Karena hanya dengan itu, Hong Zhi Shi akan kembali bisa hidup dialam surgawi setelah kematiannya didunia fana.
Entah dikehidupan yang keberapa cinta itu akan ia dapatkan, pasalnya sudah enam kehidupan sudha ia jalani. Sekarang dimasa ini, adalah kehidupannya yang ketujuh.
Bagaimana kisah Hong Zhi Shi dikehidupan ketujuh ini..?
Mari ikuti kisahnya..!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Datu Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Jang Lei
Jang Lei tiba didesa ketika matahari baru saja menampakkan diri diufuk timur. Pria matang itu memilih melakukan perjalanan dini hari, setelah semua tugasnya selesai.
Ada waktu tiga hari baginya untuk beristirahat didesa, sebelum nanti ia akan keIbukota Taming untuk mengantarkan tahanan pemberontak dan juga menyampaikan pesan rahasia kepada pengawal kepercayaan kaisar.
Nampak para buruh bangunan sudah sibuk melakukan aktifitasnya, menggali tanah untuk mendirikan pondasi.
Jang Bing dan Bai Fang ikut membantu setelah menyirami lahan pertanian. Wang Chun dan beberapa tetangga juga turut serta, tapi cuma sampai dibagian menggali tanah saja.
Selebihnya akan dikerjakan oleh buruh yang sudah dibayar Jang Lei.
"Kakak, aku ingin membicarakan sesuatu." ucap Jang Lei.
Netra Jang Mei langsung meruncing, menatap penuh selidik sang adik. Bias rona tersipu, menyembul diwajah tegas Jang Lei.
"Ada apa...?"
Jang Lei mengusap tengkuknya gemas, entah pergi kemana keberaniannya. Kenapa tiba-tiba lelaki itu merasa amat malu dan takut.
"Em, aku ingin melamar seseorang." ucapnya lirih mendesis ngeri.
Pupil Jang Mei membola seketika, sebelum akhirnya wanita paruhbaya itu tersenyum lebar lalu terpik girang.
"Kakak...!" seru Jang Lei semakin tersipu.
"Siapa gadis itu..?" tanya Jang Mei bersemangat.
Jang Lei meringis mengingat status wanita yang ia sukai. "Jing Jie, putri kepala desa ." jawabnya menatap sang kakak untuk melihat bagaimana reaksinya.
Alis Jang Mei merajut dengan dahi mengernyit tipis "kapan kamu mengenalnya...?" tanyanya.
"Waktu membeli tanah. Aku melihatnya duduk melamun didepan jendela. Setelah itu aku selalu mengawasi dan mencari tahu tentangnya."
"Kau sungguh-sungguh menyukainya..?"
Jang Lei menggangguk tegas "iya...!"
Jang Mei tersenyum, memegang kedua telapak tangan kokoh sang adik. "Kapan kita akan melamarnya..?"
Kedua sudut bibir Jang Lei saling menarik "kakak setuju..? Tidak marah kalau aku menikahi Jing Jie...?"
"Kenapa harus marah..? hidup dan mati itu sudah menjadi takdir dari langit, kita tidak bisa mengutuk orang lain atas ajal seseorang. Jing Jie juga pasti sangat bersedih atas kejadian itu, bagaimana bisa kita menambah luka hatinya dengan menyalahkannya..?"
Jang Lei memeluk tubuh Jang Mei erat "terimakasih kakak, terimakasih...!"
Jing Jie, berusia dua puluh lima tahun. Putri ketiga kepala desa Sing-ji. Diusianya yang kelima belas tahun, ia sudah menyandang status janda.
Janda kembang alias janda masih perawan.
Pada zaman ini jika wanita sudah dilamar, itu berarti statusnya sudah menjadi istri. Bahkan banyak yang hanya proses lamaran dan saling bertukar mahar, mereka sudah langsung tinggal serumah.
Contoh saja seorang selir. Diambil dari rumahnya dengan diberi mahar, lalu dibawa kerumah lelaki dan langsung melakukan ritual penyempurnaan ikatan.
Suami Jing Jie meninggal dunia dua hari sebelum upacara pernikahan, karena diterkam harimau saat berburu dipegunungan Ganxi.
Kejadian itu langsung dikaitkan dengan Jing Jie yang dianggap membawa sial. Jadi sejak saat itu tidak ada lelaki yang melamarnya lagi. Para keluarga yang memiliki putra juga tidak sudi.
Padahal Jing Jie amat sangat cantik rupawan.
Perempuan yang mau atau baru menikah tapi suaminya meninggal dunia, sakit atau tertimpa kesialan lain, diangkap membawa kutukan. Mitos kepercayaan kuno memang sangat kental pada era ini.
"Akhirnya aku mempunyai adik ipar. Ah..! sudah tidak sabar mendapat keponakan." ucap bahagia Jang Mei.
Jang Lei mendesis, kakaknya sungguh amat berlebih. Melamar dan diterima saja belum, ini sudah sampai kekeponakan.
"Tunggu sebentar...!" ucap Jang Mei berlalu kekamarnya.
Tak lama wanita itu muncul sembari membawa peti kayu berukuran sedang dan diberikan pada sang adik.
Dahi Jang Lei mengernyit kasar, ia lalu membuka peti itu dan langsung mendelik.
"Itu semua milikmu, gunakan ini untuk membeli mahar dan kebutuhan rumah tanggamu." kata Jang Mei.
"Maksud kakak apa..?"
Jang Mei pun menjelaskan dari mana asal muasal koin emas itu.
"Kakak, aku memberikan koin itu untuk kebutuhanmu dan keponakanku. Kenapa tidak kau gunakan..? kenapa kau lebih memilih menderita dan kelaparan dari pada menggunakan koin dariku..?" ucap Jang Bing bergetar dengan netra memanas.
"Kau tahu bukan bagaimana tuan dan nyonya Hong..? Kalau aku menggunakan pemberianmu, yang ada bukan aku dan kedua ponakanmu yang menikmati."
"Lalu bagaimana kakak bisa menyimpan ini semua..?
"Aku menitipkannya kepada Jia'er setiap kali dia datang dan kemarin waktu Jia'er kemari dia membawanya."
Jang Lei menyerahkan peti berisi 100 koin emas pada Jang Mei lagi.
"Aku sudah memberikannya pada kakak, jadi ini adalah milikmu. Kakak pakai untuk membeli apa yang kakak mau."
Jang Mei menggeleng "aku tidak memerlukan apa-apa lagi, semua kebutuhanku sudah dipenuhi oleh keponakanmu. Ambillah, gunakan untuk masa depan rumah tanggamu."
"Tidak mau...!" tegas Jang Lei "aku masih ada , bahkan bisa menyukupi kebutuhanku sampai lima tahun kedepan."
Kakak beradik itu berdebat sengit, tak ada yang mau mengalah. Sampai akhirnya Jang Mei mengambil jalan tengah.
"Untuk maharmu biar kakak yang beli menggunakan koin ini, sisanya akan aku gunakan untuk kebutuhanku."
Akhirnya Jang Lei pun pasrah dan patuh mengikuti pengaturan sang kakak.
Kabar perihal itu disambut sukacita oleh Jang Bing, Yu Lan, Su Zihan dan Wang Chun.
Wang Chun langsung mendatangi kediaman kepala desa Jing, mengabari jika besok malam keluarganya akan berkunjung dan diharapkan semua kerabat kepala desa bisa berkumpul.
Tentu saja kepala desa bingung dan bertanya-tanya ada apakah gerangan, tapi Wang Chun tidak mengatakannya.
Jang Mei dan Yu Lan pergi keibukota esok siangnya. Mereka membeli empat gulungan kain sutra terbaik, gelang dan cincin giok kualitas nomor satu, sepatu sutra, hiasan kepala perak dan kosmetik. Yang menghabiskan dua puluh koin emas.
Selain barang-barang itu, Jang Mei juga akan memberikan lima koin emas sebagai pelengkap mahar, jika lamaran mereka diterima.
KAIN SUTRA TIONGKOK
trusss semangat ya thorrr💪💪💪