Lin Pan mendapati kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Dikhianati dan dikuasai oleh amarah, ia kehilangan kendali—dan membunuh keduanya dengan cara yang brutal.
Namun takdir mempermainkannya. Sesaat setelah perbuatan itu, sebuah tas jatuh dari lantai atas dan menimpanya. Bukannya mati, Lin Pan justru terbangun di dunia lain… dalam tubuh seorang bocah 17 tahun bernama Mo Tian, murid sekte rendahan yang selalu dihina dan diremehkan.
Di tengah keputusasaannya, Mo Tian menemukan sebuah teknik terlarang — Blood Devour Technique, kemampuan mengerikan yang memungkinkannya menyerap dan mengendalikan darah musuhnya.
Dengan kekuatan itu, ia bersumpah untuk membalas setiap penghinaan… dan menulis ulang takdirnya dengan darah.
📷 IG: @agen.one
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
028: Buku dan dokumen penting
Xie membuka mata, bayangan pertama yang muncul di benaknya adalah wajah rupawan Mo Tian. Senyum tipis terukir di bibirnya.
"Aku harus bertemu dengannya lagi," bisiknya dalam hati. Setiap kali memikirkan Mo Tian, jantungnya berpacu tak karuan, seolah ingin melompat keluar. Kerinduan itu begitu kuat, tapi Xie tahu ia tak bisa hanya datang tanpa alasan.
Di sini, ia adalah seorang mata-mata, dan tugas utamanya adalah menyampaikan informasi penting kepada pujaan hati. Informasi itu haruslah sesuatu yang berharga, sesuatu yang akan menjamin pertemuannya.
"Lebih baik aku curi beberapa buku penting milik sekte saja," tekadnya sambil meremas dada. "Itu akan jadi tiket pertemuanku."
Tak peduli sakit di sekujur tubuhnya—sisa-sisa kejadian sebelumnya—Xie melompat turun dari ranjang. Dorongan untuk bertemu Mo Tian jauh lebih kuat dari rasa sakit apa pun.
Ia melangkah keluar, menarik napas lega saat mendapati lorong sepi. "Fiuuuh, syukurlah mereka tidak ada," gumamnya senang. "Pasti sedang latihan bersama Tuan Zhao Lei untuk persiapan turnamen."
Ini berarti pengamanan pasti sedikit longgar. Dengan langkah hati-hati, Xie menyusuri lorong panjang yang hanya diterangi obor-obor.
Tujuannya sudah di depan mata. "Sial, ada dua orang yang berjaga," desisnya. "Bagaimana caranya aku bisa menyingkirkan mereka?"
Setelah berpikir sejenak, sebuah ide muncul di benaknya. Dengan hati-hati, Xie berjalan mendekat, berusaha terlihat setenang mungkin.
Kedua penjaga itu langsung menyadari kedatangannya.
"Xie! Kenapa kau kemari? Kau mencari Tuan Zhao Lei? Beliau sedang pergi latihan bersama murid-murid," kata salah satu penjaga tanpa sedikit pun curiga, memberitahukan hal yang sudah Xie ketahui.
"B-begitu ya," jawab Xie, berusaha bersikap wajar. "Aku... Tuan menyuruhku mengambil barang dari ruangannya."
Meskipun Xie mencoba tenang, kegugupannya jelas terlihat. Sebagai mata-mata amatir, ia kesulitan menyembunyikan kecanggungan.
Kedua penjaga saling pandang. Mereka lalu menoleh ke arah Xie. Ditambah tatapan penuh selidik itu, Xie langsung menelan ludah, yakin dirinya sudah ketahuan. Kepanikan memuncak ketika salah satu penjaga meletakkan tangan di bahunya. Xie hanya bisa menyunggingkan senyum canggung, matanya dipenuhi kecemasan.
"Ternyata kau belum sembuh total, ya? Lebih baik kau istirahat dulu! Tuan Zhao Lei pasti akan mengerti kalau kau belum pulih," kata penjaga itu, salah mengira. Mereka menyangka sikap aneh, canggung, dan keringat dingin Xie adalah efek dari memaksakan diri bekerja saat sakit.
"Betul sekali! Cepatlah beristirahat setelah mengambil barang di dalam. Jangan memaksakan diri, Xie!" timpal penjaga yang lain, setuju.
Xie menghela napas lega. Ia tersenyum canggung. Ternyata mereka sama sekali tidak curiga. Kepercayaan Tuan Zhao Lei padanya—yang memercayakan Xie mengambil harta milik Han Wu—rupanya menjadi tamengnya.
Xie memasuki ruangan Tuan Zhao Lei. Kemewahan langsung menyergap matanya: kursi berlapis emas, meja emas, dan perabotan mahal lainnya. Ruangan luas yang dirancang untuk seorang penguasa itu dipenuhi rak-rak berisi buku dan dokumen penting yang hanya boleh diakses oleh segelintir orang.
Ia langsung menuju rak buku dan dokumen rahasia. Dengan sangat hati-hati, agar tidak menimbulkan suara yang menarik perhatian penjaga, Xie mulai mengambil beberapa buku dan dokumen. Ia tak boleh berisik.
Proses ini memakan waktu beberapa menit. Untuk seorang bawahan, waktu ini terbilang cukup lama. Jika ia tidak segera keluar, penjaga pasti akan curiga.
"Tenang, Xie! Ini demi dia," ia menenangkan diri.
Setelah sedikit lebih tenang, Xie menyembunyikan buku-buku yang ia curi di balik bajunya. Satu gulungan ia pegang di tangan, sebagai "bukti" tugas yang ia jalankan.
Ia berjalan perlahan menuju pintu. Begitu pintu terbuka, kedua penjaga menoleh.
"Sudah selesai?" tanya salah satu penjaga.
Xie mengangkat gulungan di tangannya. "Sudah! Kalau begitu, aku pergi dulu, ya?"
Kedua penjaga mengangguk. "Ya, jangan lupa istirahat."
Xie bergegas pergi, langkahnya dipercepat. Ia merasa tidak nyaman berlama-lama di sana.
Kedua penjaga hanya menatap punggung Xie yang menjauh.
"Hei, kau tidak merasa aneh dengan Xie?" tanya salah satu penjaga kepada temannya. "Sikapnya beda, ya?"
"Hmm, ya juga. Biasanya kan dia sinis dan sombong. Sekarang jadi ramah sekali," jawab yang lain. "Apa ini efek sakit, ya?"
"Bisa jadi! Tidak mungkin kan kalau dia sedang jatuh cinta? Pasti karena sakit!" Mereka tertawa. Sikap sinis dan sok jual mahal Xie selama ini membuat mereka tak percaya ada pria yang bisa meluluhkan hatinya.
...****************...
Buat temen-temen yang ingin mendukung dan menyemangati author agar tetap bisa update bisa novel ini, bisa sawer ke sini ya
-Dana:085210275637
-Gopay:085210275637
😴😴😴☕