Beberapa orang terkesan kejam, hanya karena tak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kata-kata mengalir begitu saja tanpa mengenal perasaan, entah akan menjadi melati yang mewangi atau belati yang membuat luka abadi.
Akibat dari lidah yang tak bertulang itulah, kehidupan seorang gadis berubah. Setidaknya hanya di sekolah, di luar rumah, karena di hatinya, dia masih memiliki sosok untuk 'pulang' dan berkeluh kesah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulbin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Kesepakatan
Sepanjang perjalanan pulang, Nayna masih saja bergeming tanpa mengindahkan bujuk rayu ayah dan ibu. Pikirannya kacau, semrawut, bagai benang kusut yang tak jelas ujung pangkalnya. Dia ingin berteriak, ingin memaki, namun semua tertahan oleh tatapan ayahnya yang begitu dalam.
Alih-alih menunggu pagi untuk pulang sesuai rencana, kedua orang tuanya sepakat untuk membawa Nayna pulang, tepat tengah malam. Anas, Mila dan Sekar, mengantar mereka sampai tiba di depan rumah.
"Kamu nggak mampir dulu, Nas? Kasihan gadismu itu, ngantuk berat. Biar pulang besok aja." Rahmat membantu anak istrinya turun, sementara Anas dan Mila menjawab sopan dan berlalu pulang.
Nayna cepat menuju kamar. Lelah tubuhnya tak lagi terasa, saat dia mendengar sendiri, siapa dan bagaimana perlakuan orang tua kandungnya, yang tak lain tante Fitri, adik ayahnya sendiri.
Nayna terisak, kata demi kata dari beberapa orang di sana, kembali terngiang dalam telinga.
"Aku nggak minta dilahirkan, aku juga nggak menuntut ini itu. Kenapa dia begitu membenciku? Apa salahku? Bukankah benar perkataan Ayah, ini semua karena tingkah lakunya sendiri dan lahirlah aku sebagai korban yang terus disalahkan."
Nayna menggumamkan isi pikirannya, sembari menatap ke luar jendela. Di mana langit malam terasa tenang, dengan kerlip bintang dan cahaya lembut dari rembulan.
Beberapa saat kemudian, Nayna mengalihkan fokusnya ke arah ponsel yang tergeletak diam di atas meja. Tangannya terulur, membuka layar gelap yang kini menyala dengan barisan aplikasi di sana.
Nayna membuka aplikasi instagram, melihat ada pesan masuk di sana, lalu membuka dan membacanya.
Dari Langitbiru yang kembali mengulang permintaan untuk bertemu. Pesan itu dikirim dua hari lalu, dan Nayna baru membukanya sekarang.
Tak berniat membalas, Nayna beralih ke beranda dan melihat beberapa postingan, termasuk Sandy_kalap.
Dia mengunggah siluet dua orang yang terlihat sebagai laki-laki dan perempuan. Namun, hati Nayna berdesir, kala matanya semakin detail memperhatikan gambar itu. Dengan cepat, dia beranjak ke sudut kamar, mencari sesuatu di dalam kotak kardus yang kemarin lalu dirapikan.
Tangannya gemetar saat menyentuh sebuah bingkai foto. Dia membawa ke meja, mengamati dan mengalihkan pandangan ke layar ponsel, di mana foto dari Sandy masih terpampang jelas.
Gambar yang sama, hanya saja di dalam postingan itu Sandy memberi efek blur dan warna hitam putih.
Jadi, dia masih nyimpen juga?
Saat dia ingin mengirim pesan pada laki-laki itu, tanpa sengaja, Nayna melihat unggahan story di akun pertama.
"Syukur deh kalau dia udah nggak ngejar lagi," gumam Nayna ketika membaca kata-kata perpisahan dengan sebuah gambar teratai di akhir kalimatnya.
*
Keesokan harinya, Nayna kembali ke sekolah. Meski rasa kantuk masih bergelayut manja di pelupuk mata, namun dia teringat jika hari ini adalah senin. Hari di mana jadwal piket dilanjut upacara dan pelajaran Mr. Jhon setelahnya.
Tania segera mendekat, saat Nayna baru saja mendaratkan tubuh di kursinya. Tanpa basa-basi, dia merangkul bahu temannya lalu berbisik.
"Nay, udah tahu belom? Aksara kemaren jalan sama Vita. Ah, jangan-jangan mereka jadian? Trus kamu gimana, Nay?"
Nayna yang awalnya diam, kini menoleh tanpa suara. Tatapan tajam menusuk Tania, membuat gadis itu melepas pelukan dan menepuk pelan lengan temannya.
"Ih, jangan gitu, Nay. Serem tahu."
Di saat yang sama, Aksara datang dengan wajah dingin seperti biasa. Namun, diam-diam Nayna sempat melirik dan mendapati Aksara yang juga mencuri pandang ke arahnya.
Ah, apaan sih. Dia udah punya cewek, Nay. Inget, dia milik Vita.
Ruang kelas semakin ramai oleh para penghuninya yang berdatangan. Riuh rendah suara mereka terdengar bagai dengung kumbang di taman kembang.
Di ambang pintu, muncul Sandy dengan pakaian rapi. Dasi, ikat pinggang dan topi yang masih terlihat baru, membuat penampilannya bak anak SD di hari pertama sekolah.
"San, lo kesambet? Tumben, rapi bener."
"Pangling, Bro!"
"Gue kira ada anak baru di kelas kita."
"Aneh banget lihat lo kayak gini. Nggak pantes."
"Haha."
Banyaknya komentar tak membuat Sandy membuka mulut. Dia tetap tenang menuju tempat duduknya lalu membuka buku catatan dan sibuk di sana.
Sontak saja, perubahan itu membuat seisi kelas terheran. Nayna juga menatap penuh tanya pada sosok teman masa lalunya itu.
Kedekatan yang dulu terasa tanpa tabir, kini menjadi asing bahkan untuk saling menyapa pun ada rasa sungkan yang selalu hadir.
Momen itu tak lepas dari pengamatan Aksara. Dia yang sejak tadi diam di tempat sambil mendengarkan, tiba-tiba terkejut saat secarik kertas diletakkan dengan kasar di atas mejanya.
Oke, gue ikutin permainan lo!
**
Sehari sebelumnya, ketika minggu pagi dan olahraga menjadi rutinitas di hari libur (bagi sebagian orang), Aksara tak sengaja bertemu dengan Sandy di lapangan. Mereka saling mengobrol, tentu tanpa sepengetahuan Vita yang saat itu masih ada di sana.
Keduanya membicarakan hal-hal random, bahkan Sandy juga menceritakan dua orang m3sum yang dia temui.
"Ya kan bisa aja mereka butuh hiburan. Lo aja yang mikir ngeres," ucap Aksara sembari menenggak habis minumannya.
"Apa? Gue mikir ngeres? Coba lo pikir, cowok ngambil gambar cewek sexy, apalagi yang baju sama celana mirip lepet, udelnya kek penari Indiahe, trus itunya diekspos ke mana-mana, buat apa coba? gue nanya ke lo. Masa iya mereka ngambil foto atau video itu buat nakutin tikus? Ya kalo tikus berdasi mah nggak tahu ya,"
Belum selesai berkata, Aksara sudah lebih dulu memukul kepala Sandy dengan botol yang telah kosong.
"Lo bisa diem nggak?"
Seketika, keduanya bergeming. Hening. Dan entah siapa yang memulai, mereka kembali berbincang dengan topik wanita, Nayna.
"Gue udah pikirin lagi buat deketin Nayna, apa pun hasilnya. Gue akan berusaha untuk itu. Menurut lo gimana?" tanya Aksara yang menoleh dengan tatapan serius.
Sandy tak langsung menjawab, pikiran dan hatinya berperang. Suara Aksara kembali terdengar, dingin, namun mencekam.
"Gue harap, lo tahu diri untuk nggak deketin dia juga. Cukup Yoga yang pernah ada di hidupnya. Kali ini biarkan gue yang gantiin posisi itu." Aksara membuang pandangan, menghindari tatapan Sandy yang tajam seakan busur yang melepas ribuan panah ke arahnya.
"Gue juga akan deketin dia. Dengan versi Sandy, bukan Yoga." Suara Sandy sedikit bergetar, ada gejolak emosi yang muncul di hati.
Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Mengamati lalu lalang orang yang berlari atau sekedar jalan santai melewati mereka.
"Oke, kali ini gue tantang lo. Siapa yang bakal dapetin Nayna, dia pemenangnya. Gimana?"
Sandy tak menjawab, dia bangkit dan berlalu pergi, meninggalkan Aksara yang menatapnya dengan dahi berkerut.
***