NovelToon NovelToon
Whispers Of The Enchanted Realm

Whispers Of The Enchanted Realm

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: MllyyyStar

Luna Delfina berprofesi sebagai seorang penulis di hidupnya, ia memiliki cukup banyak pengikut setia yang selalu mendukung setiap karyanya.

Suatu hari muncul satu komentar misterius di karya tulisannya yang pada akhirnya membawa dirinya ke dalam Dunia Karya Ciptaannya tersebut.

Segala cara telah ia lakukan agar dapat terlepas dari ikatan dunia ini, namun tak ada satupun cara yang berhasil. Satu-satunya jalan terakhir baginya adalah dengan menjodohkan kedua Pemeran Utama sesegera mungkin agar ia dapat segera terlepas dari tanggung jawabnya sebagai seorang Pemeran yang tidak diketahui Perannya disini.

Apakah ia dapat berhasil menjodohkan mereka di tengah badai-badai konflik yang ditulis olehnya sendiri? Ataukah semua tindakannya ini malah membuatnya terjerumus lebih dalam? Dan.. Siapakah orang misterius itu?

Ayo baca drama seorang Penulis kecil ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MllyyyStar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 28 Interaksi Kecil

Saat sore mulai merayap, langit tampak mendung dengan awan-awan gelap yang menggantung rendah.

Di Lereng Bukit, tetesan air hujan mulai jatuh perlahan, suara kicauan burung merendah dan desiran angin yang berselimutkan embun terdengar samar.

Josie melihat ke bawah, lembah-lembah di bawah Bukit seolah terselimuti oleh kabut tipis. Dan langit mulai semakin bertambah gelap.

“Teman-teman, apakah kita akan terus meneruskan Perjalanan? Hari sudah mulai gelap.” Tanyanya.

Chelsea memandang ke atasnya, memeriksa langit. “Benar juga.. Leon, apa Desa The Las Catania masih jauh?”

“Tidak, tempatnya sudah dekat. Hanya perlu sedikit berjalan di depan dan menuruni Bukit ini untuk kita dapat sampai di Desa itu.” Ujar Leontius.

“Jadi?” Edwin bertanya, ia menjatuhkan tubuhnya di bawah salah satu pohon rindang yang berada disana. Bersandar pada pohon karena merasa cukup lelah setelah berjalan jauh seharian ini.

“Melihat yang lainnya juga sudah lelah, apa sebaiknya kita melanjutkan Perjalanan besok saja?” Usul Sierra, memecah keheningan sesaat.

Alsean menoleh ke arah Leontius dan mereka mengangguk setuju. “Baiklah, lakukan itu.”

Mereka berbagi tugas. Alsean dan Leontius menyiapkan tenda, Vandore dan Edwin menyiapkan Penghangat. Elena dan Sierra menyiapkan makanan, Josie, Chelsea dan juga Luna membangun Pelindung Transparan di sekitar tempat Peristirahatan mereka.

“Hei, namamu Luna kan?” Bisik Josephine.

“Ya?” Luna memandangnya, menunggu sejenak.

“Aku Josephine. Kau bisa memanggilku Josie ataupun Jo, Jojo.” Katanya, mengulurkan tangannya.

“Em.. Baiklah.” Luna menyalaminya dengan sedikit rasa canggung meski gadis itu tidak terlihat sama dengannya.

“Zaman apa ini, apakah perkenalan masih dilakukan dengan menggunakan salaman?” Chelsea menyambung.

“Panggil saja aku Chelsea. Mulai sekarang kita adalah teman. T-e-m-a-n, teman.” Eja nya.

Rambut Cokelat dengan mata Hazel. Kulit sawo matang yang cenderung kecoklatan, ia memiliki sifat yang periang dan Kemampuannya cukup untuk membuatnya layak untuk bergabung menjadi salah satu Anggota The Guild of Ethereal Minds.

“Senang berjumpa dengan kalian.” Ucap Luna, tersenyum.

“Para Karakterku.” Lanjutnya dalam hatinya.

“Jangan sungkan untuk bertanya jika kau memiliki kesulitan tertentu selama Misi.” Ujar Chelsea kepada Luna.

Tak lama, Sierra datang memanggil. “Sudah selesai?” Tanyanya kepada mereka.

“Makanan sudah siap, berkumpul lah setelah siap.” Lanjutnya.

“Sudah sudah, tentu saja kami sudah selesai.” Kata Josephine cepat, berlari dengan buru-buru menuju ke arah tenda. Tidak sabar untuk menyantap makan malam mereka yang telah siap. Dan Chelsea menyusulnya kemudian.

“Ayo.” Ajak Sierra, Luna mengangguk dan mengikutinya.

Menu makan malam mereka hari ini ialah beberapa potongan Daging Panggang Rusa, Sup Herbal, dan Sayur Tumis dengan Jamur Ajaib yang memiliki Khasiat dan mampu menyegarkan bagi yang menyantapnya. Cocok untuk bertahan hidup di tengah Bukit ini.

Mereka mulai menikmati makanan, duduk melingkar di tengah api yang dinyalakan.

"Leon, bisa tolong kecilkan apinya? Daging-daging ini akan gosong jika terus dibakar dengan kebesaran seperti itu." Ujar Chelsea.

"Kau bisa meminta Elena atau Alsean untuk melakukannya, mereka memiliki Sihir Air." Kata Leontius, tampak acuh.

"Yang kau katakan ada benarnya. Tapi bukankah akan lebih Efektif jika menggunakan Sihir Api mu itu untuk mengecilkan Api? Sungguh sulit sekali memintamu melakukannya."

"Malas." Ujar pria itu, berdiri dan melangkah keluar dari Mantra Sihir Pelindung yang melindungi tempat Peristirahatan mereka saat ini.

"Hei, kemana kau akan pergi?" Pekik Vandore, namun tak ada jawaban apapun dari pria itu kepadanya hingga ia menghilang dalam kegelapan malam.

Ssh~

Uap air terbentuk, desiran air yang mengenai api terdengar. Elena menyirami api itu dengan Sihir Airnya, sedikit demi sedikit hingga kobaran api itu menjadi pas sesuai dengan yang diinginkan.

"Cih, pria itu selalu saja begitu." Gerutu Chelsea kesal.

"Makanlah lebih banyak." Elena menambahkan sepotong Daging di atas makanan Luna.

"Hei anak baru, apa Kemampuanmu?” Tanya Vandore.

Semuanya menatap Luna, sama penasarannya dengan pria itu.

"Kemampuanku?"

Luna memandang Api unggun yang semakin mengecil di bandingkan dengan sebelumnya akibat dari Air yang Elena beri. Dan itu berhasil membuatnya teringat bahwa ia memiliki Kemampuan Penguasaan Sihir yang sama dengan Elena dan kakaknya, Alsean.

"Air. Sama seperti Sean dan Elena." Luna menjawab.

"Air?"

"Membosankan. Tim kita sudah memiliki 3 orang Penguasa Air sekarang." Vandore berseru kecewa.

"Bukankah kau dengan Edwin juga memiliki Sihir Tanah? Kau tidak mengungkitnya?" Chelsea menanggapi.

"Itu berbeda, kami adalah lelaki. Jelas Kemampuan kami lebih tinggi dibandingkan mereka yang hanyalah.." Vandore menyipitkan matanya, memandang Luna dan Elena seolah mempertanyakan mereka yang adalah seorang gadis.

"Lalu? Kau ingin mengatakan jika kami lemah?" Cetus Luna, sorotannya tajam.

"Sejak kapan jenis kelamin dapat menentukan seberapa lemah dan hebat seseorang, Vandore?" Imbuh Alsean, tersenyum sinis tanpa memandang pria di sampingnya.

"Hei, aku hanya bergurau. Untuk apa serius begitu?" Vandore tertawa, menepuk bahu kiri Alsean, berusaha menghangatkan kembali suasana yang mulai renggang.

Suasana hening, menyisakan suara rintik gerimis yang jatuh namun tak menembus dinding Sihir Pelindung mereka.

Sierra meletakkan makanannya dan mulai beranjak. "Aku ingin tidur awal." Katanya. Memasuki dalam tenda yang telah siap.

"Aku juga, aku tidak ingin terlambat bangun besok pagi." Josephine mengikuti.

Elena memandang ke arah Luna. "Aku sudah kenyang." Kata Luna, membereskan makanannya dan meletakkannya dengan rapi. Kemudian beranjak dan seperti yang lainnya, kembali ke dalam tenda. Meninggalkan hanya Alsean dan Vandore saja disana.

"Ada apa dengan para gadis itu? Emosional sekali.." Gerutu Vandore.

"Kuharap kau segera sadar dengan mulutmu itu." Alsean pergi, meninggalkan Vandore sendirian yang masih mengoceh tak mengerti.

Malam semakin larut, hujan sudah mulai berhenti namun awan-awan mendung masih berkeliaran, menutupi bintang-bintang dan bulan yang seharusnya membuat malam itu menjadi indah.

Malam itu, Luna terjaga, matanya tak tertutup meski ia telah berupaya.

Akhirnya Luna beranjak, memutuskan untuk keluar sejenak mencari udara segar malam, barangkali ia dapat tertidur setelahnya.

Semuanya telah tertidur lelap, ia melangkah dengan perlahan agar tak sampai membangunkan yang lainnya, akan merepotkan jika kepergiannya untuk mencari udara segar sejenak terganggu.

Burung malam berkicau lembut memecah keheningan malam itu. Luna melangkah keluar dari Mantra Perlindungan tempat Peristirahatan mereka, dengan sebuah Cahaya kecil yang ia Ciptakan dari Energi Magis Alami dalam tubuhnya yang berhasil ia salurkan seluruhnya di telapak tangannya.

Desa itu terlihat dari atas Bukit, tampak lampu-lampu memancarkan cahaya sinar mereka sendiri. Namun jika dilihat dengan lebih teliti lagi, cahaya itu berasal dari Kristal Magis yang dinyalakan, menjadi satu-satunya penolong mereka di malam hari.

"Mirip dengan lampu, namun bedanya mereka tidak perlu membayar Listrik agar lampu itu dapat selalu nyala." Luna tertawa kecil, sebuah candaan antar perbedaan Dunia melangkahi pikirannya.

"Indah?"

Suaranya terdengar datar, namun Luna langsung dapat menebak siapa pria itu. Tak butuh waktu lama baginya untuk dapat memahami dan meneliti orang-orang yang berada disekitarnya.

Leontius duduk disana. Memandang ke arah Desa itu, Desa The Las Catania.

Luna menjatuhkan tubuhnya pelan, duduk disamping pria itu. "Ya, sangat indah jika dilihat seperti ini."

Angin menghembus pelan, suasana sunyi berlangsung beberapa detik hingga kemudian Luna melanjutkan. “Ada apa?” Tanyanya perlahan.

Leontius menoleh. “... Tidak ada.” Jawabnya setelah beberapa saat diam.

Luna tidak memandang wajahnya, namun ia tahu pasti bagaimana ekspresi dan perasaan pria itu.

Misi ini bukanlah Misi biasa yang hanya meminta Tim 2 untuk mendapatkan Bahan Minyak Esensial dengan alasan ia diperlukan sebagai Bahan Dasar dari Meracik sebuah Ramuan baru. Misi ini lebih dari itu, dan Luna tahu pasti alasan dan tujuan utama dari Misi ini dilakukan karena ia adalah Penulisnya, Alur ini ada dalam Novel yang ia Ciptakan.

Namun pria itu sengaja tidak ingin memberitahunya sama sekali.

“Kenapa kamu bertanya?” Tanya Leontius.

“Hanya penasaran. Tingkahmu sedikit aneh tadi.” Kata Luna.

“Bagaimana kau bisa tahu atau tidak jika tingkahku menjadi sedikit lebih aneh dibanding biasanya? Kau baru bergabung dengan kami hari ini. Dan kurasa jarak antara waktu ini tidak cukup panjang sampai kau dapat mengenalku dengan dalam.”

Luna menoleh, ia memandang wajah pria itu lekat. “Kurasa siapapun yang melihatmu akan menyadarinya. Raut wajahmu sulit kau tutupi, Leon.”

Leontius mengalihkan pandangannya. “Benarkah begitu?” Batinnya.

Luna berdiri, ia menepuk-nepuk halus pakaiannya untuk menghilangkan tanah-tanah yang menempel disana. “Istirahatlah, jangan berpikir terlalu berlebihan. Dan.. Semuanya pasti akan baik-baik saja.” Ujarnya, ia kemudian beranjak pergi dari sana.

Leontius memandang lurus, entah mengapa gadis itu seperti mengerti isi hatinya dan keresahannya saat ini.

.......

.......

.......

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!