Pagi yang cerah di suatu pulau bagian utara Jawa, desiran ombak dan suara burung-burung pagi sudah menghiasi dermaga, beberapa nelayan yang baru pulang melaut sedang memilah-milah hasil tangkapan, seorang pemuda yang tegap dan gagah terlihat sibuk dengan perahu cadiknya.
“hoooyyy... Wahai laut, hari ini aku akan mengarungimu, aku akan menjadi penjaga laut Kesultanan, kan ku berantas semua angkara murka yang ingin menjajah tanah Jawa, bersiaplah menerima kekuatan otot dan semangatku, Hahahaha..
”Rangsam berlayar penuh semangat mengarungi lautan, walau hanya berbekal perahu cadik, tidak menurunkan semangatnya menjadi bagian dari pasukan pangeran Unus. Beberapa bulan yang lalu, datang Prajurit Kesultanan ke pulau Bawean, membawa selembar kertas besar yang berisi woro-woro tentang perekrutan pasukan Angkatan laut pangeran Unus Abdurrahman, dalam pesan itu tertulis bahwasanya pangeran akan memberantas kaum kuning yang selama ini sudah meresahkan laut Malaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dimas riyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PULAU DEWA
Jim dan Anne sedang di ruang makan, mungkin itu adalah persediaan terakhir mereka, sudah beberapa bulan mereka terkatung-katung di lautan yang entah mereka tidak tau sekarang ada di wilayah mana, yang sekarang bisa mereka lakukan hanyalah berdoa, semoga keajaiban datang menjemput, walau mereka berada jauh dari peradaban manusia, harapan tetap ada, selagi masih bisa berdoa, mereka yakin Tuhan akan selalu memberikan jalan keluar.
“Ayah, apakah kau rela jika kita mati di lautan sunyi ini?”
“aku tetap siap nak, kapan pun Tuhan memanggilku”
Anne tersenyum tipis, matanya sembab, namun air mata rasanya kering.
“maafkan aku ayah, ini semua salahku, andai aku menerima lamaran keluarga Neville, ayah dan Arthur..” Anne menangis, dan kini tangisannya tiada suara dan air mata. Jim memeluk Kepala putrinya, mengusap usap dengan tangan yang tinggal tulang berbalut kulit.
“sudahlah nak, ini semua takdir Tuhan, jangan sekali-kali kau menyesalinya”
“tapi ayah..”
“sudahlah, habiskan makananmu, semoga besok langit lebih indah”.
Mereka tidur di sembarang tempat, mereka tidak peduli lagi dengan kenyamanan tempat tidur, mereka sadar, beberapa hari ke depan kelaparan pasti merenggut nyawa mereka, mungkin dengan bermimpi dapat sedikit menghibur, jim pun sudah pasrah, sebentar lagi ia akan bertemu istri tercintanya, bersama-sama kembali sebagai keluarga, walau di alam yang berbeda.
Pagi sudah menampakkan jubahnya, warna biru dan gumpalan putih menghiasi seperti lukisan di atap kastil, namun hawa panas terus menyengat, membuat kulit Eropa mereka sedikit perih, jim dan Anne duduk di atap kapal, memandangi langit yang begitu indah, berharap semoga kematian segera menjemput mereka, karena siksaan ini begitu teramat sangat pedih. Anne bersandar pada bahu lemah Jim, tak ada sepatah kata pun dari bibirnya, Jim pun dengan gemetar sesekali mengusap keringat yang mengalir.
“ayah, mungkin aku sedang berhalusinasi” kata Anne.
“Ayah pun begitu nak”
“apakah kau melihat perahu aneh itu mendekat ayah?”
“iya, ayah melihatnya, mungkin karena kau adalah putriku, halusinasi kita sama”
“iya ayah, aku berharap perahu aneh itu membawa makanan yang banyak, buah-buahan, dan daging yang enak”
“khayalanmu sungguh mengerikan anakku”
“ayah, lihatlah, mereka sudah dekat dengan kapat kita, sebentar lagi mereka menaiki kapal kita ayah”
“biarkan saja nak, biarkan mereka mengambil semua emas dan harta yang ada di kapal ini, asalkan mereka jangan mengambilmu dari sisiku”
“ayah, apakah kau tidak merasa aneh, khayalan ini seperti nyata sekali”
“aku tidak tahu nak, mungkin ini permulaan seseorang yang hendak meregang nyawa karena kelaparan”
“tapi khayalan ku dan khayalan mu, sama ayah, kurasa ini bukan khayalan”
“sudahlah nak, kau akan kecewa jika kau terus berharap”.
Anne kembali diam dan menyandarkan lagi kepalanya, ia mulai setuju bahwa ya ia lihat hanyalah halusinasi, namun halusinasi itu begitu nyata. Kini perahu aneh khayalan Anne sudah merapat ke kapal mereka, beberapa orang menaiki kapal dengan tali, kulit mereka sedikit hitam, mereka hampir tidak berbusana, hanya beberapa helai kulit hewan yang menutupi bagian vital mereka.
Di tangan orang-orang aneh itu ada sebuah tongkat kayu seperti tombak, mereka menyelidik ke kanan dan ke kiri, dan tiba-tiba salah satu dari mereka melihat Anne dan Jim, mereka menunjuk-nunjuk, lalu beberapa orang datang, tak lama kemudian satu orang yang lebih besar dan dengan pakaian yang lebih lengkap datang, ia seperti memberi komando kepada anak buahnya.
Anne hanya terdiam, menikmati pemandangan itu, seperti opera katanya, namun dengan pakaian yang aneh. Empat orang bergegas lari, sepertinya menuju arah atap, ingin menghampiri Anne dan Jim, beberapa saat kemudian mereka sudah sampai di atap, dengan perlahan-lahan menghampiri Anne dan Jim sambil menghunus kan tombak batu mereka.
“Ayah, mereka sudah sampai atap, apakah kau bisa melihat khayalanku?”
“ayah tidak tau nak”
“uma karo!!” (siapa kalian?) salah satu dari mereka berteriak.
“ayah, kenapa kau terkejut?, apakah kau mendengar juga orang-orang khayalanku?, atau mungkinkah ini bukan khayalan?”
“ayah tidak tau nak, ayah berharap ini khayalan saja, dan kita mati dalam keadaan tenang”
“uma karo!, kawa karo askwa tu kua?
(siapa kalian?, kenapa kalian berbeda dengan kami?)
“Apa yang mereka katakan ayah, aku tidak mengerti”
“ayah juga tidak mengerti apa yang mereka katakan”
Anne tersenyum kepada ayahnya “benar sekali, ini bukan khayalanku, kau juga melihat mereka”.
“butka kre!, butka kre!, giwa kre musiya magaga..”
(ikat mereka! ikat mereka!, bawa mereka kepada dia yang Agung).
Orang-orang aneh itu mengikat mereka, lalu membawa Jim dan Anne menaiki perahu unik mereka, dalam perjalanan Anne pingsan, Tiba-tiba salah satu dari mereka mendekat dan membacakan mantra, kemudian memberi Anne minum. Sebenarnya bukan mantranya yang manjur, tapi memang Anne membutuhkan air.
“kita mau dibawa ke mana ayah?”
“ayah pun tidak tau nak, sepertinya tempat yang sangat indah”.
Apa yang dikatakan Jim benar, beberapa jam mereka berlayar menggunakan perahu aneh ini, perlahan-lahan terpampang pulau vulkanik yang megah dan indah. burung-burung besar beterbangan, lumba-lumba ikut mengiringi perahu berbentuk buaya ini, Orang-orang aneh mulai bersorak-sorai, Sambil menari-nari, dan ajaibnya, dari balik semak-semak pulau, satu-persatu muncul orang-orang dengan ciri fisik yang sama. mereka juga ikut menari dan berteriak, entah apa yang mereka lakukan, mungkin ini adalah suatu komunikasi bagi mereka.
Perahu sudah berada di bibir pantai, orang-orang dari pulau itu menyambut dengan riang gembira, mayoritas mereka adalah wanita, terlihat jelas, karena mereka tidak pakai penutup dada, ciri fisik mereka lebih mirip dengan penduduk Guinea, tempat Jim pernah dikirim sewaktu remaja.
Jim dan Anne digiring masuk menuju pulau, melewati semak-semak yang rimbun, tak henti mereka menari dan bersorak, sepertinya mereka senang sekali, mungkin mereka menganggap bahwa Jim dan Anne adalah harta yang sangat berharga.
Tidak lama kemudian mereka sampai di sebuah perkampungan, di sana sudah tertata rapi, mereka menyediakan kendi-kendi air yang besar, dengan beberapa ukiran di sisinya, mungkin mereka sangat suka kebersamaan, hingga wadah air saja mereka pakai bersama-sama.
“key krei mbado, reskiki krei, ko, giwa musiya magaga” (beri mereka makan, bersihkan mereka, kemudian, bawa mereka pada dia yang Agung)
seorang pria dari mereka berkata kepada kaum perempuannya, sepertinya kaum perempuan di sini cukup patuh kepada laki-laki. Jim dan Anne dibawa oleh beberapa perempuan, dengan tetap dikawal oleh laki-laki, mereka di hadapkan dengan meja yang besar, di sana sudah ada buah-buahan segar dan beberapa daging panggang, dan yang membuat Jim heran, kenapa ada nasi dan Mie di sana, tapi Jim tidak peduli, mungkin orang-orang primitif ini mendapat wahyu, sehingga dapat membuat makanan seperti di daratan Tiongkok.