Niat awal Langit ingin membalas dendam pada Mentari karena telah membuat kekasihnya meninggal.Namun siapa sangka ia malah terjebak perasannya sendiri.
Seperti apa perjalanan kisah cinta Mentari dan Langit? Baca sampai tuntas ya.Jangan lupa follow akun IG @author_receh serta akun tiktok @shadirazahran23 untuk update info novel lainnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shadirazahran23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Bu Desi berjalan mondar-mandir di ruang rawat Abi. Wajahnya tampak cemas, bahkan nyaris panik. Kabar tentang dibuka kembali kasus kematian Sila benar-benar mengganggu pikirannya, membuat dadanya terasa sesak sejak pagi.
Sesekali pandangannya beralih pada Abi yang masih terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, tubuh pria itu dipenuhi selang dan alat bantu pernapasan. Hingga kini, Abi belum juga sadarkan diri.
Bu Desi berhenti melangkah. Tangannya mengepal, napasnya ditarik dalam-dalam seolah berusaha menenangkan diri sendiri.
“Tenang… aku harus tenang,” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar. “Polisi tidak akan pernah tahu kebenaran yang sebenarnya. Mereka sudah mengantongi bukti dan Mentari adalah tersangkanya.”
Matanya menyipit, menyiratkan keyakinan bercampur ketakutan yang belum sepenuhnya sirna.
Wanita paruh baya itu kemudian melangkah mendekati ranjang Abi. Dengan langkah pelan dan ragu, ia mencoba kembali berbicara pada pria yang masih terbaring tak berdaya itu.
Tangannya gemetar saat menyentuh punggung tangan Abi yang dingin.
“Bi… ayo bangun, Nak,” ucapnya dengan suara bergetar, nyaris memohon. “Kita harus segera pergi dari sini. Jangan sampai polisi menangkap kita karena kematian Sila…”
Air mata mulai menggenang di sudut matanya. Bibirnya bergetar saat ia menunduk lebih dekat.
“Mama mohon,” bisiknya putus asa.
Dengar, Bi,” ucap Bu Desi lagi, suaranya kini lebih tegas namun sarat kepanikan. Ia menunduk lebih dekat ke wajah Abi. “Kalau kamu sampai masuk penjara, kamu tidak akan pernah bisa menemui anakmu lagi.”
Ia menelan ludah, dadanya naik turun tak beraturan.
“Ayo, Nak… bangun,” pintanya lirih, hampir terdengar seperti isak.
Jari Abi tiba-tiba bergerak. Sangat pelan, hampir tak terlihat, namun cukup membuat Bu Desi terhenyak.
Alis pria itu berkerut tipis. Napasnya yang sejak tadi teratur mulai berubah, terdengar sedikit lebih berat. Monitor di samping ranjang mengeluarkan bunyi yang lebih cepat dari sebelumnya.
Bu Desi membeku. Matanya membelalak, harapan dan ketakutan bercampur jadi satu.
“Bi…?” panggilnya pelan, suaranya bergetar.
Kelopak mata Abi bergetar samar, seolah ia berusaha menembus gelap dan kembali ke dunia. Bibirnya bergerak, namun tak ada suara yang keluar hanya desah napas berat yang tertahan.
Namun detik berikutnya, tubuhnya kembali tenang. Jarinya terkulai, napasnya kembali dibantu mesin.
Bu Desi terduduk lemas di sisi ranjang. Antara lega dan takut karena ia tak tahu, apakah Abi akan bangun… atau justru mengingat segalanya.
Ketukan keras tiba-tiba menggema di pintu ruang rawat.
Tok… tok… tok.
Bu Desi tersentak. Wajahnya seketika memucat. Napasnya tercekat saat ia menoleh ke arah pintu yang perlahan terbuka.
Dua orang polisi berseragam masuk dengan langkah tegas. Di belakang mereka, seorang perawat tampak ragu, jelas tak kuasa menahan kehadiran aparat itu.
“Selamat siang,” ujar salah satu polisi dengan nada formal namun dingin. Pandangannya langsung tertuju pada Abi yang terbaring tak sadarkan diri. “Kami dari kepolisian. Ada beberapa hal yang perlu kami tanyakan terkait kematian Sila.”
Bu Desi berdiri tergesa, berusaha menguasai diri. Ia memaksakan senyum yang tampak kaku.
“Anak saya masih koma Pak,” katanya cepat, suaranya sedikit bergetar."
Polisi itu menatapnya tajam, seolah menembus kepanikan yang coba ia sembunyikan.
“Kami paham kondisinya,” jawabnya datar. “Namun ada perkembangan baru dalam penyelidikan. Dan kami perlu memastikan beberapa hal termasuk peran Abi dan keluarga dalam kejadian tersebut.”
Bu Desi menelan ludah. Tangannya mencengkeram ujung bajunya sendiri.
Sementara itu, di atas ranjang, alis Abi kembali berkerut. Jarinya bergerak pelan, nyaris tak terlihat. Monitor kembali berbunyi lebih cepat.
Salah satu polisi melirik ke arah mesin itu. Lalu berbisi lirih pada salah satu rekannya.
Dan Bu Desi hanya bisa membeku di tempat
Karena kondisi Saudara Abi yang tidak memungkinkan untuk kami interogasi,” ucap polisi itu dengan nada tegas namun terukur, “dengan berat hati saya sampaikan bahwa mulai sekarang ruang perawatan ini akan kami jaga dua puluh empat jam penuh.”
Ia berhenti sejenak, lalu menatap Bu Desi lurus-lurus.
“Dan untuk Ibu Desi, silakan ikut kami terlebih dahulu guna menjalani pemeriksaan.”
Darah di wajah Bu Desi seolah menghilang seketika. Matanya membelalak, napasnya memburu.
“Tidak bisa, Pak!” serunya panik. “Saya tidak bisa pergi. Anak saya tidak ada yang menjaga di sini. Kalau dia kenapa-napa, bagaimana?”
Polisi itu mengangkat tangannya sedikit, berusaha menenangkan.
“Ibu tenang saja,” katanya datar namun meyakinkan. “Beberapa anggota kami akan berjaga di luar ruangan. Perawat juga akan tetap berada di sini untuk memantau kondisi Saudara Abi.”
Bu Desi terdiam. Dadanya naik turun hebat. Tak ada lagi celah untuk menolak.
"Sial…
Bagaimana mungkin polisi mulai menyelidikiku dan Abi?
Apa ini ulah Mentari?
Wanita itu pasti menyimpan dendam padaku…
Pikiran Bu Desi berkecamuk, berputar-putar tanpa arah. Dadanya terasa sesak, telapak tangannya dingin oleh keringat.
“Silakan ikut kami, Bu,” ujar salah satu polisi dengan nada tegas.
Tak ada pilihan lain. Dengan langkah berat, Bu Desi akhirnya digiring menuju kantor polisi. Ia segera menutupi wajahnya dengan tas, berusaha menyembunyikan diri dari pandangan orang-orang di lorong rumah sakit.
Namun usahanya tak sepenuhnya berhasil.
Beberapa pengunjung rumah sakit mulai berbisik. Tatapan-tatapan penasaran berubah menjadi keterkejutan saat mereka mengenali sosoknya. Bu Desi orang tua dari salah satu anggota dewan yang sangat terkenal.
Beberapa orang mengangkat ponsel secara diam-diam. Kilatan kamera muncul. Detik berikutnya, video dan foto itu langsung beredar, diunggah ke akun media sosial mereka.
Dalam hitungan menit, nama Bu Desi tak lagi hanya bergema di lorong rumah sakit melainkan mulai mengguncang ruang publik.
Mentari sebenarnya berada di rumah sakit yang sama. Ia hanya melirik sekilas ke arah kerumunan orang di ujung lorong, tanpa sedikit pun tertarik untuk ikut mendekat. Tidak ada rasa penasaran, apalagi keinginan untuk mencampuri apa yang sedang terjadi.
Fokusnya kini hanya satu—Mina.
Ia berharap gadis kecil itu segera pulih dan bisa kembali ke rumah bersama mereka.
“Lagi lihat apa?” tanya Langit tiba-tiba, suaranya lembut.
“Enggak,” jawab Mentari pelan. “Cuma agak aneh saja. Ada kerumunan di sebelah sana.”
“Oh, itu,” Langit tersenyum tipis. “Nggak usah dipikirin. Aku punya sesuatu buat kamu.”
“Apa?” Mentari menoleh, alisnya terangkat penasaran.
“Ini.”
Langit menyodorkan sebuah amplop besar berwarna cokelat ke hadapannya. Mentari langsung menerimanya, rasa penasaran membuatnya segera membuka dan menarik isi di dalamnya.
Sekejap, matanya berkaca-kaca.
Di tangannya kini terhampar dokumen resmi tentang Minara. Tentang kenyataan yang selama ini ia nantikan: Mina adalah anak kandungnya.
Namun bukan itu saja.
Di lembar berikutnya, sebuah kartu keluarga terpampang jelas. Nama Mentari, Langit, dan Mina tertulis berdampingan, berada dalam satu garis yang sama satu keluarga.
Air mata Mentari akhirnya jatuh, bukan karena luka, melainkan karena haru yang terlalu penuh untuk ditahan.
Bersambung...
mentari menjadi tumbal kekasihnya
hampir runtuh,,,jadi Abi pura pura koma
kayanya pakai seragam polisi nya makanya di kira penjaganya dan pasti
pergi pelan pelan mungkin juga ada teman nya yang membantu nya,,,apa pakai ilmu
menghilang 😄 kocak si baru akan bahagia kupikir tidak selamat tapi biar selamat tetapi namanya tupai melompat
suatu hari akan terjatuh jadi biarlah
kena tuai dulu,,, jahat
sangka kan ternyata yang katanya orang
tua tidak menjerumuskan anak anak nya
nah sekarang entu malah benar benar di
dorong ke jurang kesakitan senang sesaat
kesakitan seumur hidup,,,, manusia emng
ga ada yang sempurna tetapi harus kita
ingat kepada sang pencipta karena beliau
yang punya segalanya,,,,nasib sudah di
tanggung badan mana ada kata ampun
sudah dah kehendak ilahi takdir,,🥺
orang baik cuma ambisi mama nya dan
Abi mencintai gadis miskin mentari bubedesss ga terima harus selevel
dan kini justru tidak dapat kan apapun
karir ancur hidupnya masih kembang kempis,,,,antara hidup dan mati hanya
keajaiban tetapi hidup nanti akan di
masukan ke hotel juga wahhh ngenes
lama menerima perasaan pait dan getir
jadi buat bubedesss dan Abi saja yang pait gantian Langit pun sudah berbesar hati merawat Mina yang lemah,
sudah menjadi pasangan suami istri jadi
mentari tidak harus takut atau was was
lagi karena sudah ada bodyguard sekali
Gus Suami Langi sang pangeran berkuda
telah menjemput mu di kala hati terluka
dan mulai saat ini jangan lagi resah di
kemudian hari akan selalu bersama hingga menua bersama menjadi pasangan
yang solid dan penuh kebahagiaan dan
kini sudah ada pendamping ada anak yang
harus di jaga,,, semoga benih nya langsung jadi tumbuh 🤣❤️lope lope sekebon bunga' 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
belum menemukan nya. ternyata sudah tau milina di besarkan Pangit,
dan mentari akan hidup bersama Anak dan ayahnya yang mengadopsi putrinya
semoga cepat ya Lang. ,,,mumpung
nenek lampir bubedesss belum menemukan. cucunya yang sudah di buang,,, ayo mentari sebentar lagi ada
yang akan selalu mendampingi mu
dan ada malaikat yang butuh kasih sayang
kalian berdua dan yang mau di laporkan
koma over dosis dan bubedesss juga
jadi penjaga bahaya,
hidup segan mati pun mau,,,dan bubedesss merasakan penyesalan
panjang jadi sama sama tersiksa dengan
masa lalunya,
kira mentarilah yang sudah membunuh sila ternya Abi ,,,dan mentari yang di jadi
kan kambing hitam oleh Abi demi jabatan
agar tidak gugur,,,,maka itu langit kerja
sama dengan makdes,,,, untuk mengambil
putrinya mentari tak lai tak bukan adalah
cucunya sendiri ,,,, sekarang langit yang
beruntung bisa dapat. mentari dan putrinya biarpun lain Ayah' ga masalah
to 👍👍 semangat