Di dunia di mana kekuatan spiritual menentukan segalanya, Yu Chen, seorang pelayan muda dengan akar spiritual abu-abu, berjuang di dasar hierarki Sekte Awan Hening. Di balik kelemahannya tersembunyi rahasia kuno yang akan mengubah takdirnya. Dari langkah kecil menuju jalan kultivasi, ia memulai perjalanan yang perlahan menantang langit itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Morning Sunn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 3: Teknik Naga, Mengubah Tulang yang Misterius
Matahari pagi muncul dari balik hutan, menembus kabut tipis yang masih menggantung di antara pepohonan.
Di tepi jalan setapak, Huang Zan berjalan perlahan dengan tubuh lelah dan pakaian kotor. Sudah dua hari sejak ia meninggalkan Desa Qingshi.
Di pundaknya tergantung kantong kecil berisi sedikit buah liar. Suaranya serak karena haus. Setiap langkah seperti menekan tulang yang belum terbiasa menerima energi Qi.
Tubuhnya memang terasa berbeda sekarang, tapi belum cukup kuat. Saat malam, ia bisa menggerakkan Qi di dalam tubuh, tapi begitu siang datang, rasa lelah itu kembali. Kadang dadanya terasa panas, kadang dingin, seolah Qi Abadi di dalam dirinya belum mengenal batas manusia.
Ia berhenti di tepi sungai, menatap pantulan wajahnya.
Wajah anak kecil berambut hitam acak-acakan menatap balik dengan mata yang agak memantulkan cahaya keunguan.
“Aku bisa menyalurkan Qi… tapi aku masih lapar, masih lemah. Jadi begini rasanya jadi kultivator?” gumamnya sambil menciduk air sungai untuk minum.
Setelah beristirahat sebentar, ia kembali berjalan. Di kejauhan, suara keramaian mulai terdengar. Asap putih menanjak ke langit, disertai aroma roti panggang dan suara logam beradu.
Hatinya berdebar. Kota Liuyang sudah di depan mata.
Gerbang kota itu tinggi, terbuat dari batu putih. Di puncaknya berdiri patung naga dengan sisik perunggu, menatap ke timur seolah menjaga dunia fana. Di bawahnya, para penjaga memeriksa setiap orang yang lewat. Pedagang, petani, bahkan beberapa orang berjubah dengan pedang di punggung—kultivator sungguhan.
Huang Zan menatap mereka dengan kagum. Aura yang keluar dari tubuh para kultivator itu membuat udara di sekitarnya bergetar ringan.
Jantungnya berdebar cepat. Ia merasa seperti semut yang baru saja melihat gunung.
“Kalau aku ingin kuat… aku harus masuk ke dunia itu,” gumamnya pelan.
Ia menunggu momen lengah, lalu ikut masuk bersama rombongan pedagang. Tak ada yang memperhatikan anak kecil berdebu dengan pakaian lusuh. Begitu melewati gerbang, aroma makanan dan suara manusia menyerbunya sekaligus.
Kota Liuyang ramai luar biasa. Ada toko ramuan, bengkel senjata, kios pil, dan tempat latihan di kejauhan. Ia berjalan menyusuri jalan batu, matanya berkeliling tanpa tahu harus ke mana.
Sore menjelang. Ia belum makan sejak pagi, dan perutnya sudah lama tak bersuara sopan.
Ia berhenti di dekat toko roti, menatap rak penuh makanan dengan tatapan kosong. Pemilik toko sempat menatapnya curiga, lalu berdehem dan berpaling.
Zan menelan ludah, lalu pergi sebelum diusir.
Malam tiba cepat di kota besar. Ia akhirnya menemukan gudang kosong di belakang pasar untuk berlindung. Setelah memastikan tempat itu aman, ia duduk dan menatap kristal yang masih ia simpan di dada.
Kristal itu masih sama seperti dulu, berbentuk segel dengan warna ungu keemasan. Tapi malam itu, sinarnya tiba-tiba bergetar pelan.
Cahaya keluar dari permukaannya, membentuk pusaran di udara.
“Apa yang terjadi lagi…?” bisiknya.
Cahaya itu berputar, lalu perlahan membentuk wujud naga besar transparan. Naga itu melingkar di udara, memandang Huang Zan dengan mata bercahaya emas.
Suara berat dan tenang bergema di kepalanya, bukan dari luar, tapi dari dalam pikirannya sendiri.
“Tubuhmu terlalu lemah untuk menanggung Qi Abadi. Jika ingin hidup, ubahlah dirimu. Bangun tulang naga, hancurkan tubuh fana.”
Zan terkejut. Sebelum sempat bertanya, naga itu lenyap, digantikan barisan simbol bercahaya yang melayang di depannya.
Tulisan itu bersinar lembut, tersusun rapi seperti teks kuno.
Teknik Kuno: Naga Mengubah Tulang
Gunakan Qi Abadi untuk memecahkan dan menumbuhkan kembali struktur tulang. Setiap kali Qi mengalir, satu bagian tubuh fana akan diperkuat oleh esensi naga purba.
Zan menatap tulisan itu dengan takjub sekaligus takut.
“Menghancurkan tulang sendiri…? Itu bahkan kedengarannya gila.”
Tapi ia tahu, sejak malam kehancuran kuil, tidak ada jalan biasa yang bisa ia tempuh lagi.
Ia duduk bersila, memejamkan mata, lalu mencoba mengalirkan Qi seperti instruksi samar yang muncul di pikirannya.
Segera, panas luar biasa menjalar dari dadanya ke seluruh tubuh. Ia menahan teriakan saat tulang-tulang di lengan dan punggungnya terasa retak halus, seperti ada sesuatu yang tumbuh dari dalam.
Rasa sakitnya tajam, tapi di sela-sela itu muncul sensasi hangat yang menenangkan.
Ia bisa merasakan tulangnya menjadi lebih padat, lebih berat, seolah dilapisi lapisan logam ringan.
Setelah beberapa menit, rasa sakit itu mereda. Nafasnya tersengal, tapi tubuhnya terasa berbeda—lebih ringan, tapi juga lebih kokoh.
Ia menatap tangannya. Di bawah kulit tipisnya tampak kilau samar seperti sisik perak kecil.
“Jadi ini… Teknik Naga Mengubah Tulang.”
Ia menarik napas panjang. “Kalau aku terus melatihnya, mungkin aku benar-benar bisa jadi kuat.”
Keesokan paginya, cahaya matahari menembus celah dinding gudang. Huang Zan bangun dengan tubuh pegal tapi segar. Ia keluar ke pasar dan mencoba mencari makanan.
Di tengah keramaian, ia nyaris tertabrak seorang pemuda yang membawa tumpukan buku.
“Hey! Lihat jalan, bocah!” seru pemuda itu, lalu matanya membesar. “Tunggu… kamu masih kecil, tapi auramu… aneh sekali.”
Huang Zan kebingungan. “Aneh bagaimana?”
Pemuda itu mengamati sebentar, lalu tersenyum ramah. “Namaku Chen Luo. Kau kelihatan seperti pengelana kecil, bukan penduduk Liuyang, kan?”
Zan mengangguk pelan. “Aku baru sampai.”
Chen Luo tertawa kecil. “Kau punya aura seperti naga tidur. Aku belajar sedikit tentang pernapasan spiritual, jadi aku bisa merasakannya. Kau mungkin punya bakat langka.”
“Bakat? Aku bahkan tidak tahu cara mengisi perutku sendiri,” jawab Zan dengan nada setengah pasrah.
Chen Luo malah tertawa makin keras. “Kalau begitu, kau harus ikut denganku. Aku kenal seseorang di Sekte Awan Hening, sekte kecil tapi cukup terhormat di sini. Mereka sedang membuka pendaftaran murid minggu ini. Kalau beruntung, kau bisa makan gratis tiap hari!”
Mendengar kata “sekte”, hati Huang Zan langsung bergetar.
“Sekte Awan Hening? Apa mereka menerima anak sepertiku?”
Chen Luo mengangkat bahu. “Siapa tahu. Tapi aku yakin sesuatu dalam dirimu berbeda. Kalau kau benar-benar punya Qi seperti yang kurasakan, mereka pasti tertarik.”
Zan menatapnya ragu, lalu tersenyum samar. “Kalau begitu… aku akan mencoba.”
Chen Luo menepuk bahunya. “Bagus! Aku akan kenalkan kau pada Gao Wen, penjaga gerbang sekte itu. Dia yang memutuskan siapa yang layak ikut tes.”
Menjelang sore, mereka berjalan melewati jalan berbatu menuju perbukitan di barat kota. Di kejauhan, awan putih menggantung rendah, dan di puncak bukit tampak gerbang besar bertuliskan Sekte Awan Hening.
Zan berhenti sejenak, menatapnya dengan mata berbinar.
Setiap langkah terasa berat tapi penuh semangat.
Dalam hatinya, suara naga samar terdengar kembali, lembut tapi jelas.
“Tubuhmu telah mulai berubah. Teruskan jalannya, pewaris Surga Abadi.”
Huang Zan mengepalkan tangan. “Baik. Aku akan terus berjalan.”
Langit sore berwarna keemasan, dan untuk pertama kalinya sejak kehilangan segalanya, senyum kecil muncul di wajahnya.
Jalan menuju kekuatan baru baru saja dimulai.