Susan tak pernah menyangka dirinya di timpa begitu banyak masalah.
Kematian, menghianatan, dan perselingkuhan. Bagaiamana kah dia menghadapi ini semua?
Dua orang pria yang menemaninya bahkan menyulitkan hidupnya dengan kesepakatan-kesepatan yang gila!
Akan kah Susan dapat melewati masalah hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SabdaAhessa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Setuju!
"Bisakah kau temukan Anna, Ed?" Tanya Susan pada Edward.
Edward memikirkan pertanyaan itu. Mempertimbangkan harus berkata jujur atau tidak soal ini? Haruskah dia mengatakan pada Susan jika dia menemukan Anna dan memenjarakan wanita itu selama ini?
"Ed?" Panggil Susan.
Membuat Edward tersadar dari lamunannya.
"Ya?" Jawab Edward.
"Bisakah kau temukan Anna?" Susan mengulang pertanyaannya.
"Untuk apa, Susan? Kau sendiri bahkan tak tau mau melakukan apa jika bertemu dengannya kan?" Kata Edward.
Susan terdiam. Dia memang belum tau harus melakukan apa pada selingkuhan suaminya itu. Marah saja rasanya tidak cukup. Membunuhnya terlalu mudah dan terlalu cepat baginya. Rasanya dia ingin menghukum Anna, tapi dengan cara apa?
Susan menarik kepalanya dari bahu Edward lagi. Kali ini Edward hanya memandangnya.
"Setidaknya aku bertemu dengannya dulu. Baru aku pikirkan apa yang harus aku lakukan." Kata Susan.
"Pikirkan dulu, siapkan diri mu dulu. Baru aku akan membawa mu bertemu dengannya!" Bantah Edward.
"Kau tau dimana dia?" Susan menyelidik. Karena sikap Edward seakan menutupi keberadaan Anna darinya.
Edward jadi gelagapan. Dia selalu saja seperti itu di depan Susan. Tak bisa mengontrol diri.
"Peter menyembunyikannya selama ini. Berpindah-pindah tempat, dari villa satu ke villa yang lainnya. Dia cukup cerdik untuk itu. Aku dan James mencarinya selama ini."
"Dan villa itu di beli dengan uang perusahaan ku, iya kan? Sampai Susan Beauty Skin bangkrut dan Alpha Group punya hutang yang besar sana sini!" Kata Susan seperti anak kecil yang sedang mengadu pada ayahnya.
"Sebenarnya, dari mana kau tau semua ini, Susan?" Tanya Edward.
Edward menyeka air mata Susan debgan ibu jarinya. Wajah Susan sangat kacau sekarang, dia terlihat begitu lelah karena terus menangis.
"Dari ayah. Dia juga tau perselingkuhan Peter selama ini, Ed. Ternyata diam-diam ayah juga menyelidiki hal ini, namun dia tak berani mengungkap semuanya pada ku. Pantas saja dia selalu merasa bersalah pada mendiang ayahku."
"Dan.. Ternyata hanya aku yang bodoh selama ini. Tidak menyadari apapun, hingga semua terlambat." Sambung Susan.
"Ya, itulah yang membuat ku marah pada mu. Kau sudah di butakan oleh cinta. Terutama saat bisnis mu bangkrut!" Kata Edward.
Susan hanya diam. Dia tau dirinya salah dan tak mungkin menang jika berdebat dengan Edward.
Namun, tiba-tiba ponsel Susan berdering.
Drettt!! Dreeetttt!!!
Susan melihat ponselnya yang ada di atas meja. Traver. Traver menelpon. Ada apa? Mungkin dia sedang mencari Susan karena lama tidak kembali ke rumah sakit setelah pemakaman.
Susan mengambil ponsel itu. Namun jarinya terhenti saat hendak menjawab telpon. Melihat ke arah Edward seakan meminta ijin. Dan Edward mengangguk.
"Selamat siang, Nyonya Susan." Sapa Traver.
"Iya, ada apa?" Tanya Susan.
"Tuan Peter sudah sadarkan diri, nyonya. Dan beliau mencari Nyonya Susan. Sepertinya beliau terpukul dengan kabar kematian Tuan Sanders." Jelas Traver.
Susan diam sejenak. "Baiklah, aku akan segera kesana."
Susan menutup telpon.
"Aku antar!" Tawar Edward.
"Tidak, aku akan pergi dengan Alice!" Tolak Susan.
"Baiklah. Tapi apa kau setuju bekerjasama dengan ku?" Tanya Edward.
"Soal penjara pengasingan itu? Tentu saja!" Jawab Susan dengan mantap.
Edward tersenyum bangga. Dia seakan melihat Susan nya yang dulu sudah kembali. Susan yang penuh semangat dan ceria.
"Tapi.." Kata Susan lagi.
"Tapi apa?" Edward penasaran.
"Tapi tidak ada balas budi dengan hubungan badan!" Susan mempertegas dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Edward tertawa kecil mendengar itu. Dia merasa seperti melihat gadis kecil di depannya. Sangat menggemaskan. Dia segera mengangguk tanda setuju.
"Lalu kau mau balas budi dengan apa?" Goda Edward.
"Aku akan mencicil semua uang mu, Ed!"
Edward menggeleng. "Tidak perlu. Anggap saja itu perjuanganku untuk mendapat malam yang panas dengan mu."
Sontak Susan membulat mata. "Kau pikir bisa membeli ku?"
Edward tertawa lagi. "Aku hanya bercanda, Susan. Pergilah, suami mu sedang menunggu!"
Susan terlihat kesal dengan perilaku Edward. Dia memang paling jago menggoda Susan.
"Aku melakukan itu semua karena aku masih mencintaimu dan aku juga sudah berjanji pada ayah mu akan terus menjaga mu sampai kapanpun. Apalagi aku melihat Alpha Group di ujung tanduk, mana mungkin aku diam saja!" Edward menjelaskan.
Dia segera berdiri dan berjalan menuju walk in closet. Lalu dia keluar dari sana dengan beberapa pakaian wanita.
"Pakailah, ini baju baju mu yang dulu, entah masih muat atau tidak." Kata Edward.
Susan menerima baju baju itu. "Memangnya aku terlihat gendut ya?"
"Tidak, kau malah terlihat lebih kurus, seperti tidak terurus. Tidak seperti saat bersama ku." Celetuk Edward.
"Iihhh enak aja! Kalo aku jelek, mana mungkin kau mau menghabiskan malam bersama ku!" Tangkas Susan tak mau kalah.
Edward hanya tersenyum kecil. Dia merasa senang bisa sedikit bergurau dengan Susan lagi. Setelah sekian lama tak bertemu dan Susan sangat membencinya. Akhirnya hari ini datang juga.
"Kenapa kau diam saja? Apa kau ingin aku yang memasangkan baju itu?" Goda Edward lagi.
"Enggak lah!" Susan memegang erat kimononya. Takut pria cabul ini akan melakukan sesuatu lagi.
Edward bergegas keluar dari kamar. Memberikan waktu sendiri pada Susan. Dia merasa cukup untuk hari ini. Walaupun tidak ada malam yang panas atau sekedar menyicipi milik Susan. Dia merasa ini lebih dari cukup. Susan tak membencinya lagi.
**********
Setelah kepergian Susan menemui Peter, suaminya. Edward malah cemburu. Tapi atas dasar apa dirinya cemburu pada Susan. Sedangkan dia bukanlah siapa-siapa lagi di hidup Susan. Walaupun dia bisa melakukan apapun untuk mendapatkan Susan lagi, tapi dia tak mau melakukan itu.
Dia ingin, Susan lah yang datang dengan suka rela padanya. Dengan cintanya seperti dulu. Tanpa paksaan. Tanpa kebencian. Walaupun sebatas ujung kuku.
Edward berpikir sejenak mengenai Anna. Sudah beberapa hari ini dia membiarkan wanita itu mendekam di dinginnya penjara bawah tanah. Lagipula, untuk apa juga Edward kesana jika bukan untuk menyiksanya.
Dia juga merenungi sikap Susan yang begitu nekat.
"Ini baru di mulai, Susan! Kau belum tau jika Anna pula yang mencelakai diri mu hingga keguguran!" Edward memijat pelipisnya.
Pria tinggi gagah itu seketika terlihat begitu lemah jika membahas soal Susan. Aura dingin dan membantai yang dia miki seakan lenyap di terpa angin.
Namun, seketika terbesit di benaknya. Inhin menemui Anna sekarang. Dia harus memastikan wanita itu tidak berkata atau bertindak yang tidak-tidak pada Susan suatu saat nanti. Karena, cepat atau lambat pasti Susan akan memintanya bertemu dengan Anna.
Edward bergegas keluar dari kamarnya. Segera menuju lift untuk menuju ke penjara bawah tanah miliknya. Sedetik dia melirik ke kamar yang di tempati Susan tadi. Memastikan wanita itu sudah pergi bersama Alice.
Sesampainya di penjara bawah tanah. Dia menuju sel milik Anna. Wanita itu sedang tertidur di lantai beralaskan tikar yang kusut dan kotor. Hanya ada sebuah wc duduk dan wastafel disana.
Tidak ada ventilasi sedikit pun. Membuat ruangan itu pengap bukan main.
Anna juga terlihat sangat kotor dan bau. Wajahnya lusuh dan menjijikkan. Tak terlihat lagi wajah cantiknya yang dulu di rawat oleh Peter.
Anna merasa ada seseorang yang memperhatikan dirinya. Sontak dia segera duduk dan melihat siapa yang datang.
"Edward!" Batinnya.
Dari sorot matanya sudah terbaca bahwa dia ketakutan. Dia tak pernah berakhir baik-baik saja saat pria angkuh ini datang.
"Tundukan kapala mu atau ku penggal itu sekarang!" Kata Edward dengan dingin.
Anna segera menundukkan kepalanya. Tak mau melawan. Lagi pula dia pasti kalah jika harus melawan sosok Edward. Tangannya mulai gemetaran dan matanya berusaha menahan air mata.
"Beruntung hari ini suasana hati ku sedang bagus! Jadi kau lolos dari siksaan ku sekarang!"
Anna menggigit bibir bawahnya. Sedikit lega namun dia merasa pasti sudah terjadi sesuatu di luar sana hingga membuat pria moster ini senang.
"Aku hanya ingin mengingatkan mu! Ketika Susan datang kemari, kau hanya perlu diam dan tidak melakukan pembelaan apapun atas kesalahan mu! Kau juga tak perlu minta maaf atas apa yang telah kau perbuat hingga membuatnya kehilangan anaknya!"
Sontak Anna merinding mendengar itu. Jadi Susan sudah tau jika dirinya adalah istri simpanan Peter selama ini? Bagaimana dia tau? Apa Edward yang memberitahunya? Lalu bagaimana dengan Peter? Kemana perginya pria itu?
Pikiran Anna seketika berkecamuk ingin mendapat jawaban dengan segera.
"Jika kau berani melakukan sesuatu yang membuatnya menangis, akan ku potong jari mu satu per satu!" Ancam Edward.
Kali ini air mata yang dia tahan akhirnya lolos juga. Tak tau harus bagaimana jika Susan datang menemuinya esok.
Jelas dia merasa bersalah dengan semua ini. Menjadi simpanan seorang mafia seperti Peter memang memiliki resiko yang besar. Di tambah lagi Peter adalah seorang pengecut yang bersembunyi di balik harta ayahnya.
Namun, rasa di dadanya juga ikut bergejolak dengan segala keegoisan. Bahwa, dia lah yang menjalin hubungan lebih dulu dengan Peter. Peter juga berniat menikah Susan hanya demi harga dan mendapatkan Alpha Group.
Sampai akhirnya pria itu tanpa sadar sudah jatuh cinta pada Susan. Niatnya kian hari kian menghilang di telan panasnya malam di balut keringat hasrat.
Ada satu hal lagi yang mengusik pikiran Anna. Dimana Vannes? Bagaimana kabarnya? Dia mencoba mengumpulkan nyalinya untuk bertanya pada Edward yang hendak meninggalkannya.
"Tuan.. Bolehkah saya bertanya sesuatu?" Tanya Anna menghentikan langkah Edward.
"Dimana anak saya, Tuan?"
Edward membalikkan badan. Seketika Anna kembali menundukkan kepalanya begitu dalam.
"Kenapa kau bertanya pada ku? Harusnya kau tanyakan pada si pengecut itu!" Jawab Edward kembali melangkah meninggal Anna seorang diri.
Anna menangis mengingat anaknya. Dimana buah hatinya itu sekarang? Di tangan Edward kah atau bersama Peter? Sungguh dia tak berdosa dan tak tau menahu soal perbuatan kedua orang tuanya. Namun, begitu lah dosa. Bisa di wariskan.
Bersambung...