Dipaksa Menikah Dengan Sultan

Razan melirik ke kiri dan ke kanan. Dia berharap kedua orang yang ada di sampingnya tidak menemukan alat komunikasi satu-satunya yang dimiliki.

"Rik, sumpal mulutnya!" titah Acun mengingatkan partner kerjanya untuk menyumpal mulut Razan agar tidak bisa bicara apa pun.

"Eh iya, hampir lupa. Bisa-bisa kena bogem sama si bos," ujar Burik dengan cepat mengambil kain yang ada di laci dashboard.

Burik langsung mengikuti arahan Acun, namun Razan langsung berontak.

Razan memohon untuk dilepaskan sebelum diserahkan pada orang yang tidak dikenal. Apalagi melihat keadaan hutan yang sepi seperti itu. Sungguh sangat mengerikan.

"Pak tolong lepaskan aku! Aku janji apa yang kalian minta akan aku berikan!" ujarnya masih berontak tidak mau mulutnya disumpal.

"Pak..pak...emang gue bapakmu!" kata Acun tidak terima dipanggil pak.

"Panggil kita Abang," lanjut Acun sedikit galak.

"Iya Bang," ucapnya manut.

"Terus gimana Bang, tawaran tadi? Abang mau ya ngelepasin aku? Biarkan aku pergi dari sini, kumohon Bang!" wajah Razan memelas ingin dikasihani.

Tampak keduanya berpikir mencerna ucapan Razan yang mencoba untuk membuat hati keduanya goyah.

Acun meminta persetujuan dengan memberikan isyarat pada Burik.

"Hilih jangan gampang tergoda rayuan anak ingusan ini, Cun. Mending kalau beneran anak Sultan, kalau bukan?" ucap Burik benar adanya.

Apalagi melihat penampilan Razan sekarang, penampilan sederhana dengan celana abu yang ditambal pakai hansaplas.

"Tolong aku janji kalau kalian mau melepaskan ku, aku akan memberikan kalian uang sebanyak yang kalian minta. Tapi aku mohon biarkan aku pergi!" pinta Razan masih memohon.

Razan sangat berharap ucapannya bisa diterima oleh kedua penjahat tersebut. Dia tahu tujuan mereka menculiknya adalah karena uang. Razan terus mencoba untuk bernegosiasi dengan keduanya.

Mereka tertawa mendengar ucapan Razan, namun hanya sebentar saja saat salah satu dari mereka melihat seorang lelaki berbadan tegap berjalan menghampirinya.

"Sssstttt, Rik buruan disumpal mulutnya. Si bos datang!" titah Acun.

Burik langsung menyumpal mulut Razan yang masih berusaha berontak, kali ini Burik berhasil. Dia langsung mensejajarkan tubuhnya dengan yang lain.

Mereka mengangguk saat lelaki itu sudah berada di hadapannya.

"Apakah ada yang mengikuti kalian?" tanya laki-laki bertubuh tegap berwajah garang sambil matanya menyapu sekitar rumahnya.

Lelaki itu kerap dipanggil bos oleh polisi gadungan tersebut. Seraya menatap tajam Razan yang kedua tangannya diikat dan mulutnya disumpal dengan kain. Dia lalu mendekat, tangannya meraih dagu Razan yang terlihat lelah. Seraya mengeluarkan pisau kecil dari saku bajunya.

"Jadi kamu anak Berry Gunawan. Heh, ganteng juga kamu. Gimana kalau wajah gantengnya kamu ini kucabik-cabik sampai hancur seperti ayahmu menghancurkan hidupku?" lelaki itu mengusap pipi Razan dengan pisau, seraya tersenyum sinis.

Razan memejamkan matanya, tubuhnya terasa beku saat berhadapan dengan seorang lelaki yang sama sekali tidak dikenal. Sungguh ini kali pertama ia diculik dan mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari seorang penjahat.

Lelaki itu tertawa remeh terlihat sangat marah sambil menatap Razan dengan geram.

Razan terlihat pasrah tanpa suara. Hatinya terasa sesak mendengar kenyataan bahwa Papanya telah melakukan kesalahan besar di masa lalu sampai berimbas pada dirinya. Sungguh ia merasa berada di situasi yang sangat mengerikan dan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Razan merasa takut dan tidak berdaya, tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tatapan marah dari lelaki itu membuatnya merasa seperti seekor binatang liar yang tertangkap dan siap dijadikan santapan makan malam.

"Jika wajahmu hancur, ayahmu pasti akan terkejut. Heh...aku akan sangat bahagia jika aku bisa menghancurkan keluarga Berry Gunawan secepatnya," Lelaki itu mengusap pipi Razan dengan pisau.

Razan memejamkan matanya, rasa takutnya masih menjalar dalam dirinya. Dia hanya berharap di situasi yang menegangkan itu, ada orang lain yang mau menolongnya.

"Tapi aku tidak akan menghancurkan wajahmu sekarang. Aku ingin bermain-main dahulu denganmu, bocah tengil!" katanya penuh amarah.

Lelaki itu tidak menyangka kehidupan Berry semakin sukses, sementara dirinya harus kehilangan segalanya. Ditinggalkan istri dan anaknya saat tahu dirinya dijebloskan dalam penjara. Karena keluarganya tidak mau menanggung malu.

"Ck...ck...ck...Berry...Berry, anakmu ini akan aku jadikan umpan agar kau siap untuk melawanku kembali," Lelaki itu mengusap pipi Razan dengan jari telunjuknya.

Razan berontak, ingin mengatakan sesuatu namun tidak bisa. Mulutnya masih disumpal dengan kain.

"Bawa anak ini ke gudang! Pastikan semua pintu dan jendela terkunci rapat, jangan lupa jaga ketat keamanan rumah ini!" titah lelaki itu terdengar sangar.

"Siap Bos!" kedua polisi gadungan tersebut siap menuntun Razan untuk membawanya ke gudang yang penuh sesak.

Setelah sampai di gudang, Razan langsung di didorong paksa agar masuk ke gudang. Razan membalikkan badannya lantas berlari menuju pintu hendak ikut keluar namun pintu langsung ditutup dan dikunci dari luar.

Ingin rasanya Razan berteriak, namun ia tidak mampu mengeluarkan suaranya. Ia hanya bisa membenturkan badannya hendak mendobrak pintu tersebut.

Bug!

Bug!

Berkali-kali Razan mendobrak pintu, ternyata nihil. Pintu tersebut terlalu kuat. Tidak bisa dibuka dengan kekuatan tubuhnya. Razan terdiam. Matanya memindai ruangan yang terlihat sumpek. Dia berharap ada benda atau apa pun yang bisa ia jadikan alat untuk bisa keluar dari gudang.

Razan tersenyum manakala melihat...