Dijodohkan secara mendadak oleh sang paman, membuat Iswa Putri Sakinah harus menerima kenyataan menikah di usia yang sangat muda, yakni 19 tahun, terpaksa ia menerima perjodohan ini karena sang paman tak tega melihat Iswa hidup sendiri, sedangkan istri sang paman tak mau merawat Iswa setelah kedua orang tua gadis itu meninggal karena kecelakaan.
Aku gak mau menikah dengan gadis itu, Pa. Aku sudah punya pacar, tolak Sakti anak sulung Pak Yasha, teman paman Iswa.
Aku mau menikah dengan gadis itu asalkan siri, si bungsu terpaksa menerima perjodohan ini.
Apakah perjodohan ini berakhir bahagia bagi Iswa?
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEPAKAT
Sebelum dilangsungkan pernikahan, Kaisar mengirim pesan pada Iswa untuk bertemu di sebuah cafe dekat kampus. Ternyata mereka berada di kampus yang sama, hanya beda jurusan tapi satu fakultas.
Kaisar menatap lurus pintu masuk, menunggu gadis yang akan dijodohkan dengannya. Dia sudah berdecak sebal karena Iswa datang terlambat, meski hanya 5 menit.
"Lain kali jangan telat kalau punya janji sama seseorang," ucap Kaisar menohok Iswa, sebenarnya Iswa bukan tipe gadis yang lemah dan menye-menye, hanya saja ia sadar kali ini dia salah karena terlambat, sehingga dia tak sungkan bilang maaf. Kaisar sedikit kaget, ada ya seorang perempuan dengan mudahnya minta maaf.
"Langsung saja, mungkin lo udah tahu rencana papa dan paman lo seperti apa. Gue juga menerima bukan karena gue mau menikah muda, tapi karena ingin balas jasa papa gue sama keluarga lo aja. Gue berharap lo gak punya ekspektasi berlebih pada pernikahan ini."
"Iya saya paham. Saya sudah menduga tak mungkin Kak Kaisar mau menerima perjodohan ini, santai saja. Saya tidak menuntut apa-apa dan tidak berharap lebih. Saya sendiri juga sudah menolak ide perjodohan ini, hanya saja paman saya khawatir kalau saya tinggal sendiri. Kak Kaisar bebas kok mau ngapain saja, begitupun saya. Begitu kah?"
"Oke! Bagus deh kalau kamu sadar diri."
"Iya, Kak, santai saja! Aku yang harus berterima kasih kepada keluarga Kakak yang mau menampung anak yatim," ucap Iswa, entah mengapa Kaisar tersentil dengan ucapan gadis ini. Bukankah dia harusnya marah karena pernikahan yang akan ia jalani hanya sebuah permainan saja.
Setelah pertemuan itu, Kaisar sempat mencari tahu tentang Iswa pada beberapa kenalan yang satu jurusan dengan gadis itu. Ia mendapat info kalau Iswa termasuk mahasiswa cantik di jurusan dan sedang didekati oleh Pandu, Ketua HMJ jurusan Teknik Informatika. Kaisar tahu Pandu, pasti dia naksir Iswa saat ospek dulu.
Pernikahan Kaisar dan Iswa dilaksanakan Minggu sore, di kediaman Kaisar. Pak Hanan menjadi wali nikah untuk Iswa, begitu kata sah terdengar, Pak Hanan sangat lega. Bahkan saat terjadi pernikahan, istri Pak Hanan tak diajak, agar tak terjadi kegaduhan yang mengusik ketenangan Iswa.
Menjadi anggota keluarga baru di kediaman Pak Yasha, membuat Iswa harus beradaptasi. Meski dia menikah terpaksa untuk melindungi dirinya, tetap saja dia harus menghormati mama dan papa Kaisar. Pak Yasha tampak ramah dan memang menerima Iswa sebagai menantu, berbeda dengan Nyonya Yasha yang terkesan jutek dan angkuh menatap Iswa, namun dirinya sadar ibu mertuanya mungkin juga tak terima anak bungsunya yang belum lulus kuliah malah dinikahkan.
Sakti, kakak ipar Iswa itu hanya diam saja, mungkin settingan cowok cool begitu kali ya, dan Iswa tak berniat dekat juga dengan lelaki itu. Di dalam kamar pengantin pun, Kai dan Iswa sudah sepakat untuk tidur mereka akan terpisah, Iswa dengan kesadaran penuh memilih sofa kamar saja, dia mengalah, dan tahu diri bahwa sebenarnya tak ada yang menerima di keluarga ini kecuali papa mertuanya.
Iswa pun tak berniat meletakkan bajunya di lemari Kaisar, ia biarkan saja di koper, di letakkan di pinggir sofa. Buku-bukunya pun diletakkan di situ saja, ia tak mau mengganggu apa yang sudah tertata di kamar Kaisar, bahkan ia tak protes saat foto Kaisar dengan seorang perempuan masih bertengger di meja belajar.
"Kamu yakin tidur di sofa?" tanya Kaisar saat mereka sudah bersiap tidur, lampu utama kamar sudah dimatikan, tinggal lampu tidur saja yang menyala.
"Yakin kok!" ucap Iswa yang masih bermain ponsel.
"Ya udah!"
"Oke!" jawab Iswa santai, sejak kedua orang tuanya meninggal, Iswa seperti tak punya harapan hidup, tak berani bermimpi, tak ada rencana khusus, ia menjalani hidup layaknya air saja, yang penting prinsipnya tak mau menggantungkan hidup pada orang lain. Ia pun tak berniat diskusi nafkah dengan Kaisar, tabungan orang tuanya dan uang santunan masih ada, aman setidaknya untuk makan dan bayar UKT selama 2 semester.
Saat pagi menjelang, ia buru-buru ke dapur, untuk membantu masak sebisanya. Ia tak mau dianggap menantu hanya numpang hidup, meski papa Yasha juga tak masalah kalau Iswa bangun siang.
"Hem papa, saya mau tanya!"
"Apa?" tanya papa Yasha saat mereka sarapan.
"Aturan pulang di rumah ini jam berapa?"
"Maksudnya?" giliran mama yang menanggapi pertanyaan Iswa.
"Hem, saya biasanya ke kampus pagi, kemudian saya lanjutkan untuk menjadi tutor, biasanya saya pulang jam 8 malam, khawatir di rumah ini ada aturan jam pulang."
"Di sini bukan kos-kos an, suka-suka kamu aja pulangnya kapan," jawab Kaisar cuek, Sakti langsung menatap sang adik. Kok kesannya sang adik tak berniat melindungi istrinya gini.
"Usahakan jangan lebih jam 9 malam, Wa! Kita biasanya makan malam jam 7, kalau kamu masih ada urusan di luar selesaikan saja dulu!" ucap papa Yasha dengan nada lembut, mama Kaisar menatap Iswa penuh arti, mungkin tak menyangka bertemu dengan gadis sopan dengan tutur kata yang lembut, serta tak sungkan untuk mengucap terimakasih.
"Ke kampus bareng Kaisar?" tanya papa.
"Enggak, Kaisar cuma bimbingan jam 11!"
"Bareng Sakti aja kalau gitu, searah kan?" saran papa yang langsung disambut tatapan tajam oleh dua putranya.
"Ouh, tidak perlu repot-repot, Pa. Saya naik ojol saja, karena nanti rencananya saya mau ambil motor di rumah!" ucap Iswa menolak dengan sopan, satu kesan mama Kaisar melihat Iswa dia selalu tersenyum, menunjukkan sekali kalau dia ramah, dan mama Kaisar yakin bahwa gadis ini menyimpan kesedihan serapat mungkin.
Iswa pun pamit, karena ojolnya sudah datang. Gadis itu salim pada mama dan papa mertuanya. "Gak usah salim sama gue!" ucap Kaisar jutek, mama, papa, dan Sakti langsung menatap Kaisar tajam, sedangkan Iswa tersenyum.
"Oke," jawab Iswa santai dan segera berangkat.
"Jutek banget kamu, Dek!" protes Sakti, meski dia menolak dijodohkan dengan Iswa, tapi dia tidak suka pada sikap Kaisar yang kasar pada perempuan.
"Gak usah menuntut apa-apa, kita masih beradaptasi dengan pernikahan ini."
"Terserah kamu lah, Kai. Ujung-ujungnya kamu nanti jatuh cinta sendiri sama istri kamu," ujar papa.
"Dia baik," ucap mama tiba-tiba membuat ketiga pria itu langsung menatap sang mama. "Mungkin dia juga terpaksa menerima pernikahan ini. Kalau pun kamu tak berniat mencintainya, jangan terlalu kasar, kamu sendiri yang menyanggupi permintaan papa," ucap mama tiba-tiba melankolis, mereka melanjutkan sarapan tanpa suara.
Sedangkan Iswa sendiri mengusap air matanya, entah harus sedih atau bahagia menjalani pernikahan ini, tinggal di rumah mertua dengan orang-orang asing.
Semoga gue kuat.
bang sat ( satya ) , bang kai ( kaisar )
kaya sebatas alasan doang ga ada artinya deh,,cihhhh kasah dari mana ucapan bo doh ,itu pun nyata ko marah