Entah wanita dari mana yang di ambil kakak ku sebagai calon istrinya, aroma tubuh dan mulutnya sungguh sangat berbeda dari manusia normal. Bahkan, yang lebih gongnya hanya aku satu-satunya yang bisa mencium aroma itu. Lama-lama bisa mati berdiri kalau seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika komalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan 2
Tanpa ku duga darah segar mengalir dari sudut bibirku, jangan tanya bagaimana sakitnya ulu hati ini.
"hahahaha, bagaimana bedebah kau mau lagi." ucap Sinta dengan mengibaskan rambut jeleknya itu.
Perlahan aku mulai bangkit, tapi dada ini masih terasa sesak. Lagian Bowo kemana sih, lama amat menjemput Galuh dan Bima. Ku kuatkan tungkai kaki ini, walupun masih sempoyongan ku usahakan berdiri.
"ternyata kau masih sanggup berdiri, sialan!" teriak Sinta yang langsung melayangkan tendangan nya padaku.
"bugh bugh bugh!"
Tapi aku tidak merasakan sakit sedikitpun, saat ku buka mata ternyata Bima yang menangkis pukulan Sinta.
"kau tidak apa-apa? Maaf kami telat datang" ucap Galuh sembari membantuku berdiri.
"tidak apa-apa," ucapku seraya menyeka sisa darah di bibir ini.
"baguslah sekarang kalian sudah berkumpul, jadi kami perlu repot-repot lagi mencari kalian" ucap buk Surti seraya menatap kami satu persatu.
"Bowo! Kemari kau!" teriak buk Surti.
Bowo lalu melihat aku Galuh dan Bima dan sejurus kemudian dia melihat ibu dan kakak nya. Tampak aura datar di wajah coklatnya.
"maaf buk, Bowo tidak mau!" ucapnya pelan tapi masih terdengar jelas di telinga.
"berani kau melawan ha! Kesini ku bilang kesini!" teriak buk Surti. Wajah keduanya mengeras, aku tau pasti mereka marah melihat Bowo berpihak pada kami.
"tidak buk, mulai sekarang aku akan tinggal bersama kak Laras. Aku tidak mau mengikuti jejak kalian, sudah cukup bapak yang menjadi korban. Aku tidak mau mas Rama ataupun yang yang lainnya menjadi korban."
Deg... Aku tidak menyangka Bowo bisa berkata seperti itu pada ibunya sendiri. Ternyata omongan nya makan tadi bukan main-main.
"dasar pengkhianat, seharusnya kau mati saja bersama tua bangka itu. Menyesal aku membiarkan mu hidup."
Bowo terdiam, sejurus kemudian dia berjalan mendekat padaku. Di genggam nya tanganku , lalu melihat sang ibu.
"jika waktu bisa di putar aku juga tidak mau di lahirkan oleh seorang wanita pemuja iblis seperti mu Bu, oleh itu mulai sekarang aku tidak mau lagi hidup bersama kalian. Aku bersama mereka akan melawan mu."
Terharu, sudah pasti aku terharu. Padahal kami tidak memiliki ikatan darah sama sekali, tapi dia dia berani melawan ibunya demi membela kebenaran.
"baiklah jika begitu, mulai sekarang kau bukan lagi bagian dari keluarga kami. Dan jika kau mati, buka. Lagi menjadi urusan ku!"
" sudahlah, kalian jangan banyak bicara, sebaiknya kalian pergi sebelum kami bertindak." ancam Bima.
" tidak semudah itu, aku kesini mau menjemput suamiku. Tidak ada urusannya dengan kalian!" ucap Sinta.
" mas Rama tidak akan pernah meninggalkan rumah ini, jika kau membawanya langkahi kami dulu!" ucap Galuh.
" siapa kau beraninya mengaturku. Dia suamiku, kau tidak ada hak! "
" benar dia suami mu tapi itu dulu, sekarang dia milikku." ucap Galuh seraya memasang kuda-kuda.
Aku tidak menyangka sebegitu cintanya dia dengan mas Rama, hingga tak takut menghadapi pemuja iblis itu.
"hiyaaaaaaa bugh bugh bugh bugh bugh!"
" braaaak braaakkk bugh bugh bugh braaak"
Hantaman demi hantaman terdengar jelas di telinga, " menyusul lah kalian semua! " teriak buk Surti.
" braaak breeeeek bruuuuuk bugh bugh bugh bugh bugh "
" akhhhhh! " teriak mbak Sinta di ujung sana, terlihat dia juga tersungkur di tanah.
Ternyata dia dapat hantaman dari Galuh, rasakan.
"bagaimana, apa kau mau tambah!" ucap Galuh. Sementara Bowo masih terus berdiri di sampingku, tapi matanya begitu jeli melihat pertempuran di depan sana.
Pertempuran masih berlanjut, Bima dengan gesit melawan serangan buk Surti sementara Galuh melawan Sinta.
Namun siapa sangka, buk Surti seketika melayang kan tubuhnya dan melepaskan bola-bola api pada kami semua termasuk aku.
"awas kak!" teriak Bowo mendorong tubuhku.
Seketika aku tersungkur ke tanah, dan sialnya maha Bowo yang terkena bola-bola api yang di lepaskan ibunya sendiri.
"Bowo!" teriakku.
"uhuk.. Uhuuk." ya darah segar yang keluar dari mulut Bowo, bahkan sangat kental dan berbau bangkai.
"brengsek kau menek peyot," teriakku.
"bugh bugh bugh" sebisa mungkin aku melawan buk Surti, kali ini di bantu oleh Bima.
"jangan biarkan mereka lepas Bim," teriakku.
Kini kami sudah berdiri bertiga, berhadapan langsung dengan para demit itu.
"serahkan mas Rama, Laras. Dia itu suamiku!"
" tidak, aku tidak akan menyerahkan Kakaku padamu. Jika hidup denganmu hanya untuk kau jadikan tumbal, aku tidak akan melepaskan. "
" dia suamiku!" teriak Sinta.
" itu dulu tapi sekarang tidak, pak Karto sudah menjadi korban kebiadaban kalian, sekarang lebih baik kalian pergi sebelum aku memanggil kyai Mustopa! "
Seketika raut wajah mereka menjadi pucat, tampak Sinta menggenggam tangan buk Surti dengan erat.
"bagaimana ini buk!"
"jangan takut, kita masih punya tuan tampan dan berkharisma. Sebaiknya kita cari Rama sekarang lalu bawa pulang," perintah sang ibu.
Mereka kemudian melayang di udara, Sinta yang hendak masuk dengan secepat kilat Bowo langsung berlari menutup pintu depan.
"buka pintunya bedebah!"
"tidak, lebih baik mbak Sinta pergi!"
Nafas Sinta naik turun, sementara sang ibu masih terus mengitari rumah Sinta yang kesal akhirnya mengikuti sang ibu, "dia di sini Sinta!"
Kami yang mendengar segera berlari, ku tugaskan Galuh untuk menjaga mas Rama dari dalam sementara aku dan Bima menjaga dari jendela.
"buka lalu tutup pintunya lagi." ucapku pada Galuh.
Dia mengangguk, kemudian aku berlari ke samping, untung saja kamar mas Rama di lindungi oleh terali besi.
"pergi kalian !" teriakku
"kembalikan suamiku!" ucap Sinta.
"dia buka suamimu, dia calon suamiku." ucap Galuh dari dalam sana, tampak dia merangkul lengan mas Rama, sementara kakakku itu masih dengan tatapan kosongnya.
"sebaiknya kita pergi dari sini Sinta, kita akan menyusun rencana agar bisa membawa Rama kembali ke rumah. jangan gegabah, ingat jangan gegabah!" ucap buk Surti.
" baguslah jika kau sadar diri!" ucapku.
Keduanya segara melayang di udara dan menghilang begitu saja.
Kembali Galuh menutup jendela, sementara kami berdua kembali ke depan di mana masihan da Bowo yang tengah memegangi dadanya.
"terimakasih sudah melindungi ku Wo,"
"iya kak, aku tidak ingin kakak terluka." ucapnya sambil meringis.
Ku ambilkan minyak untuk di usapkan ke bagian yang sakit, walaupun tidak menyembuhkan setidaknya mengurangi rasa sakit.
dengan perlahan Bowo mengusapkan minta angin tersebut, sementara itu Galuh dan Bima sudah duduk manis di atas karpet.
"besok tolong temani aku kerumah kiyai Mustofa ya?"
" iya Laras, kami akan menemanimu ke rumah kyai Mustofa."
" benar yang di katanya Galuh, Laras. Kami akan ikut bersamamu besok."
" aku juga ikut kak, aku juga ingin terlepas dari pengaruh ibu, sudah cukup lama aku menderita di rumah itu." ucap Bowo seraya menyeka air matanya yang jatuh.