Di tengah reruntuhan kota Jakarta yang hancur, seorang pria tua berlari terengah. Rambutnya memutih, janggut tak terurus, tapi wajahnya jelas—masih menyisakan garis masa muda yang tegas. Dia adalah Jagat. Bukan Jagat yang berusia 17 tahun, melainkan dirinya di masa depan.
Ledakan menggelegar di belakangnya, api menjilat langit malam. Suara teriakan manusia bercampur dengan derap mesin raksasa milik bangsa alien. Mereka, penguasa dari bintang jauh, telah menguasai bumi dua puluh tahun terakhir. Jagat tua bukan lagi pahlawan, melainkan budak. Dipaksa jadi otak di balik mesin perang alien, dipaksa menyerahkan kejeniusannya.
Tapi malam itu, dia melawan.
Di tangannya, sebuah flashdisk kristal berpendar. Tidak terlihat istimewa, tapi di dalamnya terkandung segalanya—pengetahuan, teknologi, dan sebuah AI bernama Nova.
Jagat tua menatap kamera hologram di depannya. Wajahnya penuh debu dan darah, tapi matanya berkilat. “Jagat… kalau kau mendengar ini, berarti aku berhasil. Aku adalah dirimu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon morro games, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertempuran di Gang
Bau mesiu campur gorengan basi menggantung di udara. Spanduk RT 03 miring dan sobek, nyaris putus tiap kali hembusan panas dari ledakan menampar dinding. Kertas iklan kos “paket hemat” gosong di ujung. Seekor kucing oranye yang tadi “menyalak” ke tukang sate, kini meringkuk di bawah gerobak; mata bulat, telinga menempel.
Di mulut gang, dua pick-up hitam melintang. Bak belakang terbuka. Panel kamuflase digeser—KLIK!—menampakkan cradle eksosuit Robo 1.0 tempur, doff abu-abu dengan marking kuning. Orang-orang berjaket hitam menurunkan helm, pelat dada, greave—secepat tukang tambal ban ganti roda. KLIK! ZRRRT! CLANG!
“Unit Beta-2, perisai depan! Beta-3, sisi kiri gang! Jangan biarkan target dievakuasi!” suara berat menggelegar lewat radio—komandan lapangan Bara Hitam.
Di seberang, di balik pagar kontrakan tetangga rumah Jagat, tim Angsa Induk menutup formasi. Lima agen, rompi balistik dan helm. Di depan, Ayunda—tanpa seragam, hanya kaus hitam longgar dan celana kargo—menggenggam SMG, napas teratur, wajah dingin.
“Bu Ratna masuk! Nadia ikut Ibu! Kamar belakang! Kunci!” seru Badra dari pintu samping. Ia melirik Ayunda. “Angsa Induk ke E-3, perisai manusia prioritas. Ancaman: Robo 1.0 minimal dua.”
Dari ujung gang, terdengar langkah mesin stepper: DENG… DENG… DENG… Dua eksosuit “assault” melangkah. Sendi lutut berpendar, bahu memikul modul senapan otomatis yang menderu.
Di atas, langit kelabu oleh asap. Lebih tinggi lagi—tak terlihat mata awam—sebuah bayangan lebar melayang: Arka One dalam mode stealth. Hanya Nova, Celine, dan Jagat yang tahu posisinya.
MASUKNYA JAGAT
Jagat tiba dari ujung gang berlawanan. Keringat dingin merayap di pelipis, tersembunyi di balik helm. HUD menampilkan overlay jalan kampung: kontur paving, elevasi selokan, tanda panas mesin lawan.
RoboHero 1.1 menutup tubuhnya sempurna—pelat dada Purwarupa-AL15, gauntlet Viper-X, greave Helix, helm mode Urban HUD. Wing-pack mini terlipat; ruang terlalu sempit untuk terbang. Lengan kiri: modul shield ringan aktif. Lengan kanan: SMG modular Ramah-7 tersambung; laras berpendar.
“Nova, status musuh.”
“Tiga belas personel organik bersenjata. Tiga unit Robo 1.0 aktif—dua assault, satu sniper di pick-up kedua. Sumber daya musuh 78%. Tanpa perisai. Lapis baja generasi lama.”
“Celine?”
“Rekomendasi: Switch Tank-Lite untuk blokir awal koridor sempit + Assault-Short untuk tembus cepat. Wing-pack off. Prioritas: tarik perhatian menjauh dari rumah, beri kuping untuk Angsa Induk.”
“Setuju. Tank-Lite 40%. Assault-Short 30%. Jaga mobilitas.”
“Konfigurasi diterima. Switching dimulai.”
ZRRRT— pelat tambahan meluncur dari micro-pod yang dijatuhkan Arka One di antara awan. SWOOSH! Pelat menempel ke dada dan bahu, mempertebal kontur. Gauntlet kanan mengeras, servo berbunyi TAK-TAK-TAK. Actuator betis mengunci—KLIK!
Jagat melangkah ke tengah paving basah.
“Woy! Yang di dalam gang, buang senjata!” teriak Bara Hitam.
Jagat tak menjawab. HUD mem-frame dua suit assault. Jalur tembak biru sudah terkalkulasi—tapi gang sempit, resiko ricochet tinggi.
“Angsa Induk, ini Jagat. Aku tarik perhatian di depan. Evakuasi Ibu dan Nadia lewat jalur belakang. Mobil cadangan standby.”
Suara Ayunda di earfeed—pendek tapi tegang, ada lega di ujungnya. “Diterima. Jangan terlalu depan sendirian.”
“Aku cuma butuh satu menit.”
KONTAK PERTAMA
Peluru pertama melolong. RRRRATATATAT! Dinding kanan rontok, serbuk semen beterbangan. Jagat memutar shield—ZANG! ZANG!—peluru mental.
“Nova… buka.”
“Trajectory siap.”
Jagat lompat dua ubin—THUMP!—geser kiri, ambil cover bak sampah. SMG mengaum—DR-DR-DR!—tiga burst pendek mengunci sendi bahu suit lawan. SPARKS! Servo bahu meletup; modul senapan macet. “Sial!”
Suit satunya memuntahkan peluru. Jagat bentangkan projector shield—ZZRRT!—hujan timah jadi TEK TEK TEK di permukaan energi. Ia menurunkan bahu—DUG!—tackle dengan tenaga Tank-Lite. Mereka menghantam tembok. Plester retak. Poster “Juara Gaplek RT 03” terbelah dua.
“Celine, joint-lock!”
“Eksekusi.”
Gauntlet kanan memanjang sepersekian inci. KRAK! Mengunci elbow lawan. Jagat memutar pinggul—BRAKK! Suit robo 1.0 menghantam paving.
Dari pick-up, varian sniper menyembul—laras panjang mengunci. HUD berkedip merah.
“Sniper!” Ayunda di radio.
Jagat menunduk. PIANG! Peluru kecepatan tinggi membentur perisai; gelombang kejut mendorongnya setengah langkah. Bahu ngilu.
“Benturan 8,2 kN,” lapor Nova.
“Catat.” Jagat geser posisi. Ia selip di celah dua motor bebek; satu didorong—KAP!—kunci setang jebol, jadi cover dadakan. Peluru menggerus bodi motor—DREDEDEDE!—oli menetes, bau bensin tajam.
“Badra, status belakang?”
“Masuk rumah. Ibu dan Nadia di ruang tengah. Mobil cadangan siap, tapi depan gang panas.”
“Bertahan. Aku buka ruang.”
Suit assault yang tadi ditubruk bangkit, bahu pincang. Ia mengangkat pelontar mikro—VUT!
“Granat!” teriak warga dari balik pintu.
Jagat melesat. Shield menyilang—BOOM!—serpihan bata beterbangan. Bayi menangis—lalu senyap ditenangkan ibunya. Asap menutup pandang—itulah yang ia butuhkan.
“Nova, rute pendek ke sniper.”
“Turun satu meter, kiri tiga. Ada celah pagar.”
Jagat merunduk, melintas di bawah jemuran (kaus bola “RANS” berkibar). Ia muncul di sisi pick-up kedua. Pilot sniper terkejut.
Tanpa peluru. Zzzz—DUAAG! Gauntlet memadat, palu jarak dekat. Helm retak; suit ambruk ke bak. Pilot megap-megap.
“Out,” desis Jagat.
Peluru dari suit assault menyapu lagi—RATATATA! Jagat berguling. Punggung menghantam pagar besi—DRRNG! Getar menembus tulang.
“Rasa sakit 24%,” Nova datar.
“Terima kasih atas empatinya,” desis Jagat.
“Catatan: sarkasme terdeteksi.”
“Fokus!”
Ayunda mengintip dari pintu, memberi tanda dua jari ke mata, lalu menunjuk—Watch. Jagat mengangguk.
“Celine, butuh ruang tembak tiga detik.”
“Stun-pulse medium. Hati-hati pantulan.”
Jagat mengangkat lengan kiri. Pelat kecil memancar biru—ZZRT! Gelombang elektromagnetik mengenai modul kontrol suit lawan. Servo freeze sepersekian detik—cukup.
Jagat masuk. Lutut menghajar “perut” suit—GUBRAK! Siku kanan ke helm—PRANG! Pilot tumbang.
Sisa Bara Hitam kocar-kacir ke belakang pick-up. Dua orang mengangkat RPG rakitan, sudut tembak ke rumah.
“Jangan!” suara Ayunda pecah.
“Ambil alih,” bisik Nova.
Dari atas, jatuh paket mikro—TUK!—mekar seperti payung logam—FLAP! Energi biru menyala. BOOM! Ledakan ditelan Micro-Dome. Spanduk RT 03 akhirnya putus, terbang melayang.
“Arka One suplai satu Micro-Dome,” Celine melapor.
Jagat memanfaatkan celah. DRDRT! Tembakan rendah ke betis—niatnya menjatuhkan, bukan mematikan. “Mundur! Mundur!” teriak salah satu. Mereka menyeret rekannya yang pingsan, melompat ke bak pick-up.
“Badra, koridor lima detik. Sekarang!”
Pintu rumah terbuka. Dua agen Angsa keluar rendah, menyapu kanan-kiri. Di belakang mereka, Bu Ratna—pucat tapi tegar—merangkul Nadia yang basah air mata namun dagu terangkat.
“Ayo, Bu!” Ayunda backup, melangkah mundur sambil membidik.
Jagat maju jadi tameng. Shield melebar. Peluru sporadis telat—TING! TING!—lebih banyak memantul ke dinding.
Dari ujung gang, Angsa Anak melambai; pintu belakang mobil terbuka. “Jalur aman!”
Tatap mata Bu Ratna bertemu visor Jagat. Takut—dan sesuatu yang lain. Pengakuan sunyi. Jagat mengangguk. Ia tak berani bicara; suaranya bisa goyah.
Pintu DUK! tertutup. Mesin meraung—WRRRM! Mobil mundur, putar sempit, melesat ke rute cadangan.
“Angsa Induk, keluarga keluar. Fokus perimeter!” Ayunda.
“Copy!”
GELOMBANG KEDUA
Bara Hitam menyalakan suar merah—PSSSHH! Asap menebal. Di balik kabut, dua siluet suit assault bangkit. Dari trailer yang baru didorong, satu unit lagi turun. Tiga di depan Jagat.
“Kita masih di sini,” gumam Jagat. “Dan mereka makin banyak.”
“Daya armor 64%,” Nova mengingatkan. “Tank-Lite menyerap mayoritas damage. Saran: kurangi blok frontal, tingkatkan manuver.”
“Rute samping?”
“Selokan kiri, lebar 40 cm. Bisa jadi jalur slide satu meter untuk reposisi.”
“Di tengah tembak menembak?” Jagat miringkan helm.
“Opsi lain: minta roket mini dari Arka. Risiko collateral.”
Jagat menyeringai. “Kita kotor-kotor sedikit.”
Ia rebah, menyambar bibir selokan—BYURR! Meluncur rendah; percikan lumpur ke pelat kaki. Peluru lewat di atas kepala—WHIZZ! WHIZZ! Jagat keluar di sisi kiri suit paling agresif.
Gauntlet mengunci—sikut DUG! lutut PRUK! bahu KRANG! Suit oleng, tumbang menimpa tumpukan galon kosong—GLODAK! Suara plastik bertabur aneh di tengah perang.
“Jagat!” Ayunda memekik—peringatan, sekaligus bangga.
“Masih di sini,” jawabnya pendek.
Radio hidup. Suara Komando TNI: “Angsa Induk, ini Bravo. On route dari barat, tapi ada penghadangan. RPG tumbangkan truk depan. Kami lambat. Bertahan!”
Brimob: “Negatif dukungan cepat! Kami juga diadang! Formasi pecah! Angsa, tahan perimeter!”
Jagat memejamkan mata sepersekian. Dada seperti ditarik. Wajah Ibu. Nadia. Ayah.
“Nova… isolasi audio 15 detik.”
“Diterima.”
Dunia merendah volumenya. Di depan—tiga suit assault. Di belakang—Ayunda dan Angsa, lelah tapi mata menyala.
“Celine,” bisiknya.
“Ya?”
“Kita tarik garis di sini. Tak boleh ada yang lolos.”
Hening sehela. “Kalimat diterima.”
Jagat atur napas. Tank-Lite dikurangi 10%, Assault-Short ditambah 10%. Daya actuator kaki dinaikkan.
“Nova, kunci target: persendian pinggul suit kiri, sambungan helm suit tengah, modul bahu suit kanan. Urutan tembak dua—tiga—satu.”
“Dikunci.”
Jagat menghela. “Baik. Kita balikkan keadaan.”
Ia menerjang. Dunia kembali berisik—RATATAT!—jerit servo—serpihan tembok. Perisai terangkat. Kaki menghajar. Tangan menyambar. Peluru diganti pukulan saat perlu—bukan karena peluru kurang, tapi karena dinding tetangga terlalu tipis.
Di ujung gang, ibu-ibu di balik gorden memejam. Anak kecil menutup telinga. Tukang ojek tua merapal doa.
Di tengah semua itu—Jagat berdiri. Bukan pahlawan poster, bukan robot raksasa. Hanya anak dari rumah sempit yang menolak mundur.
“Untuk rumah ini,” desisnya. “Untuk mereka.”
Dan ia menerjang lagi.