Annisa Dwi Az Zahra gadis periang berusia 20 tahun yang memutuskan ingin menikah muda dengan lelaki pujaannya yang bernama Rian Abdul Wahab, namun kenyataan pahit harus diterima ketika sebuah tragedi menimpanya.
Akankah Nisa bertemu bahagia setelah masa depan dan impiannya hancur karena tragedi yang menimpanya?
"Kini aku sadar setelah kepergianmu aku merasa kehilangan, hatiku hampa dan selalu merindukan keberadaanmu, aku telah jatuh cinta tanpa kusadari" Fahri
"Kamu laki-laki baik, demi kebaikan kita semua tolong lepaskan aku, karena bertahan pun bukan bahagia dan pahala yang kita dapat melainkan Dosa" Nisa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Tuhan dosa apa yang ku perbuat di masa lalu, sehingga harus menanggung akibat yang bertubi-tubi, Apabila ini ujian, maka kuatkan hati dan jiwaku, hiks
Nadira menjerit dalam hati meratapi semua yang menimpa dirinya.
Tidak, aku tidak boleh seperti ini. Aku harus kuat demi Mama, jangan sampai Mama melihat keadaanku seperti ini.
Setelah cukup puas menumpahkan air mata, Nadira bangkit sambil menyemangati diri dan kembali berjalan menuju rumahnya, berharap sang Mama sudah tidur dan tidak melihat wajahnya yang sembab dan acak-acakan.
......................
Fahri turun dari mobilnya kemudian masuk ke dalam rumah dengan membuka pintu sendiri, Ia memiliki kunci cadangan karena disaat pulang larut atau Art-nya sedang pada sibuk ia tidak mau mengganggu tidur dan pekerjaan mereka.
Fahri berjalan tergesa menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua, Ia ingin segera membersihkan badannya kembali dan berharap bisa tidur, untuk mengistirahatkan tubuh dan fikirannya dari segala hal yang terjadi hari ini, dan berharap semuanya hanya mimpi.
Disaat sedang berjalan melewati ruang kerja Papanya, samar-samar Fahri mendengar sang Papa sedang bercakap dengan asistennya, Bobi melalui sambungan telepon.
"Iya, Bob. Besok saja berangkatnya sendiri, banyak hal yang harus dipersiapkan, nanti di Bandung ada Sela yang akan membantu. Karena Fahri tidak bisa hadir ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Saya usahakan hari kamis sebelum meeting dimulai saya sudah stay di sana." Papa Fandy mengakhiri panggilannya dengan Bobi, Ia memutuskan biar Bobi sendirian yang berangkat ke Bandung, mengingat kondisi Fahri yang sedang tidak baik-baik saja tidak mungkin bisa fokus memimpin meeting.
Hufff
Fahri membuang nafas secara kasar, ia membalikkan badan dan melangkah menuju ruang kerja sang Papa yang pintunya tidak tertutup rapat. Ia mengetuk pintu kemudian masuk tanpa menunggu jawaban Papanya.
"Pa. Fahri yang akan berangkat ke Bandung besok bareng Bobi. Papa berangkat tetap seperti jadwal semula, lagian kondisi Mama sedang tidak baik. Mama butuh Papa." Fahri bicara mendahului Papa Fandy yang baru saja membuka mulut hendak berbicara.
"Tapi gimana denganmu Nak?"
"Fahri baik-baik saja. Semuanya sudah beres, do'akan Fahri bisa melewati semuanya. Justru kalau tidak berangkat ke Bandung dan tidak ada kesibukan yang padat, malah fikiran akan stuck disitu. Jadi Papa percayalah sama Fahri. Fahri tidak butuh healing untuk saat ini, yang Fahri butuhkan hanya Do'a Mama dan Papa."
Fandy memeluk tubuh tegap putra kesayangannya sambil menepuk-nepukan tangannya dipunggung Fahri, memberikan kekuatan, yang sejatinya iya pun sedang ingin ditenangkan.
Laki-laki mana yang tidak marah mendengar pasangan tercintanya dilecehkan dan dirusak oleh laki-laki be jat yang tak bertanggung jawab walaupun itu dimasa lalu sebelum bersamanya, tapi tetap saja akan ada rasa marah. Namun, usia dan pengalaman membuat Papa Fandy bisa berfikir dengan jernih dan bijak. Bahwa emosi tidak akan menyelesaikan masalah melainkan menambah masalah.
"Bangkitlah Nak. Kamu adalah pahlawannya kami, kamu orang baik maka percayalah jodohmu juga pasti perempuan baik pula. Jodoh tidak pernah salah orang dan tempat, hanya saja jalannya yang kadang membuat manusia salah bersikap." Papa Fandy melepaskan pelukannya, ia terus-terusan memberikan motivasi untuk Fahri.
"Jadi gimana? Besok beneran siap ke Bandung?" Papa Fandy memastikan dengan kembali bertanya pada Fahri.
"Iya, Pa. Siap"
"Baiklah. Biar Papa yang urus semuanya. Papa sama Mama Jum'at pagi berangkat dari sini.
......................
Tapi mas. Rara kan panitia gak mungkin berangkatnya bareng sama ayah dan Ibu habis Maghrib, Rara harus stay dari jam 5. Jadi ya mau gak mau bawa motor sendiri. Gak apa-apa kan siang, malamnya kan barengan pulangnya gak sendirian. Iya-iya Rara nunggu mas aja.
Iya, Waalaikumsalam.
Nisa baru saja selesai menerima panggilan telepon dari Rian yang sedang berada di Surabaya. Entah kenapa, Nisa merasa makin kesini mendekati hari lamaran yang tinggal menghitung hari, Rian makin posesif kepadanya terkadang membuat ia pusing. Merasa selalu dicurigai dengan hal-hal yang tidak beralasan.
Namun ia selalu mensugesti diri bahwa ke posesif an Rian adalah bentuk dari cinta yang besar pada dirinya.
Hufff
Nisa membuang nafas secara kasar, entah kenapa sejak beberapa hari belakangan ia merasakan ada setitik rasa tidak nyaman yang selalu mengisi fikirannya dan membuat nafasnya terasa agak sesak dan berat, tapi yang pasti itu bukan penyakit sesak nafas yang berasal dari asma, sebab ia tidak memiliki riwayat penyakit tersebut.
Ia bangkit dari duduknya kemudian memakai kerudung instan yang biasa dipakai sehari-hari di rumah.
Ia baru ingat, kalau hari ini ayah dan ibunya sedang pergi menemui saudaranya yang baru pulang dari tanah suci Mekkah habis menunaikan ibadah Umrah. Nisa menuruni anak tangga menuju dapur, hendak masak buat makan malam nanti, walaupun ada Art tapi urusan masak untuk makan keluarga mereka tidak pernah mengandalkan Art.
Sedangkan ditempat lain, lebih tepatnya di jalan raya yang mengarah ke kediamannya Nisa, seorang perempuan cantik dengan tinggi semampai berdiri menyeka keringat yang mulai menetes dari pinggiran wajahnya, dia adalah Yuli yang hendak ke rumah Nisa.
Ia berangkat dari rumah sekitar jam 4 kurang sehabis sholat Ashar.
Seperti biasa setiap orang tua sahabatnya tidak di rumah, maka ia akan datang menemani sampai kedua orangtuanya pulang.
Lebih tepatnya mengekspresikan diri, entah itu memasak, bercanda atau apapun yang membuat duo sahabat itu tidak pernah tinggal diam, pasti saja ada yang mereka lakukan dengan penuh canda tawa, apalagi semenjak tau Nisa akan segera di lamar dan menikah, Yuli makin intens menghabiskan waktu bareng.
Namun hari ini sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak pada Yuli, ketika ia hendak membelokkan motornya dari jalan raya menuju arah komplek perumahan Nisa, tiba-tiba motornya mengalami pecah ban. Sedangkan di dalam komplek perumahan ia tidak melihat ada bengkel satu pun.
Saat hendak kembali melanjutkan perjalanannya mendorong motor, tiba-tiba ada suara klakson mobil bunyi dibelakangnya, ia sama sekali tidak tertarik untuk menoleh ke arah suara, karena takut hanya orang iseng, ia tetap melanjutkan langkahnya dengan menggerutu dalam hati.
Tin Tin
"Naik" Kini tidak hanya suara klakson yang berbunyi, namun suara seseorang yang begitu familiar memaksanya berhenti, karena ingin memastikan si pemilik suara datar yang menyuruhnya naik ke mobil yang kini terbuka kacanya.
Deg
Astaghfirullah, A Arman. Kenapa makin kesini makin ganteng tapi makin jutek juga, terus kapan atuh mukanya kucel? habis kerja seharian saja bukannya kucel tapi malah makin cool, huwaaa
"Mau ikut naik apa mau jalan kaki?" Suara Arman dari dalam mobil mengagetkan Yuli yang masih menatapnya dengan mulut menganga.
"I iya mau a. Tapi gimana dengan motor. Ta tapi tidak usah A, tidak jadi terimakasih banyak. Lupa tadi sudah nelepon Dodi suruh jemput kesini." Yuli menjawab dengan tergagap, entah kenapa setiap ia berinteraksi langsung dengan Arman hatinya selalu berdebar dan gugup.
"Naik saja, Ayo bareng. Tidak usah nunggu-nunggu yang belum jelas dimana." Arman dengan tegas meminta Yuli naik ke mobilnya, lebih pastinya memerintah dan tak ingin di bantah.
Belum jelas apanya? orang si Dodol sudah jelas kok mau jemput, sebentar lagi juga berangkat.
Yuli menjawab Arman, tapi cuma berani dalam hati.
Akhirnya Yuli memindahkan motornya lebih ke pinggir, kemudian ia masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya.
Tanpa ada sepatah kata pun yang terucap dari mulut Arman, setelah memastikan Yuli duduk ia kembali melajukan mobilnya perlahan sambil mengetikkan sesuatu pada handphonenya, dengan tatapan yang masih tetap fokus ke depan, Arman kembali memasukkan hpnya ke dalam saku celananya.
Setelah beberapa menit didalam mobil tanpa ada kata yang terucap, hanya deru suara mesin mobil yang masuk ke pendengaran Yuli.
Akhirnya mereka sampai.
"Dek. Tolong bukain gerbang ya." Arman menelpon Nisa, yang disahuti gerutuan dari dalam rumah.
"Lah. Ternyata bareng, kenapa gak ada yang mau turun buka gerbang?" Nisa mendelik kesal pada dua orang yang masih anteng duduk di dalam mobil.
Tau tuh si jalan tol, gak ngomong gak apa, tau gini tadi mending nunggu si Dodol deh
Yuli menjawab Nisa dengan kesal, namun hanya mampu ia ungkapkan dalam hati kekesalannya.
🍁🍁🍁
Jangan pernah mencintai dan membenci seseorang dengan berlebihan, karena cinta dan benci bedanya tipis sekali
Sekarang cinta atau benci, tapi kita tidak tahu esok akan seperti apa
jagain fahri atuhhh
masih membanggongkan ceritanya😯