Ratna yang tidak bisa hamil menjebak suaminya sendiri untuk tidur dengan seorang wanita yang tak lain adalah adik tirinya.
ia ingin balas dendam dengan adik tirinya yang telah merenggut kebahagiaannya.
akankah Ratna berhasil? atau malah dia yang semakin terpuruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadelisa dedeh setyowati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air Mata Istri Yang Diabaikan 27
Setelah mengantar Andini ke kantornya Bagas segera bergegas menuju ke kantornya sendiri. Meninggalkan Andini yang masih bergumul dengan perasaannya.
Andini tak habis pikir, bagaimana bisa mereka bertiga akan tinggal satu atap. Walaupun Ratna menyukainya sangatlah tidak wajar ada dua ratu dalam satu istana.
Sepanjang perjalanan Andini mencoba bernegosiasi dengan Bagas, tapi Bagas keukeuh dengan keputusannya. Andini tahu suaminya memang keras kepala dan egois tapi kali ini keputusan Bagas benar-benar tidak bisa ditawar.
Dengan langkah gontai Andini masuk ke ruangannya dimana sudah ada Bayu yang menunggunya di depan pintu.
“Kamu ngapain disitu?” tegur Andini pada Bayu yang tengah bersedekap menantinya.
“Nungguin kamu,” jawab Bayu sambil nyengir.
Andini yang tengah memutar handle pintu jadi terhenti mendengarnya. “Ngapain nungguin aku?”
“Aku mau ajak kamu sarapan, aku belum makan nih,” ucap Bayu sambil mengelus perutnya.
Andini mengikuti arah tangan Bayu dan seketika perutnya sendiri juga berbunyi.
“Hlah, kamu juga belum sarapan?” tanya Bayu sambil menahan tawa.
Andini hanya menggaruk kepalanya, ia memang belum sempat sarapan di rumah karena dia dan Bagas sedang dinasehati oleh Ayah Andini tadi.
“Mau makan dimana?” ucap Andini sambil memutar kunci pintunya – tidak jadi dia buka.
“Warung depan aja, pecel jamurnya enak hloo ....” usul Bayu sambil berjalan mendahului Andini.
Andini hanya diam mengekori Bayu dari belakang, mengikuti kemana Bayu melangkah.
Warung yang dituju tidaklah besar tapi ternyata cukup banyak pengunjung yang menyarap disana. Rata-rata sepenglihatan Andini para pengunjung memesan nasi pecel jamur – mungkin itu menu khas-nya batin Andini.
“Din kamu mau apa?” tanya Bayu menyodorkan menu.
“Kamu pesen apa?” Andini balik tanya
“Pecel jamur,” tukas Bayu cepat
“Sambel pecelnya pedes ga ya?” ucap Andini yang kurang suka makanan pedas.
“Gak terlalu mba, pedes dikit.” Kali ini ibu pemilik warung yang menjawab.
“Ya sudah saya pesen pecel jamur juga bu,”
“Minumnya apa?”
“Teh manis anget 2 ya bu.” Bayu yang bersuara, “Kamu ga akan nyesel Din coba pecel jamurnya,” imbuh Bagas sambil mengedipkan sebelah matanya.
Andini hanya tersenyum dan mencari tempat duduk.
Untungnya masih ada tempat duduk yang tersisa untuk mereka. Suasana benar-benar padat penuh oleh pengunjung yang sarapan.
Tak lama pesanan mereka datang, Andini menata piring dan gelasnya dan mulai menyuap. Dari suapan pertama Andini sudah jatuh cinta pada kelezatan pecel jamurnya. Sambal pecelnya meski agak pedas – tapi bisa Andini nikmati. Bumbunya gurih tidak terlalu manis seperti sambal pecel Solo pada umumnya. Belum jamurnya yang gurih dan krispi.
Ada sensasi tersendiri saat Andini mulai menikmati suap demi suap makanannya. Andini tak menyangka menu sederhana seperti ini bisa sangat menggugah seleranya. Tak lama nasi Andini habis tapi ia masih ingin merasakan kelezatan pecel jamur yang membuatnya ketagihan, maka ia mengangkat tangan dan memberi kode untuk memesan satu porsi lagi.
Bayu yang juga baru selesai dengan suapan terakhirnya juga memberi kode yang sama. Ia juga ingin tambah satu porsi dengan ekstra jamur.
Saat itulah keduanya saling bertatapan dan tertawa.
Andini menghirup teh hangatnya dan menyomot mendoan hangat sembari menunggu pesanannya tiba.
“Apa kubilang, enak kan?” Bayu sedikit berjumawa.
“Kayanya ini perlu kumasukkan list makanan favorit deh,” ucap Andini setelah meneguk teh manisnya. “Bumbunya pas banget, apalagi jamurnya,”
“Ketagihan kaann ....” ujar Bayu sedikit meledek.
“Kok kamu ga pernah ajak aku kesini sih?” protes Andini. Ia tidak terima Bayu menyimpan tempat makan seenak ini sendirian tanpa membagi info padanya.
“Emang kamu pernah mau aku ajak nyarap di luar? Kan kamu selalu bilang udah sarapan di rumah,” balas Bayu tidak terima disalahkan.
Andini diam, benar yang Bayu katakan. Ia jarang sarapan di luar karena ibunya selalu memasak untuk sarapannya di rumah.
Pesanan mereka datang dan masing-masing terdiam menekuni makanannya. Bayu hanya tertawa kecil melihat Andini sanggup makan dua porsi.
Setelah makanan tandas Andini mengelus perutnya yang kekenyangan.
“Thanks ya Yu, udah nunjukkin tempat makan yang enak,”
Bayu mengedipkan sebelah matanya sambil mereguk teh-nya yang tersisa sedikit.
Saat akan membayar Andini ngotot ia yang akan membayar pesanan mereka dan lagi-lagi ia terkejut dengan harga makanan yang cukup murah. Andini tahu Solo memang murah-murah tapi pecel jamurnya terbilang sangat murah untuk ukuran makanan selezat itu.
“Lain kali ajak aku sarapan lagi ya disini,” ujar Andini sambil memasukkan sisa pembayaran ke dompetnya.
“Ya kalau kamu ga di antar suamimu sih gapapa, kalau ada dia kan aku ga enak,” ucap Bayu
Andini terdiam, benar juga yang dikatakan Bayu.
Saat akan menyeberang jalan tangan Bayu menggandeng tangan Andini tanpa permisi, Andini yang digandeng merasa gelagapan dan terkejut tapi Bayu sedang menghadap ke jalan kanan dan kiri untuk menyeberang. Deru kendaraan kiri kanan terasa jauh kala genggaman itu kian erat. Sampai di seberang pun Bayu tidak melepas genggaman tangannya.
“Bayu – ki – kita udah sampe seberang ... tangan mu ....” ucap Andini sedikit terbata.
Bayu reflek melepas genggaman tangannya dan terlihat sedikit malu, “Sori ... sori Din, aku ga bermaksud ....” ujar Bayu sedikit gelagapan.
“Iya ... gapapa,” Andini juga menunduk, entah kenapa pipinya terasa panas.
“Ak – aku duluan ya Din,” Bayu terlihat salah tingkah dan berusaha menutupinya. Ia berjalan cepat menuju kantor. Dalam hatinya ada getaran yang aneh saat ia tadi menggandeng tangan Andini dan getarannya masih terasa. Bayu menyentuh dadanya – getaran itu masih ada.
Getaran yang sama yang dirasakan oleh Andini.