Luka Dari Suami, Cinta Dari Mafia

“Mari kita pulang dan menemui anak kita. Walau dia masih bayi dan tidak tahu apa-apa, dia tetap layak merasakan kasih sayang dari kita!” ujar Holdes sambil menggenggam erat tangan Janetta, lalu menuntunnya masuk ke dalam mobil mewah.

Mansion Holdes.

Mobil berhenti di halaman luas yang diterangi lampu taman. Malam itu terasa hening, hanya suara angin yang berhembus pelan.

Holdes turun lebih dulu, lalu menunggu Janetta di sisi lain dan membawanya masuk ke dalam mansion megah itu. Langkah mereka akhirnya berhenti di depan kamar bayi. Saat pintu dibuka, Janetta langsung terpaku melihat buah hatinya yang sedang tidur nyenyak di ranjang bayi berhias ukiran emas.

Holdes tersenyum, matanya lembut menatap bayi tampan itu. Ia meraih tepian ranjang, seolah menahan diri agar tidak langsung menggendongnya.

“Anak yang tampan… aku berharap dirimu bisa mirip sepertiku. Bisa melindungi orang yang kamu sayang,” ucapnya lirih.

Kata-kata itu membuat hati Janetta bergetar. “Dia bukan ayah kandung anakku… tidak kusangka dia bisa bicara seperti ini,” batinnya, masih diliputi kebingungan.

“Holdes, apakah aku sudah bisa tahu alasanmu?” tanya Janetta, suaranya bergetar, campuran penasaran dan ketakutan.

Holdes menoleh, menatap istrinya penuh intensitas. “Janetta Lee, setahun yang lalu kita pernah bertemu. Saat itu kau dan suamimu, Alex Yang, liburan di kota Nanjing. Secara kebetulan, aku juga ada di sana. Apakah kau tidak punya ingatan sama sekali bagaimana kita bertemu?” tanyanya.

Janetta mengernyit, berusaha mengingat-ingat, tapi kepalanya terasa kosong. “Aku bersama Alex sepanjang waktu… aku tidak ingat kalau kita pernah bertemu,” jawabnya pelan.

Holdes mendekat. Tangannya terulur, menyibak rambut hitam Janetta dengan lembut. Lalu ia menunduk, berbisik di telinga istrinya, suaranya rendah namun sarat makna.

“Aku tidak akan melupakan malam itu.”

Sebelum Janetta sempat bereaksi, Holdes menggigit pelan daun telinganya.

Janetta terbelalak, tubuhnya menegang. “Kau…” suaranya tercekat, tak sanggup melanjutkan.

Holdes menatapnya lekat, senyumnya tipis namun penuh rahasia. “Apa ada ingatan dengan gigitanku?”

Janetta mundur setapak, wajahnya pucat. “Kau… tidak mungkin…”

Holdes menyipitkan mata, nadanya kini lebih dingin. “Ada satu hal yang tidak kau ketahui selama ini. Suamimu, sejak tahun lalu, sudah berselingkuh. Tapi wanita itu bukan mantannya. Melainkan wanita lain. Di malam itu, dia sama sekali tidak kembali ke kamarmu.”

Janetta membeku di tempatnya. Matanya membesar, jantungnya berdegup kencang, dan seluruh tubuhnya gemetar. Potongan memori samar yang selama ini ia abaikan mulai muncul, namun terlalu kabur untuk ia yakini.

Flashback.

Tahun lalu – Hotel di Nanjing

Malam itu kamar hotel terasa sunyi, hanya suara jam dinding yang berdetak pelan menemani tidur Janetta. Tirai jendela tertutup rapat, membuat ruangan gelap gulita. Ia terlelap setelah menunggu lama suaminya, Alex, yang tak kunjung kembali.

Tiba-tiba, suara pintu terbuka pelan terdengar. Seseorang masuk dan menutup pintu rapat-rapat, bahkan menguncinya. Janetta yang setengah sadar langsung menoleh ke arah pintu.

"Alex, sudah larut malam, kau ke mana saja?" tanya Janetta dengan suara serak.

Pria itu tidak menjawab, hanya melangkah cepat ke arahnya. Dalam sekejap, tubuh Janetta ditindih, bibirnya direbut dengan ciuman panas, agresif, penuh hasrat. Janetta terkejut, tubuhnya meronta kecil, namun segera merasa lemas karena ciuman itu semakin dalam. Pria itu mulai melepaskan pakaian, juga merobek kancing tidurnya satu per satu.

"Alex, kau minum terlalu banyak? Apa mungkin kau mabuk?" Janetta menoleh, berusaha melepaskan diri sejenak.

Ia hendak meraih lampu meja di samping ranjang, namun tangannya ditekan keras oleh pria itu hingga tidak bisa bergerak.

"Tunggu, nyalakan lampu dulu," pinta Janetta dengan napas terengah.

Namun pria itu tetap bungkam, seakan sengaja menyembunyikan identitasnya. Bibirnya kembali menutup mulut Janetta, tangannya menjelajah, meraba lekuk tubuh wanita itu tanpa ampun.

Dalam hitungan menit, semua pakaian Janetta melayang, tubuhnya terekspos di bawah pria itu. Ia merasakan tubuh kekar, otot yang tegang, dan ciuman yang asing.

"Alex… kenapa… aroma parfum mu berbeda? Tubuhmu juga… lebih berotot," ucap Janetta dengan suara putus asa, mencoba mencari kepastian.

Namun jawabannya hanya desahan pria itu, disertai gerakan yang kian cepat di atas tubuhnya. Kedua tangan Janetta terikat oleh genggaman kuat pria itu, membuatnya tak berdaya, terjebak dalam penyatuan yang tidak ia duga sama sekali.

Pria itu meremas gundukan Janetta sambil bergerak di bawah sana. Gerakan tersebut semakin cepat dan mencapai puncak kenikmatan.

Janetta hanya bisa pasrah dan merasakan betapa luar biasa gerakan pria yang dia kira adalah suaminya sendiri.

"Alex, kenapa malam ini kau berbeda?" tanya Janetta sambil memejamkan matanya.

Pria itu yang telah mencapai puncak kenikmatan, masih belum mengakhiri aksinya. Ia masih mencium bibir wanita itu sambil memainkan gundukannya yang kenyal dan mulus.

"Alex...," desahan Janetta yang melingkar kedua tangannya ke leher pria itu.

Tidak lama kemudian, pria itu mulai melakukan penyatuan dan bergerak dengan cepat. Ia mencium bibir wanita itu dengan brutal dan bergerak semakin cepat. Hasratnya mengila dan tidak berhenti menikmati tubuh Janetta.

"Aku tidak akan melupakan malam ini," bisiknya di telinga Janetta.

"Kenapa suaramu berubah?"tanya Janetta.

"Aku adalah pria yang akan bersamamu seumur hidupmu, Jadi untuk apa peduli dengan suaraku," jawab pria itu yang bangkit dan menekan pinggang Janetta sambil mengoyangkan pinggulnya.

Janetta yang terbuai dengan sentuhan pria itu, ia sama sekali tidak menyadari siapa pria yang berada di atas tubuhnya.

"Alex, apakah kau minum obat? Kau sudah melakukannya tiga kali," tanya Janetta.

Pria itu mengabaikan pertanyaan Janetta dan sedang menikmati seluruh tubuh wanita itu dari atas hingga ke bawah. Setiap sentuhannya membuat Janetta mengigit bibirnya dan mendesah.

Flashback Off

Janetta hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Tubuhnya kaku, matanya menatap lurus pada pria yang kini sah menjadi suaminya.

"Sudah ingat?" tanya Holdes pelan, namun nadanya terdengar menekan.

"Kau… kau adalah pria di malam itu? Malam itu… bukan Alex?" suara Janetta bergetar, penuh kebingungan dan kekecewaan.

Holdes tidak langsung menjawab. Ia meraih sebuah amplop kecil dari saku jasnya, lalu menyodorkannya kepada Janetta. "Lihat ini, dan kau akan mengerti semuanya."

Dengan tangan gemetar, Janetta menerima amplop itu. Ia mengeluarkan isinya—beberapa lembar foto yang langsung menusuk jantungnya. Foto-foto itu memperlihatkan Alex, suaminya saat itu, sedang masuk ke kamar hotel lain bersama seorang wanita.

Di sudut foto tertera jelas tanggal, tahun, bahkan waktu kejadian. Janetta terbelalak, tubuhnya terasa lemas seketika.

"Itu adalah malam yang sama di hotel Nanjing," kata Holdes mantap. "Saat ia bersama wanita lain… akulah yang masuk ke kamarmu."

"Alex… bajingan!" seru Janetta dengan suara serak. "Sejak awal dia sudah mengkhianatiku…"

Ia menggertakkan giginya, lalu menatap tajam pada Holdes. "Tapi… kenapa? Kenapa kau masuk ke kamarku malam itu? Apakah hanya untuk melampiaskan hasratmu padaku?"

"Aku tertarik padamu di saat melihatmu, dan malamnya aku malah mendapati suamimu berselingkuh. Dan di saat yang sama aku masuk ke kamarmu. Dan menjadikanmu wanitaku. Tentu... bukan untuk satu malam. Tapi selamanya," jawab Holdes.

"Baca ini! Ini adalah hasil yang aku dapatkan setelah aku mencari tahu semuanya!" ucap Holdes sambil memberikan selembar kertas yang dalam keadaan berlipat.

Janetta membuka kertas dan terbelalak kaget dengan hasil yang tercantum di sana.

"Menurutmu, apakah Alex masih layak menjadi suamimu dan ayah dari anak kita?" tanya Holdes.