NovelToon NovelToon
JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berbaikan / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Sarah Siti

JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

Zhao, putri bangsawan yang terkenal cantik dan keras kepala, kembali membuat kehebohan di kediaman keluarganya. Kali ini, bukan karena pesta atau keributan istana… tapi karena satu hal yang paling ia hindari seumur hidup: perjodohan!

Dirinya dijodohkan dengan Pangeran Wang pangeran kerajaan yang dikenal dingin, tegas, dan katanya... kejam?! Zhao langsung mencari cara kabur, apalagi hatinya telah tertambat pada sosok pria misterius (pangeran yu) yang ia temui di pasar. Tapi semua rencana kacau saat ia malah jatuh secara harfia ke pelukan sang pangeran yang tak pernah ia pilih.

Ketegangan, kekonyolan, dan adu mulut menjadi awal dari kisah mereka. Tapi akankah hubungan cinta-benci ini berubah jadi sesuatu yang lebih hangat dari sekadar perjodohan paksa?

Kisah cinta kerajaan dibalut drama komedi yang manis, dramatis lucu, tegang dan bikin gemas!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarah Siti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PERTEMUAN KECIL, RUMOR BESAR

Suasana malam di kediaman keluarga Zhao masih terasa tegang. Setelah kejadian siang tadi, Meilan memutuskan untuk mengikuti jejak mata-mata yang sempat mencurigakan. Dengan langkah sigap dan penuh kewaspadaan, ia menelusuri lorong-lorong gelap yang mengarah ke sebuah bangunan tua di ujung desa. Di sanalah ia menyaksikan percakapan yang membuat darahnya berdesir.

Mereka adalah orang-orang bayaran yang dikirim oleh seseorang... seseorang yang sudah lama tidak muncul, tapi namanya masih bergema di balik layar kekuasaan: Nona Lee.

Dengan mata berbinar dingin dan strategi yang jauh lebih berbahaya dari sebelumnya, Nona Lee sedang memulai gerakan barunya. Ia tidak hanya memata-matai Zhao, tapi juga menyusun rencana untuk menggagalkan hubungan Pangeran Jaemin dan Nona Xiao hubungan yang bisa memperkuat pengaruh pangeran wang di dalam istana.

Sementara itu, di halaman rumah tua tempat Zhao menghabiskan masa kecilnya, ia duduk diam di bawah langit malam yang cerah, menatap bintang-bintang yang tampak terlalu tenang untuk mencerminkan isi hatinya.

Suara langkah kaki yang familiar mendekat. Zhao tidak menoleh, namun senyum tipis muncul saat kedua lengan Pangeran Wang melingkari pinggangnya dari belakang.

"Apa kau sedang memikirkan situasi tadi?" tanyanya lembut.

"Yah… aku khawatir padamu," jawab Zhao tanpa ragu.

"Kenapa mengkhawatirkanku? Aku justru lebih khawatir padamu. Kau sudah mulai masuk ke dalam urusanku demi mendukungku, dan kau tahu itu bisa mendatangkan bahaya."

Zhao tersenyum kecil, suaranya tenang.

"Aku yakin aku bisa menghadapinya."

Pangeran Wang terkekeh pelan.

"Bagaimana bisa begitu? Saat tanganmu berdarah saja, kau menangis seperti bayi."

Zhao memukul pelan lengan Pangeran Wang, malu.

"Kau meledekku…"

"Tidak. Aku hanya bilang aku suka melihatmu menangis, gelisah, atau ketakutan... karena setelah itu, aku bisa memelukmu, menenangkanmu, dan melihat senyum manis itu muncul lagi."

Zhao menoleh, memandang wajah pria yang ia cintai. Cahaya lampu minyak yang temaram membuat sorot mata mereka saling mengunci.

"Aku masih tidak percaya... bahwa aku, Zhao, yang selalu membawa masalah padamu, bisa mendapatkan cinta sebesar ini darimu."

Pangeran Wang menyentuh lembut rambut yang menutupi dahi Zhao.

"Justru karena itulah aku mencintaimu."

Saat wajah mereka semakin dekat dan bibir hampir bersentuhan, suara langkah buru-buru memecah keheningan.

"Nona!" suara Meilan membuat mereka berdua sontak menjauh, wajah memerah dan jelas canggung.

Bahkan Meilan sendiri tampak ingin memutar balik badan, tapi Zhao buru-buru menahannya.

"Meilan, ada apa?"

"Maaf mengganggu, nona… tapi saya mengikuti mata-mata itu… dan saya menemukan sesuatu yang penting."

"Katakan," ujar Pangeran Wang tegas.

"Mereka membicarakan strategi nona. Sepertinya… mereka tahu semuanya."

Zhao membelalak, nadanya cemas.

"Astaga… gerakan mereka cepat sekali. Entah apa yang akan mereka rencanakan setelah ini."

"Kau tahu siapa salah satu dari mereka?" tanya Pangeran Wang.

Meilan menatap mereka serius.

"Nona Lee."

"Apa?! Dia kembali?" tanya Zhao terkejut.

Meilan mengangguk pelan.

"Dia sebenarnya tidak pernah benar-benar pergi. Selama ini dia mempersiapkan segalanya dengan diam-diam… bahkan dia berhasil mempengaruhi wanita setenang Hwa Jin."

Pangeran Wang mengangguk dalam-dalam, wajahnya mulai keras.

"Kau target utamanya, Zhao. Jadi mulai sekarang kau harus benar-benar berhati-hati."

Zhao tak menjawab. Ia terdiam sesaat, mencoba menyerap kenyataan yang datang begitu cepat. Pangeran Wang menggenggam tangannya erat, seolah ingin berkata: aku akan menjagamu sampai akhir.

Masih di kediaman keluarga Zhao, malam itu di kamar sederhana namun hangat, Zhao dan Pangeran Wang bersiap untuk tidur. Keduanya menginap di rumah ayah Zhao malam ini. Dalam posisi berbaring, Zhao menyandarkan kepalanya di dada Pangeran Wang. Tangan sang pangeran memeluknya lembut.

“Aku akan pulang ke istana besok pagi,” ucap Zhao pelan.

Pangeran Wang mengusap rambutnya perlahan. “Kupikir kau akan lebih lama di sini?”

“Jika aku tetap di sini, kau juga tidak akan kembali ke istana,” jawab Zhao tenang.

Pangeran Wang tersenyum manis. “Lagi pula, aku harus mengurus urusanku. Kalau bisa, kuselesaikan semuanya,” lanjut Zhao.

“Tapi... aku sarankan jangan berurusan langsung dengan Nona Lee. Sepertinya dia lebih kuat sekarang. Aku takut sesuatu terjadi padamu,” ucap Pangeran Wang serius.

“Lalu aku harus apa? Memendamnya saja begitu?” tanya Zhao kesal.

“Bukan begitu... Kau harus menyiapkan diri dulu. Punya strategi. Aku juga khawatir rencanamu tentang hubungan Pangeran Jaemin dan Nona Xiao bisa digagalkan.”

“Kau benar... Huuuh, otakku seperti mau pecah memikirkan semua itu,” keluh Zhao dengan ekspresi lucu.

Pangeran Wang tersenyum. “Ya sudah, sekarang kita tidur. Kau juga butuh istirahat.”

Zhao mengangkat wajah, memandangi wajah suaminya. “Apa kau sudah mengantuk? Atau kau bosan mendengar ocehanku?”

“Aku tidak pernah bosan mendengar suaramu,” ucap Pangeran Wang. “Tapi kalau kita terus mengobrol, bisa-bisa sampai pagi tak selesai.”

“Ah iya, kau benar... Baiklah, ayo kita tidur, pangeran tampanku,” kata Zhao, lalu kembali menyandarkan kepala ke dada Pangeran Wang.

“Apa kau bilang?” tanya Pangeran Wang, menaikkan alisnya.

“Apa?”

“Tadi kau bilang... pangeran tampan?”

“Ya. Memangnya salah?” tanya Zhao polos.

“Tumben sekali. Biasanya kau memanggilku ‘serigala dingin’ dan tidak pernah memuji. Apa kau tidak tahu caranya memuji?”

Zhao kembali mengangkat wajah dan menatapnya, tersenyum usil.

“Anggap saja begitu. Tapi kau memang tampan... ah, lebih tepatnya cantik.”

Pangeran Wang tertawa kecil. “Jadi aku tampan atau cantik?”

Zhao tersenyum dan mengecup bibirnya lembut. “Kau... suami cantikku.” Lalu kembali bersandar.

Pangeran Wang menghela napas bahagia. Mereka pun tertidur dalam kehangatan yang sunyi.

---

Keesokan Paginya

Zhao, Meilan, dan Pangeran Wang berpamitan pada ayah Zhao, lalu kembali ke istana.

Setibanya di gerbang istana, mereka dikejutkan oleh kehadiran Xiao yang sudah menunggu bersama dayangnya. Saat Pangeran Wang turun dari tandu dan membantu Zhao turun, Xiao segera menyapa.

“Kakak Zhao!” sapa Xiao riang.

Zhao dan Pangeran Wang menoleh. “Xiao? Kau sudah di sini?” tanya Zhao.

“Anak ini sudah di sini,” gumam Pangeran Wang, menyipitkan matanya.

“Ya! Aku sengaja menunggumu. Entah kau pulang hari ini atau tidak, aku tetap akan menunggu!” jawab Xiao penuh semangat.

“Kau begitu setia... Aku curiga, persahabatan kalian ini lebih dari itu,” sindir Pangeran Wang.

“Tentu saja. Kita sahabat sejati! Iya, kan, Kak?” ujar Xiao sambil menatap Zhao.

Zhao mengangguk kikuk.

“Kenapa ucapannya mirip adikku...” gumam Pangeran Wang.

“Benarkah? Berarti kita memang berjodoh,” canda Xiao.

“Ah, sudah lah. Ayo kita masuk,” ucap Zhao gemas.

---

Di Kediaman Zhao

Zhao duduk bersama Xiao.

“Apa ayahmu tahu kau ke sini?” tanya Zhao.

Xiao menggeleng. “Aish... Bagaimana jika dia mencarimu?”

“Selama aku baik-baik saja dan tidak membuat masalah, ia takkan mencariku. Lagi pula aku bilang pergi keluar,” jawab Xiao santai.

Pangeran Wang masuk dan menghampiri mereka.

“Zhao, aku ada urusan. Aku pergi dulu. Ingat pesanku tadi, ya.”

Zhao mengangguk. “Apa lama?”

“Tidak.”

“Hei, gadis kecil. Aku titip istriku. Temani dia, ya,” ucap Pangeran Wang pada Xiao.

“Aku bukan gadis kecil!” protes Xiao, mengerinyitkan hidungnya.

Pangeran Wang tak menjawab dan berjalan pergi.

“Suamimu itu... apa dia nggak pernah tersenyum, ya, Kak?” bisik Xiao.

“Dia sering tersenyum. Tapi hanya padaku,” jawab Zhao bangga.

“Oh pantas... Tapi dimataku dia sedingin es. Beda dengan Pangeran Jaeminku yang imut dan lucu.”

“Dulu aku juga begitu. Menilainya sangat dingin. Tapi karena sering bersama, ternyata dia hangat.”

“Ah, iya, Kak... apa kalian pernah berciuman?” tanya Xiao polos, membuat Zhao nyaris tersedak meski tak sedang makan.

“Kenapa kau tanya begitu?! Kami sudah menikah. Ya... kau pikir saja sendiri pasangan menikah itu bagaimana.”

“Maksudku sebelum menikah. Bukankah kalian dijodohkan dulu?”

Zhao berpikir. “Sepertinya pernah. Tapi tidak sengaja. Aku sedang mabuk... dan itu sama sekali tidak romantis. Waktu itu kami bahkan masih musuhan.”

“Ah, jadi hubungan kalian dibangun dari permusuhan, ya?” Xiao tampak kagum.

“Mungkin begitu.”

“Wah... Kakak luar biasa! Bisa meluluhkan hati sedingin es begitu!”

Zhao bangga dan mengangkat dagu. “Tentu saja!”

>Dia tidak tahu saja bagaimana perjuanganku... batin Zhao.

“Kak, apa kita bisa menemui Pangeran Jaemin sekarang?” tanya Xiao tiba-tiba.

“Biasanya kau sendiri mengendap-endap ke sana. Kenapa sekarang ngajak aku?” tanya Zhao curiga.

“Tapi kali ini aku ingin ke sana bersamamu,” jawab Xiao manja.

“Baiklah. Ayo!” kata Zhao. Mereka pun pergi ke kediaman Pangeran Jaemin, diikuti oleh Meilan dan dayang Xiao.

---

Sementara itu...

Di tempat lain, Nona Lee menyusun rencana baru. Kali ini, ia berniat menyebarkan rumor bahwa Nona Xiao memiliki kelainan jantung dan mendekati pangeran jaemin sebuah fitnah keji yang sengaja ditujukan agar pihak istana, termasuk Kaisar,. Tidak tertarik pada xiao

Sementara itu

Lorong kediaman Pangeran Jaemin dipenuhi cahaya pagi yang lembut. Langkah kaki Zhao dan Xiao menggema di antara dinding batu, diiringi aroma teh dan bunga plum dari taman belakang.

Xiao tampak sumringah, berusaha berjalan pelan meski jelas terlihat ia menahan langkahnya agar tidak lari. Zhao menggeleng pelan, tersenyum geli melihat tingkahnya.

“Kau seperti anak kecil yang mau bertemu pangeran dari negeri dongeng,” bisik Zhao.

“Karena dia memang pangeran dari negeri dongengku!” jawab Xiao pelan sambil tertawa.

Mereka tiba di depan paviliun yang sederhana namun indah. Salah satu pelayan membuka tirai, dan suara ringan segera terdengar dari dalam.

“Apa itu kau kak zhao dan Nona xiao?” seru Pangeran Jaemin.

Xiao menahan napas, matanya berbinar.

Zhao tersenyum kecil. “Pangeran Jaemin, maaf mengganggu pagi-pagi begini.”

Pangeran Jaemin muncul dari balik tiang paviliun dengan senyum lebar, mengenakan pakaian santai berwarna hijau daun, rambut diikat rapi tapi tidak terlalu formal. Wajahnya cerah, dan energi positifnya seperti memenuhi seluruh ruangan.

“Tidak ada gangguan untuk tamu istimewa!” katanya dengan suara riang. “Silakan duduk! Kalian datang tepat saat tehnya masih hangat.”

Zhao duduk tenang, sementara Xiao agak canggung tapi berusaha terlihat santai.

“Aku pikir aku masih mimpi saat pelayan bilang kak Zhao dan Nona Xiao datang. Aku sampai nyaris tumpahkan tehnya!” lanjut Jaemin sambil tertawa kecil, lalu menuangkan teh ke cangkir mereka sendiri-sendiri.

“Kau terlalu santai pagi-pagi, tidak seperti bangsawan istana lainnya,” ujar Zhao sambil menerima cangkirnya.

“Aku berusaha tetap waras di istana yang terlalu tegang ini. Hidup sudah cukup berat. Masa aku harus minum teh sambil tegang juga?” balas Jaemin dengan mata berbinar.

Xiao tertawa kecil.

“Kau selalu membuatku tertawa, Yang Mulia,” katanya jujur.

Pangeran Jaemin menoleh padanya, tersenyum, tapi tidak berkata lebih. Ada kilatan rasa suka di matanya, tapi ia tetap menjaga batas.

Zhao memperhatikan itu diam-diam. Cara Pangeran Jaemin berbicara memang ringan dan terbuka, tapi ia tahu betul anak muda itu tidak sembarangan bersikap terlalu dekat. Bahkan pada Xiao, ia tetap menjaga jarak secara halus.

“Apa kau sibuk akhir-akhir ini?” tanya Zhao.

Jaemin mendesah dramatis. “Ah, tugasku menumpuk! Mungkin ayahku berpikir aku ini punya lima kepala. Tapi tenang saja, aku masih punya waktu untuk minum teh dan menyambut tamu seperti kalian.”

“Kau memang pintar bicara,” goda Zhao, lalu menoleh ke Xiao. “Tapi kami tidak akan lama. Kami hanya mampir sebentar.”

Pangeran Jaemin mengangguk. “Baiklah, tapi setidaknya makan satu kue ini dulu. Buatan dapur istana, dan hari ini mereka berhasil membuatnya tidak terlalu keras seperti batu,” katanya sambil mendorong piring kecil ke arah mereka.

Xiao tertawa. “Terima kasih, pangeran..”

“Sudah kubilang jangan terlalu formal padaku,” balas Jaemin cepat. “Tapi... ya, tetap jangan terlalu santai juga. Aku masih pangeran, kau tahu,” tambahnya sambil mengedip usil.

Zhao meneguk tehnya sambil menyembunyikan senyum.

> Anak ini benar-benar cerah seperti matahari pagi. Tapi... dia juga terlalu polos untuk tahu badai macam apa yang sedang disiapkan, batin Zhao.

Setelah beberapa menit, mereka pun berpamitan.

Pangeran Jaemin berdiri dan menatap mereka hangat. “Senang sekali kalian mampir. Kalian berhasil membuat pagiku jauh lebih menyenangkan.”

Xiao membungkuk. “Terima kasih sudah menerima kami, pangeran.”

Saat mereka berjalan menjauh, Zhao menoleh sekilas. Pangeran Jaemin masih berdiri di tempatnya, tangan di belakang punggung, matanya mengikuti langkah mereka... tidak dengan perasaan dalam, tapi seperti seseorang yang mulai menyadari bahwa hari-hari biasa mungkin akan berubah.

Di sebuah bangunan tersembunyi di luar lingkungan istana, Nona Lee berdiri di depan cermin besar berbingkai emas yang mulai berdebu. Ia mengenakan jubah hitam berbordir merah, rambut panjangnya diurai ke belakang, menambah kesan misterius dan mengintimidasi.

Di meja kayu tua, gulungan surat terbuka lebar. Isinya adalah catatan detail tentang riwayat kesehatan Nona Xiao, yang ia dapat dari salah satu dayang medis yang sudah ia bayar diam-diam.

“Ternyata benar... gadis itu memang lemah jantung sejak kecil,” gumamnya dingin. “Tapi kalau Kaisar tahu lebih cepat... maka semua harapan Zhao akan sirna.”

Ia berjalan perlahan ke jendela, menatap arah istana dari kejauhan.

“Pangeran Jaemin mungkin belum tahu. Tapi jika rumor ini menyebar di antara para selir senior... maka Kaisar akan mendengarnya lebih dulu.”

Salah satu pengikutnya masuk dan membungkuk.

“Semua sudah siap, Nona. Surat-surat palsu juga sudah kami siapkan. Jika diperiksa sekilas, terlihat seperti surat resmi dari tabib kerajaan.”

Nona Lee mengangguk puas.

“Bagus. Kirim ke Selir Min dan Selir Ko. Mereka adalah penyebar gosip terbaik di seluruh istana. Dan pastikan kabar ini sampai ke telinga Ibu Suri.”

Ia menoleh tajam.

“Kalau perlu, beri tambahan bumbu bahwa penyakit itu bisa menurun... Biar Kaisar berpikir dua kali sebelum menerima Xiao sebagai menantu.”

Pengikutnya menunduk dalam-dalam. “Perintah diterima.”

Saat ruangan kembali sepi, Nona Lee duduk di kursinya, tersenyum kecil dengan ekspresi licik.

“Permainan baru saja dimulai... dan kali ini, aku tidak akan kalah lagi.”

Sementara itu

Angin musim gugur meniup lembut dedaunan kering di taman kediaman Hwa Jin. Aroma teh melati yang masih mengepul dari cangkir di meja batu kecil menyatu dengan wangi bunga seroja yang bermekaran. Di bawah paviliun terbuka, Hwa Jin duduk tenang dengan kuas di tangan, tengah menyelesaikan lukisan lanskap sederhana.

Langkah ringan terdengar dari kejauhan, diikuti suara tawa kecil yang hanya dimiliki oleh Zhao.

“Hwajin.”

Panggilan lembut itu membuat Hwa Jin menoleh. Di sana, Zhao berjalan mendekat bersama seorang gadis muda berwajah cerah, Xiao. Di belakang mereka, dua dayang setia mengikuti tanpa suara.

“Kakak Zhao… ini…?” tanya Hwa Jin pelan, menatap gadis di sisi temannya.

Zhao tersenyum, lalu menepuk punggung Xiao dengan ringan.

“Namanya Xiao. Putri Ketua Fraksi Selatan. Ia baru tiba dari daerahnya.”

Xiao segera membungkuk sopan, lalu berkata dengan riang,

“Senang bertemu denganmu, Kak Hwa Jin. Wah… kau sedang melukis, ya? Kau suka melukis?”

Hwa Jin mengangguk lembut, bibirnya tersenyum tipis.

“Saat waktu senggang, aku memang lebih suka melukis atau menyulam daripada berjalan-jalan.”

Xiao mendengus pelan, jujur tanpa basa-basi.

“Ah, terdengar... membosankan juga, ya.”

Zhao tertawa renyah, menoleh ke Xiao sambil menggoda.

“Hahaha, dia memang jujur sekali, kan? Tapi jangan khawatir, Xiao, kalau kau menikah dengan Pangeran Jaemin nanti, hidupmu bisa jadi jauh lebih ‘berwarna’... atau malah membosankan, tergantung seberapa sabar dirimu.”

“Astaga, Kakak!” Xiao mencubit lengan Zhao. “Apa benar hidupku akan sesepi itu?”

Hwa Jin menoleh, ekspresinya seperti menyimpan tanya yang samar.

“Menikah dengan Pangeran Jaemin? Kalian sudah dijodohkan?”

“Bukan, bukan,” Zhao menjawab cepat, “Xiao cuma berandai-andai saja. Dia bilang dia suka Pangeran Jaemin.”

“Ah…” Hwa Jin tersenyum, “Kalian berdua sama-sama cerah dan… tidak bisa diam. Mungkin cocok.”

Xiao tampak sumringah mendengar itu.

“Kalau begitu, bolehkah aku belajar darimu juga, Kak Hwa Jin? Meski… aku takut harus duduk diam dan menyulam berjam-jam.”

“Tidak semua istri pangeran harus menjadi penjahit handal atau pelukis sunyi,” jawab Hwa Jin tenang. “Tapi akan ada saatnya kau harus memilih… kapan bicara, kapan diam.”

Zhao menoleh pada Xiao, nadanya lebih serius.

“Xiao, di depan Pangeran Jaemin, aku atau dayangmu, kau bisa bersikap sesukamu. Tapi kalau kau ingin masuk istana… belajarlah menakar kata. Dunia di sini tidak seperti di rumahmu.”

Xiao mengerutkan dahi.

“Tapi Kak Zhao saja bisa…”

“Karena dia belajar dengan cara yang tidak mudah,” sahut Hwa Jin, memotong dengan lembut. “Dan kalian berdua tidak sama.”

Xiao akhirnya mengangguk pelan. Tapi suasana hangat itu segera terganggu oleh kedatangan Dayang Eun yang melangkah cepat dengan wajah sedikit tegang.

“Ampun, Nona… hamba tidak berniat mengganggu. Tapi… ada hal yang perlu segera disampaikan.”

Hwa Jin meletakkan kuasnya dan berdiri pelan.

“Katakan.”

Dayang Eun menunduk dalam-dalam, lalu bicara dengan nada hati-hati.

“Di dapur bagian timur… para pelayan mulai membicarakan Nona Xiao. Katanya… dia terlalu sering mendekati Pangeran Jaemin, dan sang pangeran mulai merasa tak nyaman…”

Xiao menegang. Zhao langsung melangkah maju, ekspresinya berubah dingin.

“Ada lagi?”

Dayang Eun menelan ludah, lalu melanjutkan,

“Rumor lain menyebutkan... kalau penyakit kelainan jantung Nona Xiao adalah alasan mengapa ia tidak cocok dijadikan istri, apalagi istri seorang pangeran.”

Xiao memucat. Tangannya mencengkeram rok bawahnya erat-erat.

“Siapa… siapa yang tahu tentang penyakitku…?”

Zhao mengepalkan tangan. Tatapannya tajam.

“Siapa yang menyebarkannya?” tanyanya pelan, namun penuh tekanan.

“Belum diketahui pasti, Nona”

Zhao mengangkat tangan, menahan.

“Cukup.”

Zhao menoleh ke arah meilan yang berdiri dibelakangnya

"Meilan cari tahu" bisiknya pelan

Meilan mengangguk dan pergi

Hwa Jin melangkah pelan ke sisi Xiao, menyentuh bahunya dengan lembut.

“Xiao, jangan biarkan ucapan yang tidak berdasar menggoyahkan hatimu. Di tempat seperti ini… kadang bukan apa yang benar yang didengar, tapi siapa yang berani menyebarkannya lebih dulu.”

Xiao masih diam, matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia menahan tangisnya dengan gigih.

“Jangan menangis,” ujar Zhao pelan. “Kau baru saja menginjakkan kaki ke medan permainan. Ini bukan akhir ini baru permulaan.”

---

Pindah ke Sudut Istana

Di ruang diskusi dalam kediaman Kaisar, Pangeran Wang tengah membentangkan gulungan strategi perbatasan. Pangeran Yu berdiri di sampingnya, memperhatikan dengan serius. Di luar, terdengar bisik-bisik para pengawal yang jaga bergantian.

“Katanya ada seorang gadis yang berambisi pada pangeran jaemin… padahal lemah jantung, mana mungkin cocok jadi istri pangeran…”

“Pangeran Jaemin saja katanya sudah tidak tahan… selalu dibuntuti…”

Pangeran Yu mengerutkan dahi, lalu menoleh perlahan ke Wang.

“Kau dengar itu?”

Pangeran Wang menoleh juga, nada suaranya datar.

“Dengan telinga ini. Dan sayangnya… sepertinya bukan gosip biasa.”

Pangeran Yu mendesah, lalu berkata pelan.

“Ayah belum tahu soal ini… tapi jika rumor ini meluas sebelum ada tindakan, bisa mencoreng nama baik keluarga Ketua Fraksi Selatan.”

Pangeran Wang menatap lurus ke depan, wajahnya tenang namun matanya tajam.

“Atau… ini memang tujuannya. Menyingkirkan Xiao sebelum dia mendapat tempat.”

“Tapi siapa yang menyebarkannya?” tanya Yu.

Wang menyipitkan mata.

“Sepertinya aku tahu, tapi kita perlu bukti.”

Pangeran yu menatap pangeran wang dengan serius

Lalu

Langkah Kaisar terdengar tegas dan berat saat memasuki ruang diskusi tempat Pangeran Wang dan Pangeran Yu tengah membicarakan situasi. Dua putranya segera berdiri dan memberi hormat.

“Rumor apa ini?” suara Kaisar terdengar dalam dan tegas. “Kenapa tiba-tiba ada kabar soal seorang gadis yang mendekati Pangeran Jaemin, bahkan hingga menyangkut penyakitnya?”

Pangeran Wang menatap sang Kaisar dengan tenang, lalu menjawab,

“Ayah, kami baru saja mendiskusikannya. Akan lebih bijak jika kita tidak buru-buru percaya pada rumor itu sebelum mendengar langsung dari pihak yang bersangkutan.”

Pangeran Yu mengangguk cepat.

“iya Ayah. Kakak Wang benar. Kita perlu mendengar penjelasan dari Pangeran Jaemin sendiri… dan dari Menteri Han, ayah gadis itu.”

Kaisar menyipitkan mata, ekspresinya sulit dibaca.

“Jaemin… anak kecil itu bahkan selama ini tidak tertarik urusan perjodohan. Tapi sekarang… tiba-tiba namanya terseret dalam rumor seperti ini.”

Ia menghela napas pelan, lalu dengan suara mantap memerintahkan,

“Baik. Kalian tangani ini. Panggil Pangeran Jaemin untuk menghadapku. Setelah itu, aku sendiri yang akan memanggil Menteri Han.”

Pangeran Wang dan Yu memberi hormat dalam, lalu segera berbalik dan melangkah keluar, wajah mereka serius.

Langit mulai meredup, dan angin sore berembus membawa bisikan-bisikan asing ke telinga para penjaga istana. Di salah satu lorong kediaman yang belum lama direnovasi, seorang kasim berlari tergesa menghampiri Pangeran Jaemin.

“Pangeran!” serunya terengah. “Maafkan hamba, tapi... ada rumor tak sedap yang tersebar cepat di dapur dan taman belakang!”

Pangeran Jaemin menoleh, alisnya terangkat heran. “Rumor apa? Sampai kau lari seperti dikejar harimau begitu?”

Sang kasim tampak ragu, tapi akhirnya berkata pelan, “Tentang Nona Xiao… yang katanya ingin menginginkan pangeran untuk menikahinya… dan bahwa ia menderita penyakit jantung sejak kecil.”

Sejenak suasana hening. Burung-burung bahkan seolah ikut membisu.

Pangeran Jaemin berdiri tegak. Senyumnya menghilang, digantikan oleh tatapan serius yang jarang muncul.

“Apa?” ucapnya pelan, namun tegas.

Ia berjalan cepat, melewati sang kasim tanpa menunggu penjelasan lebih jauh.

“Siapa yang menyebarkan itu?” gumamnya sambil berlari kecil ke arah taman, “Apa-apaan ini… Siapa yang tega menyeret nama Xiao dan aku ke dalam rumor seperti ini?”

Langkahnya semakin cepat, wajahnya berubah cemas.

Ia langsung mencari xiao.

“Zhao pasti bersamanya,” gumamnya.

Saat angin menerpa jubahnya, Pangeran Jaemin untuk pertama kalinya merasa... marah bukan karena dirinya dibicarakan tapi karena ada seseorang yang disakitinya lewat cara pengecut

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!