NovelToon NovelToon
Petaka Jelangkung

Petaka Jelangkung

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Mata Batin / TKP / Hantu / Tumbal
Popularitas:691
Nilai: 5
Nama Author: lirien

Sekelompok remaja yang agak usil memutuskan untuk “menguji nyali” dengan memainkan jelangkung. Mereka memilih tempat yang, kalau kata orang-orang, sudah terkenal angker, hutan sunyi yang jarang tersentuh manusia. Tak disangka, permainan itu jadi awal dari serangkaian kejadian yang bikin bulu kuduk merinding.

Kevin, yang terkenal suka ngeyel, ingin membuktikan kalau hantu itu cuma mitos. Saat jelangkung dimainkan, memang tidak terlihat ada yang aneh. Tapi mereka tak tahu… di balik sunyi malam, sebuah gerbang tak kasatmata sudah terbuka lebar. Makhluk-makhluk dari sisi lain mulai mengintai, mengikuti langkah siapa pun yang tanpa sadar memanggilnya.

Di antara mereka ada Ratna, gadis pendiam yang sering jadi bahan ejekan geng Kevin. Dialah yang pertama menyadari ada hal ganjil setelah permainan itu. Meski awalnya memilih tidak ambil pusing, langkah Kinan justru membawanya pada rahasia yang lebih kelam di tengah hutan itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kecurigaan

"Siang, Tante...." Kevin dan Bobi menyapa Bu Gita begitu pintu kamar rawat terbuka.

"Eh, kalian datang juga," jawab Bu Gita sambil tersenyum. Tangannya masih lincah mengupas apel dan memotongnya kecil-kecil untuk Agam. Namun, melihat kedua sahabat anaknya datang, ia segera beranjak. Agam pun memberi isyarat agar mereka cepat masuk.

"Kita nggak ganggu istirahat lo, kan, Gam?" tanya Bobi sambil mendekati ranjang.

"Ah, nggak lah. Justru gue bosen banget di sini. Dari tadi kagak ngapa-ngapain."

"Agam tuh emang nggak bisa diem. Dari tadi bawel terus," celetuk Bu Gita sambil tersenyum tipis. "Udah, kalian ngobrol aja. Tante keluar sebentar, ya."

"Iya, Tante," jawab Kevin dan Bobi hampir bersamaan. Mereka tetap berdiri menunggu sampai pintu tertutup rapat. Begitu Bu Gita benar-benar pergi, keduanya langsung bereaksi heboh.

"Lo sebenernya kenapa, Gam? Serius lo begini cuma gara-gara liat jelangkung?" Kevin langsung mencecar penuh rasa ingin tahu.

"Iya, gue kagak bohong. Boneka itu persis banget sama yang kita buang ke sungai waktu itu."

"Ngantuk kali lo!" sela Bobi dengan nada menggoda.

"Ngantuk gimana? Mata gue jelas banget liatnya. Malah sebelumnya gue sempet ngeliat penampakan di TV. Serem banget! Lagi asik nonton aja gue digangguin," keluh Agam sambil menghela napas berat.

"Fix sih. Kayaknya bener kata Kila. Semua ini terjadi gara-gara kita main jelangkung waktu kemah. Bukan ulahnya Ratna," ujar Kevin, mencoba menenangkan diri.

"Lo langsung narik kesimpulan gitu? Padahal dulu yang paling kenceng nuduh Ratna bikin kita sial itu lo sendiri," timpal Bobi.

Agam menoleh cepat. "Eh, Kila mana? Kok tumben nggak ikut kalian ke sini?"

Kevin dan Bobi saling pandang sebelum Kevin akhirnya menjawab, "Tadi di sekolah, dia juga kena teror pas di toilet."

"Hah?! Serius lo? Terus dia nggak apa-apa, kan?" wajah Agam seketika pucat. Masalah dirinya aja belum selesai, kini Kila juga mengalami hal serupa.

"Awalnya kita pikir ini semua gara-gara Ratna. Dia kan suka aneh ngomong sendiri, terus beberapa kali kesurupan. Jadinya kita kira dia bawa aura negatif, dan itu nular ke kita yang sering ngejailin dia," jelas Kevin.

"Tapi dulu-dulu kita nggak pernah ngalamin kejadian kayak gini," sela Bobi cepat.

"Justru itu. Kila juga bilang gitu," Kevin mengangguk pelan.

Agam menggigit bibirnya. "Jadi gimana dong? Kasusnya Vani aja masih bikin gue nggak tenang. Gue nggak mau kenapa-kenapa. Jelangkung itu harus dimusnahin secepat mungkin," ucapnya dengan nada gemetar, ia sangat takut kesialannya berakhir dengan kematian.

"Lo tenang aja...." Kevin menghentikan ucapannya begitu terdengar suara Bu Gita dari luar kamar, tengah bercakap dengan seseorang. Tak lama, pintu terbuka dan wanita itu masuk bersama dua orang.

"Pak Agus?" ucap Kevin dan Bobi hampir bersamaan. Ternyata guru mereka itu datang bersama Bu Tutik. Keduanya berjalan berdampingan dengan Bu Gita, lalu menghampiri ranjang Agam.

"Gimana keadaan kamu, Gam?" tanya Bu Tutik dengan nada penuh perhatian.

"Sudah agak baikan, Bu," jawab Agam pelan sambil mengangguk canggung. Kevin dan Bobi ikut menunduk, seolah menyembunyikan sesuatu. Mereka hampir saja ketahuan sedang membicarakan soal boneka pemanggil arwah. Terlebih, sorot mata Pak Agus terasa begitu tajam, seakan menelisik satu per satu wajah muridnya itu.

"Gimana Kila, Kev? Dia sudah nggak histeris lagi?" tiba-tiba Pak Agus bertanya.

"Oh, iya, Pak. Tadi waktu dianter pulang udah nggak apa-apa," jawab Kevin cepat.

"Loh, emangnya kenapa sama Kila?" tanya Bu Gita heran.

"Tadi di sekolah, katanya lihat hantu di toilet," jelas Pak Agus. Seketika Bu Gita menoleh pada anaknya dengan sorot mata penuh tanya. Pandangannya seakan berkata: kenapa kejadian Kila begitu mirip dengan yang dialami Agam?

Sebenarnya, Pak Agus sendiri sudah mulai menyimpan kecurigaan atas semua peristiwa aneh ini. Semuanya bermula sejak kejadian tragis yang menimpa Vani—gadis itu kehilangan nyawa dengan cara yang masih menyisakan tanda tanya. Meski ia belum berani memastikan bahwa kematian Vani ada kaitannya dengan gangguan-gangguan gaib, rangkaian kejadian aneh ini terlalu kebetulan untuk diabaikan.

Apalagi, gangguan itu hanya menimpa orang-orang tertentu: Vani, Agam, dan Kila—mereka yang kebetulan sering terlihat bersama. Dalam benak Pak Agus, terbersit keinginan untuk menanyakan pada Kevin dan Bobi, apakah mereka juga merasakan hal serupa sejak pulang dari perkemahan. Namun ia memilih menahan diri. Pertanyaan semacam itu bisa terdengar mengada-ada di telinga orang lain.

Karena mereka menaiki kendaraan yang berbeda, akhirnya pulang dengan arah masing-masing. Berbeda dengan Bobi yang langsung menuju rumahnya, Kevin memilih singgah terlebih dahulu untuk menengok Kila.

Dengan laju motor yang cukup kencang, Kevin tiba di kediaman gadis itu.

Setibanya di sana, ia disambut seorang ART yang berdiri di ambang pintu.

"Kila ada di mana, Bi?" tanya Kevin sopan.

"Ada di kamarnya, Mas. Dari tadi ngurung diri terus. Nyonya belum pulang soalnya," jawabnya pelan.

"Baik, Bi. Saya lihat sebentar, takutnya kenapa-kenapa." Setelah mendapat anggukan, Kevin segera melangkah naik ke lantai dua.

Sementara itu, di kamar, Kila hanya duduk diam sambil memeluk lutut. Pandangannya gelisah, terus beralih ke setiap sudut ruangan. Kejadian mengerikan di sekolah tadi masih membekas jelas. Bayangan makhluk itu seolah-olah mengikutinya hingga ke rumah.

"Kila, ini gue...." Suara Kevin terdengar dari balik pintu, membuat Kila tersentak. Gadis itu tidak langsung percaya begitu saja.

"La... buka pintunya. Lo nggak apa-apa, kan?"

"Kevin...." Kila berdesis panik. Ia segera turun dari ranjang dan berlari ke arah pintu. Begitu melihat Kevin berdiri di sana, gadis itu langsung memeluknya erat.

"Gue takut, Kev. Gue nggak mau mati kayak Vani...."

"Sstt, jangan ngomong yang aneh-aneh." Kevin mendorongnya masuk ke kamar, memastikan Bi Asih tidak melihat.

"Gue bener-bener nggak bisa tenang. Hantu tadi... gue takut dia ngikut sampai rumah."

Kevin mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar yang sepi. "Tenang dulu, Kai. Tolong... coba tenang. Gue janji bakal nyari orang pinter biar kita nggak terus-terusan kena sial. Oke?"

Kila hanya mengangguk pelan dan kembali memeluk Kevin lebih erat, seakan takut kehilangan pegangan.

......................

Ratna yang sedang mengerjakan PR dikejutkan oleh suara ponselnya. Hari itu kebetulan akhir pekan, ia memilih berdiam di kamar karena malas pergi ke mana-mana. Saat menatap layar, tertera nama Tante Tantri. Ratna menghela napas sebelum akhirnya mengangkat.

"Assalamualaikum, Tante," sapanya dengan nada agak malas.

"Waalaikumsalam. Kamu di mana? Tante lagi ada di depan kos kamu."

"Oh, iya, Ratna di kamar. Bentar ya, Tante...."

Gadis itu segera bergegas turun. Ternyata Tantri sudah menunggunya di depan gerbang. Ratna buru-buru membukakan pintu, sekadar basa-basi mempersilakan masuk. Namun Tantri menolak halus, malah mengajaknya naik ke mobil karena ada sesuatu yang ingin dibicarakan.

Keduanya berjalan menuju mobil yang terparkir tak jauh dari situ. Setelah pintu dibuka, Ratna masuk dan duduk di kursi penumpang. Tantri lalu mengambil sesuatu dari jok belakang, menyerahkannya pada Ratna.

“Ini pasta buatan Tante, buat kamu makan hari ini,” ucap Tantri sambil menyodorkan totebag berisi beberapa macam makanan.

Ratna menatapnya sejenak sebelum berkata pelan, “Padahal nggak usah repot-repot, Tante.”

“Ini semua Tante lakukan buat membalas jasa orang tua kamu, Ratna. Tante sadar diri, selama ini kami hidup dari harta kalian. Itu, kan, yang kamu bilang ke Ikbal?”

Ratna sudah menduganya. Cepat atau lambat, pembicaraan ini pasti akan muncul. Ia menarik napas, lalu mencoba menjelaskan. Menurutnya, kejadian kemarin bermula dari Ikbal yang memancing. Ia pun meminta maaf karena terbawa emosi hingga ucapannya melukai hati Tantri.

“Dengan kamu ngomong begitu, seolah Tante ini lepas tanggung jawab.”

“Iya, Tante… maafin Ratna. Ratna janji nggak akan ngomong kayak gitu lagi,” lirihnya penuh penyesalan.

Tantri menghela napas panjang. “Ya sudah, nggak apa-apa. Kamu lagi belajar, kan? Terusin, gih.”

“Iya, Tante. Makasih, ya.” Ratna segera turun dari mobil, lalu berjalan cepat kembali ke kamar kosnya. Begitu pintu tertutup rapat, tangisnya pecah. Ia menjatuhkan tubuh di atas ranjang, menangis sejadi-jadinya.

Tangan yang mengepal ia pukulkan berulang kali ke kasur, melampiaskan semua amarah dan lelah yang selama ini dipendam. Semuanya harus ia hadapi seorang diri. Dan pada akhirnya, hanya satu hal yang bisa ia lakukan, menatap foto usang dalam bingkai kaca kecil.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!